Anda di halaman 1dari 57

FARMASI FISIK

PENGARUH SIFAT FISIKO-KIMIA SENYAWA OBAT DALAM


RANCANG BANGUN PRODUK OBAT

ARLITA WULAN Y. S.Farm., Apt.

http://www.free-powerpoint-templates-design.com
KONTRAK KULIAH

 Maksimal keterlambatan masuk kelas untuk mahasiswa 15 menit, jika > 15 menit maka
silakan menutup pintu dari luar
 Maksimal ijin/absen selama perkuliahan 30%
 Jika terlambat mengumpulkan tugas maka nilai tugas akan dikurangi 10%
 Komponen Nilai Akhir:
 Absensi dan sikap: 15%
 Tugas: 35%
 Ujian: 50%
DEFINISI

 Farmasi: ilmu yang mempelajari cara mencampur bahan dengan bahan lain dan atau
dengan pelarut, meracik, memformulasi suatu sediaan farmasi, melakukan pengujian pada
bahan dasar obat dan pengujian akhir sediaan secara in vitro dan in vivo, mengidentifikasi,
menganalisis, serta menstandarkan obat dan pengobatan juga sifat-sifat obat beserta
pendistribusian dan penggunaannya secara aman.
 Fisika: ilmu yang mempelajari tentang sifat fisika dari suatu zat
 Farmasi Fisik: kajian hubungan antara fisika (sifat-sifat Fisika) dengan kefarmasian
(sediaan Farmasi, farmakokinetik, serta farmakodinamiknya) yang mempelajari tentang
analisis kualitatif serta kuantitatif senyawa organik dan anorganik yang berhubungan
dengan sifat fisikanya serta menganalisis pembuatan dan pengujian hasil akhir dari
sediaan obat
HUBUNGAN ILMU FARMASI DENGAN ILMU FISIKA

Sifat fisika senyawa obat meliputi:


 pH Cara Pembuatan
 massa jenis
 konstanta dielektrikum Cara Formulasi
 indeks bias
Efek Pengobatan
 rotasi optik
 kelarutan
 titik lebur-titik didih Kestabilan

 dan lain-lain
PERANAN ILMU FARMASI FISIK

 Mempelajari sifat-sifat zat aktif dan eksipien (bahan pembantu) agar dapat dikombinasikan
 sediaan farmasi yang aman, berkhasiat, dan berkualitas.
 Mempelajari cara pengujian sifat molekul zat obat agar memastikan tingkat kemurnian
senyawa  asli dan murni serta memenuhi standar dan syarat.
 Mempelajari kestabilan fisis meliputi kinetika kimia sediaan farmasi yang akan beredar di
pasaran  memastikan agar sediaan tersebut dapat bertahan lama dalam jangka waktu
tertentu, tanpa mengubah keefektifan efek zat tersebut.
APLIKASI ILMU FARMASI FISIK

 Penetapan waktu kadaluarsa berdasarkan hasil uji sediaan pada berbagai kondisi dalam
ilmu kinetika kimia.
 Pengukuran kadar zat aktif dengan menggunakan alat spektrofotometer.
 Pengujian partikel zat berupa ukuran partikel dalam pembuatan tablet.
SIFAT FISIKO-KIMIA OBAT
SIFAT FISIKA-KIMIA MOLEKUL OBAT

 Sifat fisika molekul obat seperti pH, pKa dan koefisien


partisi
 Sifat kimia berkaitan dengan reaksi-reaksi degradasi suatu
obat secara kimiawi memegang peranan penting dalam
mendesain metode analisis: hidrolisis dan oksidasi
 Gabungan beberapa gugus fungsional dalam satu molekul
obat akan menentukan keseluruhan sifat-sifat molekul obat
tersebut.
8
ASAM DAN BASA

Teori Asam Basa


- Arhenius Donor proton (H+) dalam air Donor hidroksida (OH-) dalam air

- Bronsted- Donor proton Akseptor proton


Lowry
Akseptor pasangan elektron Donor pasangan elektron
- Lewis

9
ASAM DAN BASA
TEORI ARRHENIUS

 Asam

HCl ----- H+ + Cl-


 Basa

NaOH ---- Na+ + OH-

Teori ini terbatas hanya untuk senyawa anorganik dalam pelarut air.
TEORI BRONSTED-LOWRY

 Asam: donor proton


CH3COOH H+ + CH3COO-
HCl H+ + Cl-
NH4+ H+ + NH3
H2PO4- H+ + PO42-
 Basa: akseptor proton
PH ASAM KUAT DAN BASA KUAT

 pH = -log H+

 pOH = - log OH-

 Contoh
Berapa pH larutan HCl 0,1 M?
Berapa pH larutan NaOH 0,1 M?
PH ASAM LEMAH DAN BASA LEMAH

 Asam lemah tidak terionisasi secara sempurna dan berada dalam


kesetimbangan dengan asam yang tidak terionisasi.
 Tetapan disosiasi asam (Ka)
Ka

HAH+ + A-

Ka = [H+][A-]
HA
PKA DAN KEKUATAN ASAM-BASA

• Reaksi suatu larutan tergantung pada tetapan disosiasi asam (Ka) dan tetapan disosiasi basa
(Kb).
• Suatu larutan bereaksi netral jika Ka = Kb, bereaksi asam jika Ka > Kb, dan bereaksi basa jika
Kb> Ka.
• Asam: semakin kecil nilai pKa maka asam tersebut semakin kuat, dan sebaliknya.
• Basa: semakin besar nilai pKa maka basa tersebut semakin kuat, dan sebaliknya

pKa = - log Ka = log (1 / Ka)


reaksi HA Ka
H+ + A maka Ka = [H+] [A-]
HA 15
PERSAMAAN HANDERSON-HASSELBALCH
 Dengan menggunakan persamaan Handerson-Haselbalch, dapat ditentukan tingkat
ionisasi asam asetat pada pH tertentu.
 Nilai pKa suatu molekul obat terkait dengan formulasi sediaan obat dan juga dalam
desain metode analisis untuk keperluan penentuan kadarnya (persentasi ionisasi
obat)
CONTOH SOAL

 Jika asam asetat (pKa=4,76) dalam larutan pH 4,76. Hitung derajat ionisasinya.

 Maka menurut persamaan Handerson-Hasselbalch


CH3COOH ------ CH3COO- + H+
pH = 4,76 + log (CH3COO-)/(CH3COOH)

 Dari persamaan untuk asam asetat ini, maka kita dapat menentukan derajat ionisasi asam asetat
pada pH tersebut, yaitu :
4,76 = 4,76 + log (CH3COO-)/(CH3COOH)
log (CH3COO-)/(CH3COOH) = 0
(CH3COO-)/(CH3COOH) = 100 = 1
LANJUTAN

 Dari persamaan tersebut diketahui bahwa asam asetat akan


mengalami ionisasi 50% pada pH 4,76, atau jumlah asam asetat
yang terionisasi sama dengan jumlah asam asetat yang tidak
terionisasi.
 Sehingga agar suatu senyawa masih dalam bentuk utuhnya maka
pH dari senyawa tersebut dibuat sedemikan rupa 2 unit dibawah
derajat pKa (untuk senyawa asam)
 Sedangkan untuk senyawa basa maka senyawa tersebut masih
dalam bentuk utuhnya (tidak terionisasi) bila pH nya 2 unit diatas
pKa
BUFFER

 Larutan buffer adalah larutan yang dapat mempertahankan nilai pH dari


pengaruh penambahan sedikit asam atau sedikit basa atau juga pengenceran.
 Buffer dapat dibuat dari asam/basa lemah dengan garam konjugatnya atau
asam/basa lemah dengan basa kuat
Contoh : natrium asetat dengan asam asetat
 Buffer digunakan untuk mempertahankan pH larutan dalam rentang yang sempit.
 Buffer digunakan dalam beberapa bidang dalam kimia analitik. Misalnya :
pembuatan fasa gerak pada sistem KCKT, dan ekstraksi obat dalam larutan air.
BUFFER

 Pada darah dan cairan ekstraselular sistem buffer bikarbonat (H2CO3  HCO3- + H+)
merupakan sistem buffer terpenting. Pada urin, ion amonia (NH3) dan amonium (NH4+)
berfungsi sebagai sistem buffer, dan pH intraselular diatur terutama oleh anion fosfat
( H2PO4-) dan protein.
 Range pH buffer adalah: pKa ± 1
 Larutan buffer yang sederhana dibuat dari campuran asam/basa lemah dengan basa atau
asam kuat.
Contoh: buffer Na-asetat/asetat yang dibuat: dengan menambahkan NaOH ke dalam larutan
asam asetat sampai pada pH yang diperlukan.
KOEFISIEN PARTISI

 Koefisien partisi menggambarkan rasio pendistribusian obat


kedalam pelarut sistem dua fase, yaitu pelarut organik dan air
 Pemahaman koefisien partisi (P) dan hubungannya dengan pH
bermanfaat dalam ekstraksi dan analisis senyawa obat.
 Semakin besar nilai P maka semakin banyak senyawa dalam
pelarut organik.
 Nilai P yang sering juga dinyatakan dengan nilai log P tergantung
pada pelarut organik tertentu yang digunakan untuk pengukuran.

21
KOEFISIEN PARTISI

 Beberapa pengukuran koefisien partisi dilakukan dengan menggunakan partisi air dan n-
oktanol.
 Nilai P = 10 berarti 10 bagian senyawa berada dalam lapisan organik dan 1 bagian
berada dalam lapisan air.
 Jika suatu senyawa, asam atau basa, mengalami ionisasi sebesar 50 % (pH = Pka) maka
koefisien partisinya setengah dari koefisien partisi obat-obat yang tidak mengalami
ionisasi
KOEFISIEN PARTISI

 Koefisien partisi (P) suatu obat dirumuskan sbb:


P = Co/Cw
Keterangan:
C0 = konsentrasi senyawa dalam fasa organik
Cw = konsentrasi senyawa dalam fasa air

 Semakin besar P maka senyawa tersebut lebih memiliki afinitas terhadap fasa
organik.

 Nilai P suatu senyawa tergantung pada sifat pelarut organik yang digunakan.

23
CONTOH SOAL

 Suatu senyawa netral memiliki koefisien partisi pada pelarut eter


dan air = 5. Berapa persentase senyawa yang akan terekstraksi
dalam eter dengan 10 ml air?
a. Jika 30 ml eter digunakan untuk mengekstraksi senyawa tsb
b. Jika ekstraksi dilakukan sebanyak 3 x @ 10 ml volume eter
digunakan
PENYELESAIAN

a. Koefisien partisi = 5 artinya di antara air dan sejumlah volume


eter yang sama, maka 5 bagian obat akan berada pada lapisan
eter dan 1 bagian ada dalam lapisan air.
b. Di mana ada 3 kali volume (30 ml) eter digunakan untuk satu
volume (10ml) air, maka distribusi akan menjadi 15 bagian obat
di lapisan eter dan 1 bagian pada lapisan air
LANJUTAN

a. Maka persentase yang terekstraksi dalam eter (eter:air = 30:10):


% = bag. yg terekstrak dlm eter x 100%
Total
= 15/16 x 100 %
= 93,75%
MASSA JENIS

 Massa jenis atau densitas atau rapatan adalah pengukuran massa


setiap satuan volume benda.
 Semakin tinggi massa jenis suatu benda, maka semakin besar pula
massa setiap volumenya.
 Massa jenis rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi
dengan total volumenya.
MASSA JENIS
 Kerapatan suatu zat disebut massa jenis, yang dilambangkan
dengan ρ (rho), yakni hasil bagi massa zat oleh volumenya. Hal ini
sesuai dengan sifat utama dari suatu zat, yakni massa dan volume.
 Massa jenis relatif didefinisikan sebagai nilai perbandingan massa
jenis bahan dengan massa jenis air. Massa jenis air diketahui yakni
1 g cm-3 atau 1.000 kg m-3.
CONTOH SOAL

 Sebuah balok dari bahan kuningan mempunyai panjang 8 cm, lebar


5 cm, dan tinggi 2,5 cm. Bila diketahui massa jenis balok kuningan
tersebut 8.400 kg/m3, berapa massa balok tersebut?
ROTASI OPTIK

 Rotasi optik adalah besar sudut pemutaran bidang polarisasi yang


terjadi jika sinar terpolarisasi dilewatkan melalui cairan kecuali
dinyatakan lain pengukuran dilakukan menggunakan sinar Na pada
lapisan cairan setebal 1 cm pada suhu 20°C
 Jika cahaya terpolarisasi bidang dilewatkan suatu larutan yang
mengandung enantiomer tunggal maka bidang polarisasi cahaya itu
diputar ke kiri atau ke kanan.
 Perputaran cahaya terpolarisasi disebut rotasi optik.
ROTASI OPTIK

 Suatu senyawa yang memutar bidang polarisasi suatu cahaya


terpolarisasi bidang dikatakan bersifat aktif optik.
 Faktor-faktor yang mempengaruhi rotasi optik adalah struktur molekul,
temperatur, kerapatan, konsentrasi dan panjang gelombang.
INDEKS BIAS

 Indeks bias suatu zat adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam


udara dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. indeks bias
berguna untuk ketakmurnian (Farmakope Indonesia Edisi IV).
 Penerapan indeks bias dimanfaatkan diberbagai bidang. Dalam
bidang farmasi misalnya, untuk mengetahui kadar dan konsentrasi
suatu sediaan.
INDEKS BIAS

 Di mana sin i adalah sinus sudut sinar datang dari cahaya dan sin r
adalah sudut sinar yang dibiaskan.
 Pada umumnya, pembilang diambil sebagai kecepatan cahaya di
udara, dan penyebut adalah bahan yang diselidiki.
KONSTANTA DIELEKTRIKUM

 Konstanta dielektrik adalah suatu besaran tanpa dimensi yang merupakan rasio antara
kapasitas elektrik medium (Cx) terhadap vakum (Cy).
 Konstanta ini melambangkan rapatnya fluks elektrostatik dalam suatu bahan bila diberi
potensial listrik . Konstanta dielektrik merupakan perbandingan energi listrik yang tersimpan
pada bahan tersebut jika diberi sebuah potensial, relatif terhadap vakum (ruang hampa).
 Dalam ilmu kimia, konstanta dielektrik dapat dijadikan pengukur relatif dari kepolaran suatu
pelarut. Misalnya air yang merupakan pelarut polar memiliki konstanta dielektrik 80,10 pada
20 °C sedangkan n-heksana (sangat non-polar] memiliki nilai 1,89 pada 20 °C
 Karena dapat kita ketahui bahwa zat yang memiliki konstanta dielektrik dengan nilai yang
tinggi merupakan zat yang bersifat polar. Sebaliknya, zat yang konstanta dielektriknya
rendah merupakan senyawa nonpolar.
KELARUTAN
HUBUNGAN SIFAT FISIKO-KIMIA UNTUK
PERTIMBANGAN RANCANG BANGUN PRODUK OBAT
TAHAP PENENTU KECEPATAN ABSORPSI OBAT

 For solid oral, immediate-release drug products (eg, tablets, capsules), the rate processes
include:
1. Disintegration of the drug product and subsequent release of the drug,
2. Dissolution of the drug in an aqueous environment,
3. Absorption across cell membranes into the systemic circulation
 The rate at which drug reaches the circulatory system is determined by the slowest step in
the sequence.
 The slowest step in a series of kinetic processes is called the rate-limiting step (tahap
penentu kecepatan)
TAHAP PENENTU KECEPATAN ABSORPSI OBAT

 Except for controlled-release products, disintegration of a solid oral drug product is usually
more rapid than drug dissolution and drug absorption
 For drugs that have very poor aqueous solubility, the rate at which the drug dissolves
(dissolution) is often the slowest step  rate-limiting effect on drug bioavailability
 In contrast, for a drug that has a high aqueous solubility, the dissolution rate is rapid, and
the rate at which the drug crosses or permeates cell membranes is the slowest or rate-
limiting step.
TAHAP PENENTU KECEPATAN ABSORPSI OBAT
SIFAT FISIKO-KIMIA UNTUK PERTIMBANGAN RANCANG
BANGUN PRODUK OBAT
KELARUTAN, PH, DAN ABSORPSI OBAT

 Merancang sediaan oral  mempertimbangkan bahwa sifat pH lingkungan cerna berbeda (mulut
hingga ke rektum)
 Site absorpsi utama sediaan oral:
 Lambung  asam
 Usus halus  sedikit basa
 Profil pH memberikan suatu perkiraan kasar dari kesempurnaan pelarutan suatu dosis obat dalam
saluran cerna.
 Contoh:
 Kelarutan aspirin dapat dinaikkan dengan penambahan dapar alkali.
 Dalam formulasi obat controlled release, bahan pendapar ditambahkan untuk memperlambat atau
memodifikasi laju pelepasan dari suatu pelarutan obat yang cepat
STABILITAS, PH, DAN ABSORPSI OBAT

 Profil pH stabilitas  gambaran tetapan laju reaksi peruraian obat vs pH


 Bahan baku dgn pelarutan yg lambat  produk obat akan mempunyai pelarutan yang
lambat
 Contoh:
 Eritromisin dalam media asam terurai dgn cepat, sedangkan pada pH netral/basa relative
stabil  disalut enterik
 Penyiapan garam eritromisin yg kurang larut air akan lebih stabil dalam lambung
UKURAN PARTIKEL DAN ABSORPSI OBAT

 Pengecilan ukuran partikel  luas permukaan efektif suatu meningkat sangat besar
 Ukuran partikel kecil  meningkatkan luas permukaannya  memperbesar penetrasi air ke
dalam partikel  makin cepat laju pelarutan
 Ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel penting untuk obat-obat yg kelarutannya dalam air
rendah
 Beberapa obat aktif dalam bentuk iv tetapi tidak aktif jika diberikan dalam bentuk po  absorpsi
sangat kecil
 Obat dengan kelarutan kecil yg diformulasi menjadi sediaan po  tambah disintegran/surfaktan
 Contoh:
 Griseofulvin, nitrofurantoin, dan beberapa steroida memiliki kelarutan rendah  pengecilan
ukuran partikel menjadi bentuk termikronisasi dapat memperbaiki absorpsinya
POLIMORFISME, SOLVAT, DAN ABSORPSI OBAT

 Polimorfisma: susunan obat dalam berbagai bentuk kistal atau polimorf


 Bentuk amorf: bentuk nonkristal
 Solvat: bentuk yg mengandung pelarut (solven) dan air (hidrat)
 Desolvat: bentuk yang dibuat melalui penghilangan pelarut dari solvat
 Polimorf mempunyai struktur kimia yg sama tetapi berbeda sifat fisiknya (kelarutan,
densitas, kekerasan, dan karakteristik kempa)
 Beberapa Kristal polimorf dapat mempunyai kelarutan dalam air yang lebih kecil daripada
bentuk amorf  absorpsi menjadi tidak sempurna
UKURAN PARTIKEL DAN ABSORPSI OBAT

 Bentuk kristal dengan energi bebas terendah merupakan polimorf paling stabil
 Beberapa polimorf adalah bentuk metastabil dan dapat berubah menjadi bentuk yg lebih
stabil setelah beberapa waktu
 Pada umumnya bentuk amorf melarut (bentuk nonkristalin) melarut lebih cepat dibanding
bentuk kristalnya.
 Perubahan dalam bentuk kristal dapat menimbulkan persoalan fabrikasi produk
UKURAN PARTIKEL DAN ABSORPSI OBAT
 Contoh:
 Kloramfenikol memiliki beberapa bentuk kristal, dan bila diberikan secara oral sebagai suatu suspense,
maka konsentrasi obat dalam tubuh bergantung pada persen polimorf beta dalam suspensi. Bentuk beta
lebih mudah larut dan diabsorpsi lebih baik
UKURAN PARTIKEL DAN ABSORPSI OBAT
 Contoh:
 Eritromisin hidrat yang mempunyai kelarutan yang cukup berbeda dibandingkan dengan bentuk obat
anhidrat
PEMBAGIAN SENYAWA OBAT
NETRAL

SENYAWA ASAM
ANORGANIK
BASA
GARAM
BAHAN ANORGANIK
OBAT
ASAM LEMAH

SENYAWA MOLEKUL NETRAL


ORGANIK
GARAM ORGANIK
49
BASA LEMAH
ASAM LEMAH

 Biasanya sukar larut dalam air


 Mudah larut dalam pelarut organik (eter, kloroform, heksan, etanol)
 Contoh : asam salisilat, asam benzoat, asam asetilsalisilat (asetosal)

Asam benzoat
Asam asetilsalisilat 50
BASA LEMAH
 Sukar larut dalam air
 Larut dalam pelarut organik (eter, kloroform, heksan, etanol)
 Contoh : alkaloida (kinin, kodein, morfine, papaverin), antihistamin
(CTM, prometazin)

papaverin
prometazine 51
GARAM ORGANIK
 Larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik
 Contoh : C6H5COONa, Na benzoat, Tiamin HCl, Codein HCl, Papaverin HCl,
Na salisilat, Tetrasiklin HCl, Morfine HCl, Piridoksin HCl.

Na benzoat

Tiamin HCl
52

Na Salisilat
MOLEKUL NETRAL
 Umumnya sukar larut dalam air
 Contoh : kloramfenikol, parasetamol.

paracetamol

53
PROFIL FISIKO-KIMIA MOLEKUL OBAT

Parasetamol Aspirin
 Obat analgetika antipiretika dengan gugus  Obat analgetika-antipiretika
amida  Gugus asam karboksilat (asam lemah, pKa 3,5),
ester fenolik (tidak stabil)
 Gugus amida (netral), gugus hidroksi fenolik
 Koefisien partisi yang tidak terionisasi pada pH
(asam sangat lemah, pKa 9,5) asam P = ± 631 (oktanol/air)
 Hampir semua amida lebih stabil terhadap  Dapat mengalami hidrolisis ester dengan cepat
hidrolisis dibandingkan ester dan laktam oleh OH-

54
PROFIL FISIKO-KIMIA MOLEKUL OBAT

5-fluoro urasil Sulfadiazin


 Obat antikanker  Obat antibakteri

 Gugus ureida nitrogen A (asam, pKa  Gugus cincin diazin (basa sangat lemah, pKa 2),
7,0), gugus ureida nitrogen B (asam gugus nitrogen sulfonamid (asam lemah, pKa
6,5), gugus amin aromatis (basa lemah, pKa < 2)
sangat lemah, pKa 13,00)
 Koofesien partisi dalam bentuk tak terionisasi P
 Koofesien partisi dalam bentuk tak = ± 0,55 (oktanol/air)
terionisasi P = ± 0,13 (oktanol/air)
 Molekul cukup stabil

55
PROFIL FISIKO-KIMIA MOLEKUL OBAT

Isoprenalin Prednisolon
• Obat simpatomimetik  Obat kortikosteroid
• Gugus amin sekunder(basa, pKa 8,6),  Gugus keton(netral), gugus alkohol primer,
gugus benzil alkohol (netral), gugus sekunder, tersier (netral)
katekol (asam lemah, pKa 10-12)  Koofesien partisi dalam P = ± 70
(oktanol/air), tidak mengalami ionisasi.
• Koofesien partisi dalam bentuk tak
terionisasi sangat mudah larut dalam air  Reaksi eliminasi karena pengaruh panas pada
ester berlangsung secara cepat.
• Molekul mudah dioksidasi paparan
sinar/udara

56
TERIMA KASIH
ANY QUESTION????

Anda mungkin juga menyukai