Anda di halaman 1dari 31

BPH

DEFINISI
BPH

adalah pertumbuhan
berlebihan dari sel-sel
prostat yang tidak ganas.
Pembesaran prostat jinak
diakibatkan sel-sel prostat
memperbanyak diri
melebihi kondisi normal,
biasanya dialami laki-laki
berusia di atas 50 tahun
yang menyumbat saluran
kemih.
NORMAL TIDAK NORMAL
 Angka kejadian BPH di Indonesia yang pasti belum
pernah diteliti.
 Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya
semakin meningkat, diperkirakan sekitar 5% atau kira-
kira 5 juta pria di Indonesia berusia 60 tahun atau lebih
dan 2,5 juta pria diantaranya menderita gejala saluran
kemih bagian bawah (Lower Urinary Tract
Symptoms/LUTS) akibat BPH.
 Prevalensi BPH yang bergejala pada pria berusia 40-49
tahun mencapai hampir 15%, usia 50-59 tahun
prevalensinya mencapai hampir 25%, dan pada usia 60
tahun mencapai angka sekitar 43%.
ETIOLOGI

Umur
Pria berumur lebih dari 50 tahun,
kemungkinannya memiliki BPH adalah 50%.
Ketika berusia 80–85 tahun, kemungkinan
itu meningkat menjadi 90%.

Faktor Hormonal
Testosteron –> hormon pada pria.
Beberapa penelitian menyebutkan karena
adanya peningkatan kadar testosteron pada pria
(namun belum dibuktikan secara ilmiah) .
PATOFISIOLOGI

Kelenjar Prostat terdiri Mekanisme BPH secara umum


dari atas 3 jaringan : patofisiologi penyebab hasil dari faktor statik
BPH secara jelas (pelebaran prostat
• Epitel atau secara berangsur-
glandular, stromal belum diketahui
dengan pasti. angsur) dan faktor
atau otot polos, dan dinamik (pemaparan
kapsul. Namun diduga terhadap agen atau
• Jaringan stromal intaprostatik kondisi yang
dan kapsul dihidrosteron (DHT) menyebabkan
ditempeli dengan dan 5α- reduktase tipe konstriksi otot polos
reseptor adrenergik II ikut terlibat. kelenjar.)
α1.
TANDA DAN GEJALA

 Sering kencing Tanda klinis terpenting BPH


 Sulit kencing adalah ditemukannya
 Nyeri saat berkemih pembesaran konsistensi
 Urin berdarah kenyal pada pemeriksaan
 Nyeri saat ejakulasi colok dubur/ digital rectal
 Cairan ejakulasi examination (DRE). Apabila
berdarah teraba indurasi atau terdapat
 Gangguan ereksi bagian yang teraba keras,
 Nyeri pinggul atau perlu dipikirkan kemungkinan
punggung prostat stadium 1 dan 2.
Manifestasi Klinis
Dapat dibagi ke dalam dua kategori :

Obstruktif :
terjadi ketika faktor Iritatif :
dinamik dan atau hasil dari obstruksi
faktor statik yang sudah berjalan
mengurangi lama pada leher
pengosongan kandung kemih.
kandung kemih.
Derajat BPH, Dibedakan menjadi 4 Stadium :

 Stadium 1 :
Obstruktif tetapi kandung kemih masih
mengeluarkan urin sampai habis.

 Stadium 2 : masih tersisa urin 60-150 cc.

 Stadium 3 : setiap BAK urin tersisa kira-kira 150 cc.

 Stadium 4 :
retensi urin total, buli-buli penuh pasien tampak
kesakitan urin menetes secara periodik.
Diagnosis

Anamnesis
- Laki-laki usia diatas 50 thn
- Gejala Lower Urinary Tract Syndrome
- Riwayat keluarga
- Score International Prostate Symptoms Syndrome dan Quality of Life
International Prostate
Symptoms Syndrome
• Pertanyaan: • Score 0-5 (dalam sebulan)
- Berkemih tidak lampias? - 0 = tidak sama sekali
- Sering berkemih? - 1 = <20%
- Berkemih terputus-putus? - 2 = <50%
- Tidak dapat menunda - 3 = =50%
berkemih? - 4 = >50%
- Pancaran urin lemah? - 5 = hampir selalu
- Berkemih di malam hari? • Total score:
- 0-7 = ringan
- 8-19 = sedang
- 20-35 = berat
Diagnosis

Px Fisik
- Status Urologis
Vesica Urinaria & CVA, melihat volume urin.
- Rectal Toucher
u/ membendakan BPH dengan Ca, pada BPH didapatkan Prostat
kenyal dan permukaan licin. Mengetahui adanya perbesaran
prostat.
Diagnosis

Px Penunjang
- Urinalisa
- Darah
PSA (Prostate Specific Antigen)
N = < 4ng/L
- Ultrasonografi
TAUS : sisa residu urin pasca miksi, panjang protrusi prostat ke buli-
buli
TRUS : kemungkinan Ca dengan adanya daerah Hiper/Hipoekoik,
sbg penunjuk u/ biopsi
Kategori Keparahan Penyakit BPH
Berdasarkan Gejala dan Tanda (WHO)
Keparahan Skor gejala AUA Gejala khas dan tanda-tanda
penyakit (Asosiasi Urologis
Amerika)
Ringan ≤7 • Asimtomatik (tanpa gejala)
• Kecepatan urinari puncak < 10 mL/s
• Volume urine residual setelah
pengosongan 25-50 mL
• Peningkatan BUN dan kreatinin
serum
Sedang 8-19 Semua tanda di atas ditambah
obstruktif penghilangan gejala dan
iritatif penghilangan gejala (tanda dari
detrusor yang tidak stabil)
Parah ≥ 20 Semua hal di atas ditambah satu atau
lebih komplikasi BPH
TERAPI BPH

Non
Farmakologi
Farmakologi
Terapi Farmakologi

Jika gejala ringan  maka pasien cukup dilakukan


watchful waiting (perubahan gaya hidup).
Jika gejala sedang  maka pasien diberikan obat
tunggal antagonis α adrenergik atau inhibitor 5α-
reductase.
Jika keparahan berlanjut  maka obat yang
diberikan bisa dalam bentuk kombinasi keduanya.
Jika gejala parah dan komplikasi BPH, dilakukan
pembedahan.
Algoritma manajemen terapi BPH
BPH

Menghilangkan gejala Menghilangkan gejala Menghilangkan gejala parah


ringan sedang dan komplikasi BPH

Watchful Operasi
waiting
α-adrenergik α-adrenergik
antagonis atau antagonis dan 5-α
5-α Reductace
Reductace inhibitor inhibitor

Jika respon Jika respon tidak Jika respon Jika respon tidak
berlanjut berlanjut, berlanjut berlanjut, operasi
operasi
antagonis α adrenergik

• Mekanisme kerja : memblok reseptor adrenergik α 1 sehingga


mengurangi faktor dinamis pada BPH dan akhirnya berefek relaksasi
pada otot polos prostat.
inhibitor 5α- reductase

• Mekanisme kerja dari obat ini adalah mengurangi volume prostat


dengan menurunkan kadar hormon testosteron.
• 5α-reduktase inhibitor digunakan jika pasien tidak dapat mentolerir
efek samping dari alfa blocker.
Terapi Non Farmakologi
 Pembatasan Minuman Berkafein
 Tidak mengkonsumsi alkohol
 Pemantauan beberapa obat seperti diuretik,
dekongestan, antihistamin, antidepresan
 Diet rendah lemak
 Meningkatkan asupan buah-buahan dan
sayuran
 Latihan fisik secara teratur
 Tidak merokok
1. Golongan Antagonis α-adrenergik
(Penurun Faktor Dinamik)

Prazosin Terazosin Doksazosin Tamsulosin


PRAZOSIS
 Mekanisme kerja obat
Memblok reseptor α1-adernergic didalam jaringan stromal prostatic (prazosin,
terazosin, doksazosin) dan memblok reseptor α1A didalam prostat
(tamsulosin).
 Dosis : 2 mg 2x sehari.
 Indikasi : retensi urin, gagal jantung, anti hipertensi dan penyakit vascular.
 Kontraindikasi : hipotensi ortostatik
 Peringatan
dosis pertama menyebabkan kolaps karena hipotensi (oleh karena itu harus
istirahat ditempat tidur), usia lanjut dosis mula – mula dikurangi pada gagal
ginjal.
 Interaksi
penghambat ACE : meningkatkan efek hipotensi. Alkohol : meningkatkan efek
hipotensif, meningkatkan efek sedative dari indoramin.
 Efek Samping
hipotensi, sedasi, pusing, kantuk, lemah, lesu, depresi, sakit kepala, mulut
kering, mual, sering berkemih, takikardia, palpitasi.
TERAZOSIN
 Mekanisme Kerja :
memblok α1 dengan efek minimal pada α2; hal ini mengakibatkan
penghambatan postsynaptic peripher, dengan akibat menurunkan arterial
tone. Terazosin merelaksasi otot halus pada leher kandung urin, sehingga
menurunkan obstruksi kandung urin.
 Dosis : 5 atau 10 mg / hari.
 Efek samping
Mengantuk, sering urinasi, peningkatan berat badan, dyspnoea (gangguan
pernafasan), penurunan libido.
 Interaksi Obat
Meningkatkan efek/toksisitas : Efek hipotensi terazosin ditingkatkan oleh
beta-blocker, diuretik, inhibitor ACE.
 Peringatan
Dosis pertama dapat menyebabkan kolaps karena hipotensi (dalam 30-90
menit, sehingga harus diminum sebelum tidur) .
 Informasi Pasien
Digunakan tidak bersama makanan, pada waktu yang sama setiap hari. Obat
ini dapat menyebabkan mengantuk dan pusing.
DOKSAZOSIN

 Mekanisme Kerja
antagonis adrenergic alfa-1 perifer mendilatasi arteri atau vena.

 Indikasi
hipertensi , BPH.

 Kontraindikasi
hypersensitive.

 Efek samping
hipotensi postural, sakit kepala, kelelahan, vertigo dan edema.

 Dosis : 1 mg sehari,
TAMSULOSIN
 Mekanisme kerja :
menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT) dari
testosteron, yang dikatalisis oleh enzim 5-redukstase di
dalam sel-sel prostat.

 Dosis : 0,2-0,4 mg 1 x/hr.

 Efek samping :
Pusing, sakit kepala, gelisah, hipotensi ortostatik,
takikardi, palpitasi, obstruksi nasal.

 Interaksi obat :
Antihipertensi, sildenafil sitrat, vardenafil HCl.
Lanjutan…

 Peringatan :
Hipotensi ortostatik, Gangguan fungsi hati, gangguan fungsi
ginjal ringan s/d sedang. Dapat mengganggu kemampuan
mengemudi kendaraan bermotor atau menjalankan mesin.

 Indikasi :
Gangguan miksi pada hiperplasia prostat jinak.

 Kontraindikasi
Gangguan fungsi ginjal, insufisiensi hati berat. Pemberian
bersama dengan vardenafil HCl.
GOLONGAN OBAT
2. Golongan Agonis dan Antagonis Hormon (Penurun Faktor Statik)

Nafarelin Megestrol
Finasterid Flutamid
Asetat asetat
FINASTERID

 Mekanisme Kerja Obat :


Memblok enzim 5 reduktase steroid tipe II, sebuah enzim intraselular yang
mengubah testosterone menjadi androgen 5-Dihidrotestosteron (DHT).

 Dosis : 1-5 mg/hari.

 Efek samping :
Impotensi, Libido dan volume ejakulat menurun, nyeri dan tegang payudara.

 Interaksi obat : Tidak ada interaksi penting yang dilaporkan.

 Peringatan
Obstruksi kemih, kanker prostat, menggunakan kondom bila pasangan
seksual sedang hamil atau diharapkan hamil.

 Indikasi : Hiperplasia prostat ringan.


FLUTAMID
 Mekanisme Kerja Obat
Memblok dihidrotestosteron pada reseptor intraselularnya.

 Indikasi : Tumour flase pada terapi kanker prostat dengan


gonadorelin.

 Peringatan : Penyakit jantung (retensi Na dan edema); pantau


fungsi hati (hepatotoksik).

 Interaksi obat : Antikoagulan : efek warfarin ditingkatkan.

 Efek samping : Ginekomastia (kadang disertai galaktorea), mual,


muntah, diare, nafsu makan naik, insomnia, libido menurun.
NAFARELIN ASETAT
 Mekanisme Kerja Obat : Memblok pituitary mengeluarkan
hormon luteinizing.

 Indikasi : Endometriosis, pubertas dini.

 Peringatan
Diagnosis yang tepat untuk pubertas dini (pada anak-anak)
sebelum terapi dimulai,hipersensitivitas, karsiogenesis.

 Interaksi Obat : Tidak ada interaksi penting yang dilaporkan.

 Efek Samping
libido dan volume ejakulat menurun, sakit kepala, terasa panas,
emosi labil, insomnia.
MEGESTEROL ASETAT
 Mekanisme Kerja Obat
Memblok pituitary mengeluarkan hormon Iuteinizing dan memblok reseptor
androgen.

 Indikasi : Kanker payudarah, kanker endometrium.

 Kontraindikasi : gangguan fungsi ginjal hepatitis kronis aktif, penyakit


vaskular.

 Peringatan : Diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung atau ginjal.

 Interaksi Obat
Antibakteri : metabolisme dipercepat oleh Rifampisin (mengurangi khasiat).
Antagonis hormon : aminogluetetimid menurunkan kadar plasma
mendoksiprogesteron.

 Efek Samping
Nausea, retensi cairan, dan pertambahan berat badan, perubahan libido.

Anda mungkin juga menyukai