Anda di halaman 1dari 14

Paliative Care

Landasan Hukum perawatan paliatif di Indonesia


.

• Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor : 812/Menkes/SK/VII/2007 tentang Kebijakan


Perawatan Paliatif.
• Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992
Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
• Undang-undang Nomor 29 tahun 2004, tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Tahun
2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4431);
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 159b/Menkes/Per/II/1988 tentang
Rumah Sakit;
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 585/Menkes/Per/IX/1989 tentang
Persetujuan Tindakan Medik;
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1045/Menkes/Per/XI/2006
tentang Pedoman Organisasi RS di Lingkungan Departemen Kesehatan;
• Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 0588/YM/RSKS/SK/VI/1992 tentang Proyek Panduan
Pelaksanaan Paliatif dan Bebas Nyeri Kanker;
• Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Nomor 319/PB/A.4/88 tentang
Informed Consent;
• Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Nomor 336/PB/A.4/88 tentang
MATI.
Perkembangan perawatan
paliatif di Indonesia
Rumah sakit yang pertama kali memberikan
pelayanan paliatif

Di Indonesia perawatan paliatif baru dimulai pada tanggal 19 Februari 1992 di Rumah Sakit Dr
Soetomo (Surabaya), disusul Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo (Jakarta), Rumah Sakit Kanker
Dharmais (Jakarta), Rumah Sakit Wahidin Sudiro Kusodo (Makasar), Rumah Sakit dr.Sardjito
(Yogyakarta), dan Rumah Sakit Sanglah (Denpasar).
Di rumah Sakit dr.Soetomo perawatan paliatif dilakukan oleh pusat pengembangan paliatif dan
bebas nyeri. Pelayanan yang diberikan meliputi : rawat jalan, rawat inap (konsultatif), rawat
rumah, day care, dan respite care. Sekelompok dokter di Rumah sakit Dr Sutomo, Surabaya,
membentuk kelompok perawatan paliatif dan pengontrolan nyeri kanker pada tahun 1990 yang
selanjutnya kelompok tersebut menjadi Tim perawatan paliatif pertama di Indonesia. Saat ini
kelompok tersebut dikenal dengan nama Pusat pengembangan paliatif dan bebas nyeri, Pada bulan
Februari 1992, secara resmi pelayanan perawatan paliatif di mulai di Rumah sakit Dr Sutomo,
Surabaya.
Jenis-jenis pelayanan paliatif di Indonesia

Penatalaksanaan nyeri
Penatalaksanaan keluhan fisik lain
Asuhan keperawatan
Dukungan psikologis
Dukungan sosial
Dukungan kultural dan spiritual
Dukungan persiapan dan selama masa duka cita (bereavement)
Tantangan dalam penerapan perawatan
paliatif di Indonesia

1. Saat ini, layanan perawatan paliatif hanya tersedia di kota-kota besar. Tantangan dalam
mengembangkan perawatan paliatif di Indonesia dapat dikaitkan dengan kebijakan
pemerintah, kurangnya pendidikan perawatan paliatif, perilaku profesional perawatan
kesehatan, dan kondisi sosial umum di negara ini.
2. Kebijakan yang dibuat pemerintah tentang perawatan paliatif belum sepenuhnya
diimplementasikan dalam sistem perawatan kesehatan karena tidak adanya pedoman dan
standar perawatan paliatif, sistem rujukan yang tepat, dan pendanaan yang cukup.
3. Dari profesional perawatan kesehatan. Perawatan paliatif adalah dianggap sebagai pilihan
hanya ketika perawatan aktif tidak lagi berlanjut. Masalah psikologis, kesulitan sosial, dan
aspek spiritual tidak dianggap sebagai bagian layanan medis di akhir kehidupan.
Jumlah rumah sakit yang sudah memberikan pelayanan
paliatif di Indonesia hingga tahun 2019 SLIDE 7

Sampai tahun 2018 ini baru di lima kota besar yaitu : Jakarta, Surabaya,
Denpasar, Makassar, dan Yogyakarta, rumah sakit yang menyediakan
perawatan paliatif diantaranya RS. Dr. Soetomo Surabaya , RS . Dr .
Moewardi Solo , RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dan RS kanker Dharmais
Jakarta RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung.
Perkembangan perawatan
paliatif di Australia
Australia merupakan negara yang sangat besar dengan populasi yang relatif kecil
dan beragam sehingga perawatan paliatif di Australia diberikan dengan cara
yang berbeda tergantung pada lokasi geografis dan sumber daya yang ada.

Layanan perawatan paliatif mencakup konsultasi ke rumah sakit besar dengan


atau tanpa tempat perawatan paliatif khusus atau layanan perawatan
paliatif mandiri yang menyediakan perawatan berbasis masyarakat, dan
konsultasi untuk praktik umum, tempat perawatan paliatif, atau kombinasi.

Pasien Australia menerima perawatan paliatif berdasarkan kebutuhan, bukan


dari prognosis. Hal ini dilakukan setelah dipastikan bahwa pasien dengan
penyakit terminal harus diberikan tingkat perawatan yang mereka butuhkan.
Pasien dapat berpindah antar layanan tergantung pada kompleksitas kebutuhan mereka
melalui layanan yang sesuai dengan ukuran populasi. Layanan yang lebih kecil
mengembangkan hubungan dengan layanan yang lebih besar yang memberikan saran dan
menerima rujukan pasien dengan kebutuhan yang lebih kompleks. Alat penilaian kebutuhan
untuk perawatan paliatif (NAT-PC) dikembangkan untuk membantu praktisi dalam layanan
dan dalam pengaturan perawatan paliatif non-spesialis menilai sejauh mana kebutuhan
pasien dan keluarga terpenuhi.

Perawatan paliatif disediakan hampir disemua layanan kesehatan yang ada, termasuk unit
neonatal, layanan pediatrik, praktik umum, rumah sakit akut, layanan perawatan lansia
perumahan dan komunitas, dan layanan komunitas generalis. Layanan perawatan paliatif
spesialis beroperasi dari berbagai pengaturan, termasuk layanan konsultasi rawat inap
spesialis, pengaturan rawat inap spesialis, hospis dan layanan spesialis berbasis
masyarakat.
Tim medis di Australia berusaha memenuhi
keinginan terakhir pasiennya. Mereka
membawa seorang wanita untuk melihat
pantai.
Evidence Based Nursing
Palliative care for people with heart failure: summary of current evidence and future direction.
Yaitu : Evidence based tentang perawatan paliatif pada pasien gagal jantung, dengan teknik memberikan penjelasan
tentang prognsis penyakit pasien saat ini, membantu mengambil keputusan, mengoptimalkan manajemen jantung,
meminimalkan efek samping dari terapi medis dan menerapkan langkah-langkah pengendalian gejala gagal jantung.
Seperti obat-obatan yang digunakan untuk mengurangi gejala, Keputusan untuk mengurangi dosis atau menghentikan
obat, dan pertimbangan penonaktifan perangkat ICD atau CRTD pada kasus gagal jantung tahap akhir dan terminal.
Dengan teknik ini, pasien terbukti lebih merasa nyaman, dan tenang tentang kondisi yang ia alami saat ini, dibandingkan
dengan dokter harus menyembunyikan prognosis yang buruk dan jalannya gagal jantung progresif yang tidak dapat
diprediksi termasuk risiko kematian mendadak, karena takut menyebabkan alarm dini dan menghancurkan harapan pasien.
That’s all. Thank you very much! 

Anda mungkin juga menyukai