Delirium
Kelompok Tutorial 1
DOA MULAI BELAJAR
الر ِح ِمم
الر ْحم ِن ه
َّللا ه
س ِم ه ِ
ِب ْ
DOA BELAJAR
(Deandra)
- Skizofrenia
(Noorlita)
- Skizofrenia paranoid
(Salsabila)
Diagnosis :
Delirium gangguan kesadaran, perubahan atensi & kognisi, disorientasi, berlangsung singkat dan fluktuasi, ada pemeriksaan fisik.
DSM IV-TR dan assessment untuk menentukan delirium.
Elvira, Sylvia D., Hadisukanto, Gitayanti. 2017. Buku Ajar Psikiatri. Ed 3. FK UI : Jakarta
Gejala Klinis
Gambaran utama : kesadaran berkabut tentang lingkungan
Gejala secara umum :
1. Onset akut diawali dengan perubahan pola tidur
2. Kelelahan yang sulit dijelaskan
3. Mood yang berfluktuasi
4. Fobia terhadap tidur
5. Gelisah
6. Cemas
7. Mimpi buruk yang sering muncul
Elvira, Sylvia D., Hadisukanto, Gitayanti. 2017. Buku Ajar Psikiatri. Ed 3. FK UI : Jakarta
1. Prodormal : mengeluh kelelahan, cemas
2. Gangguan kesadaran : kesadaran berkabut
3. Kewaspadaan : hiperaktivitas (berkeringat, takikardia, nausea) dan
hipoaktivitas (depresi)
4. Gangguan pemusatan perhatian : kesulitan mempertahankan, memusatkan dan
mengalihkan perhatian
5. Orientasi : orientasi waktu (ringan) dan orientasi tempat dan orang
(berat)
6. Bahasa dan Kognitif : terjadi inkoherensi
7. Persepsi : halusinasi visual dan auditorik, ilusi
8. Mood : marah, mengamuk, ketakutan tidak beralasan
9. Gangguan tidur bangun : sundowning
10. Gangguan neurologi : disfasia, tremor, asteriksis
Elvira, Sylvia D., Hadisukanto, Gitayanti. 2017. Buku Ajar Psikiatri. Ed 3. FK UI : Jakarta
Patofisiologi Derilium
1. Neuroinflamasi
Inflamasi perifer (akibat infeksi, operasi, atau trauma) dapat menginduksi sel
parenkim otak untuk melepaskan sitokin inflamasi. Akibatnya, terjadi disfungsi neuron
dan sinaps. Pada pasien delirium, ditemukan peningkatan kadar CRP, IL-6, TNF-α, IL-1RA,
IL-10, dan IL-8.
2. Stres Oksidatif
Distres pada tubuh (misalnya: infeksi, sakit berat, atau kerusakan jaringan) akan
meningkatkan konsumsi oksigen sehingga ketersediaan oksigen dalam darah menurun.
Tubuh melakukan kompensasi dengan menurunkan metabolisme oksidatif di otak.
Akibatnya, terjadi disfungsi otak yang menimbulkan gejala delirium. Kondisi ini juga
memicu terbentuknya oksigen dan nitrogen reaktif yang memperparah kerusakan
jaringan otak. Kerusakan ini bersifat menetap dan menyebabkan komplikasi berupa
penurunan kognitif permanen.
3. Perubahan Neurotransmiter
Ketidakseimbangan neurotransmiter, terutama asetilkolin dan dopamin.
Asetilkolin
Kadar asetilkolin ditemukan menurun pada pasien delirium. Kadar ini
kembali normal setelah pasien tidak lagi delirium. Selain itu, obat-obatan
antikolinergik (penghambat asetilkolin) terbukti dapat menyebabkan delirium.
Dopamin
Dopamin dan asetilkolin memiliki hubungan resiprokal (berlawanan).
Terjadi peningkatan kadar dopamin pada delirium. Pemberian obat golongan
penghambat dopamin juga dapat mengurangi gejala delirium.
Neurotransmiter Lain
Serotonin meningkat pada ensefalopati hepatik dan delirium septik.
Agonis serotonin (obat golongan halusinogen) juga dapat menyebabkan delirium
Disregulasi Diurnal
Gangguan siklus sirkadian dapat memengaruhi kualitas dan fisiologi
tidur. Kekurangan tidur dapat memicu munculnya delirium, defisit memori,
dan psikosis.
Melatonin adalah hormon pengatur siklus sirkadian. Suatu studi
menunjukkan adanya hubungan antara kadar melatonin yang rendah dan
kejadian delirium. Studi lain mengatakan bahwa pemberian melatonin
eksogen pada pasien rawat inap mengurangi insiden delirium.
Terapi Derilium
•MRS
Farmakologi
•Antipsikotik inj Haloperidol 2x0,5 mg IV, ulang 3-4 jam
•Benzodeazepin inj Lorazepam 2x0,2 mg IV bolus pelan
•EPS inj Dipenhidramin 10 mg IM
•Antibiotic kloramfenikol
•Demam masih ada paracetamol 3x500 mg
Non farmakologi
•Ruangan cukup cahaya, tenang, harus ditunggu keluarga yg dikenal oleh px
•Reorientasi (kalender ,jam,identitas px)
Demensia
Definisi Demensia
Demensia adalah sebuah sindrom yang berkaitan dengan penurunan
kemampuan fungsi otak, seperti berkurangnya daya ingat, menurunnya
kemampuan berpikir, memahami sesuatu, melakukan pertimbangan, dan
memahami bahasa, serta menurunnya kecerdasan mental. Sindrom ini
umumnya menyerang orang-orang lansia yang berusia di atas 65 tahun.
Etiologi Demensia
Neurodegenerative Non-neurodegenerative
• Alzheimer disease • Defisiensi vitamin
• Dementia with Lewy bodies • Hipotiroidisme
• Vascular dementia • Hidrosefalus tekanan normal
• Frontotemporal lobar degeneration • Penyalahgunaan alkohol kronis
• Parkinson disease • Disfungsi kognitif terkait kemoterapi
• Infeksi
• Massa intrakranial
• Cedera otak traumatis
• Psychiatric illness
Gale, S. A., Acar, D., & Daffner, K. R. (2018). Dementia. The American Journal of Medicine, Vol 131, No 10, October, 1161-1169.
Gejala Klinis Demensia
•Gangguan Memori
•Orientasi
•Afasia
•Apraksia
•Agnosia
•Gejala psikotik
•Perubahan kepribadian
Gale, S. A., Acar, D., & Daffner, K. R. (2018). Dementia. The American Journal of Medicine, Vol 131, No 10,
October, 1161-1169.
Patogenesis AD
Possible mechanisms Vascular Dementia
Vascular risk factors
Hypertension, hypercholesterolaemia,
diabetes mellitus, atherosclerosis,
hyperhomocystemia, ApoE 4 Vessel wall pathology
Hypoperfusion
Ischaemia
•Pada kasus demensia vascular terapi yang utama ditujakan pada FR terjadinya
stroke thrombosis atau aterosklerosis sebagai dasar pencegahan, atau pengobatan.
Terapi yang dapat diberikan :
•Manitol : menurunkan edema otak
•Pentoksifilin : memperbaiki viskositas darah
•Aspirin : anti-trombotik
Biasanya gejala dan perilaku terlihat pada pengguna dalam keadaan adiksi dan dalam
keadaan putus penggunaan.
GMP akibat intoksikasi zat bermula dari respon individu terhadap zat
yang digunakan, berikut tahapannya :
1. Coba-coba
2. Situasional atau bersenang-senang
3. Rekreasional atau instrumental
4. Habituasi
5. Tahap adiksi
Etiologi
Jenis zat yang dapat menyebabkan sifat adiksi dan GMP akibat intoksikasi zat
antara lain :
1. Alkohol
2. Opioid
3. Ganja
4. Kokain
5. Amfetamin
6. Benzodiazepin
7. Etc.
Substance Induced Mental
Disorder
(Intoksikasi Zat)
Terapi
1. Detox
2. Monitoring
3. Maintaining patient’s abstinent to addictive substance
4. Tapering over the medication
5. Family and group intervention
6. Safe housing
LO 2 – Skizofrenia
DEFINISI - Schizophrenia
Schizophrenia is a serious mental disorder that affects how a
person thinks, feels, and behaves. People with schizophrenia
may seem like they have lost touch with reality. They may hear
voices other people don’t hear. They may think other people are
trying to hurt them. Sometimes they don’t make any sense when
they talk
Sumber : Maramis W.F , Maramis A.A. 2012. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya. Airlangga University
Press (AUP).
PATOFISIOLOGI Skizofrenia
Patofisiologi dasar skizofrenia tetap tidak jelas
Studi farmakologis menunjukkan sistem neurotransmitter yang mungkin
terlibat
Studi pencitraan menunjukkan daerah otak yang mungkin terlibat
Sumber : Kaplan & Sadock’s. 2009. Comprehensive Textbook of Psychiatry. 9th edition. Lippincott Williams & Wilkins.
Teori Neurotransmitter
Dopamin : diperkirakan bahwa aktivitas hyperdopaminergic
mungkin bertanggung jawab atas gejala positif pada
skizofrenia.
γ -Aminobutyric Acid (GABA)
Asetil Kolin
Sumber : Kaplan & Sadock’s. 2009. Comprehensive Textbook of Psychiatry. 9th edition. Lippincott Williams & Wilkins.
KLASIFIKASI SKIZOFRENIA
1. Skizofrenia Paranoid
2. Skizofrenia Hebefrenik
3. Skizofrenia Katatonik
4. Skizofrenia Undifrensiasi
5. Post-schizophrenic depression
6. Residual schizophrenia
7. Simple schizophrenia
NAME DEFINITION
1. Skizofrenia Paranoid Paranoid schizophrenia is dominated by relatively stable, often paranoid delusions,
usually accompanied by hallucinations, particularly of the auditory variety, and
perceptual disturbances. Disturbances of affect, volition and speech, and catatonic
symptoms, are either absent or relatively inconspicuous.
2. Skizofrenia Hebefrenik A form of schizophrenia in which affective changes are prominent, delusions and
hallucinations fleeting and fragmentary, behaviour irresponsible and unpredictable,
and mannerisms common. The mood is shallow and inappropriate, thought is
disorganized, and speech is incoherent. There is a tendency to social isolation.
Usually the prognosis is poor because of the rapid development of "negative"
symptoms, particularly flattening of affect and loss of volition. Hebephrenia should
normally be diagnosed only in adolescents or young adults
3. Skizofrenia Katatonik Catatonic schizophrenia is dominated by prominent psychomotor disturbances that
may alternate between extremes such as hyperkinesis and stupor, or automatic
obedience and negativism. Constrained attitudes and postures may be maintained for
long periods. Episodes of violent excitement may be a striking feature of the
condition. The catatonic phenomena may be combined with a dream-like (oneiroid)
state with vivid scenic hallucinations.
4. Skizofrenia Undifrensiasi Psychotic conditions meeting the general diagnostic criteria for schizophrenia but
not conforming to any of the subtypes, or exhibiting the features of more than one of
them without a clear predominance of a particular set of diagnostic characteristi
5. Post-schizophrenic depression A depressive episode, which may be prolonged, arising in the aftermath of a
schizophrenic illness. Some schizophrenic symptoms, either "positive" or
"negative", must still be present but they no longer dominate the clinical picture.
These depressive states are associated with an increased risk of suicide. If the patient
no longer has any schizophrenic symptoms, a depressive episode should be
diagnosed. If schizophrenic symptoms are still florid and prominent, the diagnosis
should remain that of the appropriate schizophrenic subtype
6. Residual schizophrenia A chronic stage in the development of a schizophrenic illness in which there has
been a clear progression from an early stage to a later stage characterized by long-
term, though not necessarily irreversible, "negative" symptoms, e.g. psychomotor
slowing; underactivity; blunting of affect; passivity and lack of initiative; poverty of
quantity or content of speech; poor nonverbal communication by facial expression,
eye contact, voice modulation and posture; poor self-care and social performance.
7. Simple schizophrenia A disorder in which there is an insidious but progressive development of oddities of
conduct, inability to meet the demands of society, and decline in total performance.
The characteristic negative features of residual schizophrenia (e.g. blunting of affect
and loss of volition) develop without being preceded by any overt psychotic
symptoms
SUMBER
National Institute of Mental Health SCHIZOPHRENIA. NIH Publication No. TR 15-3517
International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems 10th
Revision (ICD-10)-WHO Version for ;2016. Schizophrenia, schizotypal and delusional
disorders
(F20-F29)
Gejala Klinis Skizofrenia
Dibagi menjadi 2 kategori :
Sadock B, Sadock V. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. Jakarta: EGC.
Gejala positif mengacu pada perilaku yang tidak tampak pada
individu yang sehat / normal meliputi:
Sadock B, Sadock V. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. Jakarta: EGC.
Gejala negatif
Respons emosional yang ganjil, seperti ekspresi wajah dan nada bicara yang
tidak berubah (monoton) ekspresi wajah yang datar
Sulit untuk merasa senang atau puas.
Penarikan sosial: menjadi tertutup, dingin, egois, terasing dari orang lain, dll.
Kehilangan minat dan motivasi pada berbagai aktivitas terhadap hal-hal
disekitarnya
Pola tidur yang berubah.
Tidak nyaman berada dekat orang lain, dan tidak mau memulai percakapan.
Tidak peduli pada penampilan dan kebersihan diri
Berpikir dan bergerak secara lambat.
Sadock B, Sadock V. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. Jakarta: EGC.
Terapi Skizofrenia
Medikamentosa
• Antipsikotik tipikal (1st gen)
Tablet atau IM Haloperidol 2-100mg/hari
Gangguan Dementia
Mental Organik Menurut DSM-IV-TR diubah menjadi Gangguan Kognitif
(GMO) Delirium
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak
khusu’od nad ,saup hanrep kadti gnay usfan ,’a yang tidak dikabulkan”
DOA SELESAI BELAJAR
ًاطال ِّ َعه ُ َوأ َ ِّرنَا ْالب
ِّ َاط َل ب َ ا َ ب ـ ات
ِّ َا ن ْ
ق ُ
ز ار
ْ و اًّ
َ َ َ قح َّ
ق ح ْ
ال َا ن ر َ أ مهَّ
ِّ َّ ُ اَلل
ُاجتِّنَابَه ْ ار ُز ْقنَا ْ َو
Allahumma arinal_haqqo _haqqon warzuqnat tibaa’ahu wa arinal baathila baa-thilan
warzuqnaj tinaabahu
“Ya Allah Tunjukkanlah kepada kami kebenaran sehinggga kami dapat mengikutinya
Dan tunjukkanlah kepada kami kejelekan sehingga kami dapat menjauhinya”
PEMBAHASAN
Pembahasan
Pasien mengalami typhoid, yang toksinnya menyebabkan terjadi reaksi inflamasi dan
menginduksi terjadinya ketidakseimbangan neurotransmitter.
Ketidakseimbangan neurotransmitter menyebabkan Delirium yaitu gejala yang
ditandai gangguan kesadaran dan kognisi
Delirium pada kasus ini kemungkinan diberikan obat antipsikotik golongan I (APG-I)
yang dapat menyebabkan efek samping reaksi distonia akut
Reaksi distonia akut diatasi dengan turunkan dosis APG-I, berikan obat antikolinergik
(triheksifenidil, benztropine, diphenhydramine), ganti obat antipsikotik ke golongan
APG-II (Quetiapine)
Perbedaan Antara Delirium dan
Dementia
Awitannya, delirium awitannya tiba-tiba, sedangkan demensia berjalan perlahan.