Anda di halaman 1dari 26

Pemasangan Kateter

Urethra
dr. Bobby Hery Yudhanto, SpU

email : bobby_fkua@yahoo.com
Indikasi
A. Diagnostik
 Mengukur residual urine post miksi karena tidak adanya usg untuk
pemeriksaan
 Pengambilan sample urine untuk pemeriksaan mikroskopis dan
kultur urine pada penderita yang tidak dapat miksi spontan
 Pengukuran produksi utine pada penderita dengan penyakit kritis

B. Investigasi
 Mengisi buli-buli untuk persiapan pemeriksaan usg abdomen
 Pemeriksaan urodinamik
 Pemeriksaan sistogram
C. Terapi

1. Untuk persiapan persalinan yang menggunakan enestesi epidural


2. Retensio urine (contoh : karena adanya obstruksi bladder outlet seperti
batu atau BPH)
3. Inkontinensia urine yang sangat mengganggu
4. Persiapan untuk operasi besar (seperti operasi abdomen dan pelvis)
5. Pemberian kemoterapi intra buli-buli (seperti pemberian mitomycin C dan
Bacillus Calmette-Guérin [BCG])
6. Pasien yang tidak memungkinkan atau menolak dilakukannya terapi
medis atau pembedahan terhadap kelainan di buli
7. Sebagai spalk urethra sekaligus untuk drainage urine ( contoh : post
operasi urethroplasty pada penderita hypospadia)
8. Penderita dengan gangguan fungsi pengosongan buli-buli (contohnya
ada trauma medulla spinalis, diabetes mellitus dengan neuropathy buli-
buli)
Metode Pemasangan Kateter
1. Condom catheters.
2. Clean intermittent self-catheterization (CISC): Menggunakan kateter yang
dilubrikasi dengan gel dan dimasukkan sendiri oleh penderita seperti
pemasangan kateter pada umumnya
3. Intra-urethral catheterization
4. Suprapubic catheterization: Kateter dimasukkan melalui dinding abdomen
bawah ke dalam buli-buli
Klasifikasi Kateter Urine
A. Ukuran
 Ukuran kateter urethra bervariasi . Pemilihan ukuran
disesuaikan dengan penderita dan indikasi pemakaian.
Ukuran kateter diukur berdasarkan :
 Charrière (Ch) units: catheter’s diameter in millimeters
(1Ch = 0.33 mm diameter)
 French (Fr) units: catheter’s circumference in millimeters
(12 Fr =12-mm circumference)
 Panjang kateter urethra :
 Anak-anak: 30 cm
 Perempuan: 26 cm (20–26 cm)
 Standard: 43 cm (41–54 cm)
B. Material
1. Latex (rubber)
• Soft and flexible
• All rubber uncoated: short-term use up to 4 weeks
• Does not have a smooth surface, causing high surface friction
2. Polytetrafl uoroethylene (PTFE)-coated
• Inert
• Provides a smooth outer surface
• Can remain in situ for up to 4 weeks
3. Silicone elastomer-coated
• Less prone to encrustation
• Compatible with the urethral mucosa
• Can remain in situ for up to 12 weeks
4. Hydrogel-coated
• Absorb fluid, thus form a hydrophilic slippery “cushion” between
urethra and catheter surface reducing trauma
• Resists encrustation and bacterial colonisation
• Can remain in situ for up to 12 weeks
• Silver-alloy coated: can reduce infections in the short-term
5. Silicone
• 100% latex free: used in those with latex allergy
• Thin-walled
• Have wider drainage lumens
• Compatible with the urethral mucosa
• Lack flexibility
• High surface friction
• Can remain in situ for up to 12 weeks
• Can be hydrogel coated
6. Plastic or polyvinylchloride (PVC)
• Relatively cheap
• Develop cracks and quickly encrust
• Short-term use (e.g., CISC)
• Rigid at temperatures lower than body temperature and therefore
can cause discomfort
• Thin-walled with the widest lumens
C. Tip and Holes
1. Straight: no bends at the tip
• Ordinary straight: holes on the side
• Couvelaire (whistle-tip): straight with openings lateral and
distal to the balloon, providing a large drainage area to drain
debris and blood clots
• Council tip: have a small hole at the tip, which allows them to
be passed over a wir
2. Coude: Bent/curved tip (approximately 45°) to allow passage through
prostate
a. Delinotte (Mercier): a bent straight-tip
b. Dufour: a bent couvelaire
D. Lumens
1. One lumen
• Nelaton catheters : a simple straight tube with (a) hole(s) at the end. These are mainly
used for CISC. These catheters do not normally have an inflatable balloon.
• Malécot or DePezzer catheters : These have a triangular-/mushroom-looking tip
designed for suprapubic catheterization or to drain urine from the renal pelvis. They
are without a balloon, and therefore will stay in position because the tip will fold out
once the stick inside the lumen of the catheter is retracted.
2. Two lumens
• Foley catheters: Two-way catheters with a tube and a balloon at the end to keep them
from falling out of the bladder.
3. Three lumens
• Hemostatic catheters: Three-way catheters are generally thicker than the previous two
catheters with an extra small separate channel. This allows fluid/irrigant to pass to the
tip of the catheter and into the bladder to flush it and wash away blood and small clots
through the primary arm that drains into a collection device.
4. Four lumens
• Three of the four lumens act as drainage conduit, inflation and deflation valve, or
continuous irrigation port while the fourth lumen provides irrigation or aspiration of the
operative site (e.g., following a transurethral resection of the prostate).
Types of large-diameter catheters. A, Conical tip urethral catheter, one eye. B, Robinson
urethral catheter. C, Whistle-tip urethral catheter. D, Coudé hollow olive-tip catheter. E,
Malecot self-retaining, four-wing urethral catheter. F, Malecot self-retaining, two-wing
catheter. G, Pezzer selfretaining drain, open-end head, used for cystotomy drainage. H,
Foley-type balloon catheter, one limb of distal end for balloon inflation (i), one for
drainage (ii). I, Foley-type, three-way balloon catheter, one limb of distal end for balloon
inflation (i), one for drainage (ii), and one to infuse irrigating solution to prevent clot
retention within the bladder (iii).
E. Number and Volume of Balloons
 The maximum volume the balloon can accommodate is
normally printed on the side of one of the arms. This can range
from 5–40 mL.
 Most catheters have one balloon; however, there are some
catheters that have two balloons. They are normally used after
prostatectomy, and the second balloon sits in the prostatic
capsule/fossa to help with tamponade of bleeding vessels.
 The bladder balloon is generally inflated first and the catheter
pulled to the bladder neck and then the prostatic balloon is
inflated.
PROSEDUR PEMASANGAN KATETER

Alat-alat yang dibutuhkan :


A. Alat B. Obat
a. Tromol steril berisi a. Aquadest
b. Gass steril b. Bethadine
c. Deppers steril c. Alkohol 70 %
d. Handscoen
e. Cucing
f. Neirbecken
g. Pinset anatomis
h. Doek
i. Kateter steril sesuai ukuran yang dibutuhkan
j. Tempat spesimen urine jika diperlukan
k. Urobag
l. Perlak dan pengalasnya
m. Disposable spuit
n. Selimut
O. Plester
p. Xylocain gel
Persiapan
 Informed consent tentang indikasi, cara pemasangan dan
komplikasi yang bisa terjadi
 Jelaskan tentang kemungkinan adanya rasa tidak nyaman selama
pemasangan dan selama pemakaian kateter
 Berikan antibiotika profilaksis secara intravena sekitar 30 menit-1
jam sebelum kateterisasi dengan menggunakan golongan ampicillin
atau cephalosporin generasi II atau antibiotika yang sesuai dengan
pola kuma di rumah sakit
 Operator cuci tangan sampai bersih, meliputi
 Melepaskan semua benda yang ada di tangan

 Menggunakan sabun
 Lama mencuci tangan 30 menit
 Membilas dengan air bersih
 Mengeringkan dengan handuk / lap kering
Dilakukan selama dan sesudah melakukan tindakan kateterisasi
urine
 Siapkan alat dan bahan yang diperlukan di atas meja
Prinsip- prinsip pemasangan kateter
 Gentle / lembut
 Asepsis &antiseptic
 Lubrikasi yang adekuat
 Gunakan ukuran kateter yang lebih kecil / sesuai

Tata cara pemasangan kateter


 Pastikan alat yang dibutuhkan sudah tersedia lengkap
 Jelaskan tujuan pemasangan kateter kepada pasien
 Penderita posisi terlentang
 Operator sebelah kiri pasien
 Asepsis & antisepsis penis dengan betadine dan kassa steril mulai glans penis hingga
seluruh penis sampai pada pangkalnya
 Pasang duk bolong steril, sehingga hanya penis yang tampak dan daerah sekitar
penis tertutup
 Pegang penis dengan kasa steril menggunakan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri
 Semprotkan jelly yang adekuat (10 ml jelly steril + 2 ml lidocaine 2 %).
 Pasang klem penis di sulkus koronarius selama 5-10 menit atau ditekan dengan jari
tangan kiri
Cara pemasangan kateter (lanjutan)
- Dengan tangan kanan, pegang ujung kateter dengan ibu jari dan telunjuk
seperti memegang ballpoint dan pangkal kateter dijepit daintara jari
kelingking dan jari manis. Beri pelicin pada ujung kateter dan pelan-pelan
masukkan melalui meatus urethra.
- Pada saat ujung kateter sampai di sphinkter urethra eksterna akan terasa
sedikit tahanan. Saat itu mintalah penderita untuk menarik nafas panjang
atau melakukan gerakan menelan dan lihat ujung jari kakinya jangan
dikakukan dan jangan mengejan, agar kateter dengan mudah melewati
sphikter urethra eksterna.
-Bila tertahan, jangan dipaksakan dengan dorongan. Tetapi tunggu sampai
sphinkter relaksasi dengan beberapa kali penderita tarik nafas panjang.
-Masuknya ujung kateter ke dalam buli-buli ditandai dengan keluarnya urine
lewat lubang kateter. Kemudian dorong lagi hingga percabangan kateter
(semua bagian balon kateter sudah masuk di buli-buli)
Cara pemasangan kateter (lanjutan)
 Urine yang keluar harus diperhatikan warnanya dan ditampung di
“nier bekken” untuk diukur volumenya setelah semua urine keluar
 Isi balon kateter denga aquadest sebanyak 10-15ml.
 Hubungkan kateter dengan pipa urobag. Tutup lubang pembuangan
di urobag
 Kateter difiksasi dengan plester ke perut bagian bawah atau paha
bagian atas. Kateter tidak boleh menggantung karena akan
menekan urethra terutama di bagian penoskrotal dan dapat
menyebabkan fistel urethrokutan
 Lakukan pemeriksaan colok dubur setelah semua urine keluar
 Kirim sampel urine ke laboratorium untuk pemeriksaan urine
lengkap dan kultur urine
 Pada klien wanita
 Labia mayora dibuka dengan ibu jari dan telunjuk tangan perawat yang
dibungkus dengan kapas savlon, bersihkan vulva sekurang - kurangnya
tiga kali
 Perawat memakai sarung tangan dengan menggunakan kassa steril dan
bethadin 10% disinfeksi labia mayora dan lipat paha, pasang doek bolong
steril, kateter urine dimasukan perlahan - lahan yang sebelumnya telah
diberi jelly dan klien dianjurkan menarik nafas dalam.
Komplikasi Pemasangan Kateter
 Rasa tidak nyaman
 Spasme buli-buli
 Infeksi saluran kemih
 Bakteriuria Persisten
 Abses periurethra dan fistel
 Trauma yang menimbulkan striktur urethra, false passages, dan
hematuria
 Trauma pada usus dan perforasi buli-buli
 Paraphimosis
 Merembesnya urine disekeliling kateter
 Pembentukan fragmen batu dan putusnya kateter
 Terjadinya keganasan buli-buli pada penggunaan kateter jangka panjang
(jarang)
Perawatan Kateter
1. Penjelasan kepada penderita atau keluarganya tentang :
 Cara mengosongkan kantong urine bila penuh
 Harus banyak minum, lebih kurang 3 liter/hari agar tercapai
diuresisi yang cukup sehingga memperlambat pangendapan di
lubang/sekitar kateter
 Kantong urine harus selalu diletakkan lebih rendah dari kandung
seni (pangkal penis) untuk mencegah “refluks” urine
 Sambungan antara pipa kantong dan kateter tidak boleh dilepas
(closed drainage system)
 Kemungkinan apa saja yang dapat terjadi berkaitan dengan
kateter tersebut
 Beri penjelasan kepada penderita tentang penyakitnya dan
pemeriksaan lanjutan apa yang perlu dilakukan dan kapan harus
datang kontrol bila pasien rawat jalan
2. Paska pemasangan kateter tidak perlu diberi antibiotika. Cukup
diberikan satu kali sebelum pemasangan kateter sebagai profilaksis.
Bila kemudian terjadi panas dan menggigil, maka perlu diberikan
antibiotik yang adekuat.
3. Kateter perlu diganti apabila :
Buntu oleh pengendapan atau enkrustasi atau oleh bekuan darah
Untuk kateter karet/lateks telah terpasang 10-14 hari
Untuk kateter silikon/ siliconized telah terpasang selama 21-30 hari
4. Sekret yang kering atau enkrustasi di sekitar meatus urethra bisa
dibersihkan dengan air biasa yang bersih saat mandi
5. Dilakukan pemeriksaan kultur urine berkala
6. Kateter dapat dilepas apabila indikasi pemekaian kateter sudah tidak
ada
Ada 2 hal yang dapat menyebabkan kateter tidak dapat dilepas
1. Balon tidak dapat dikempeskan oleh karena salurannya
buntu. Buntunya saluran dapat disebabkan
a. Kesalahan teknis dari pabrik
b. Kateter terlalu lama dipasang
Cara mengatasinya :
a. Masukkan cairan ether sekitar 10ml ke dalam balon kateter.
Karena panas tubuh, ether akan mengembang dan balon akan
pecah. Bila kateter telah dilepas, balon kateter harus diperiksa
ada tidaknya bagian yang tertinggal dalam buli-buli
b. Ditusuk dengan jaru panjang dengan tuntunan USG
2. Kerak yang cukup besar mengitar dan lengket pada ujung
kateter.
Dalam hal ini diatasi dengan melakukan tindakan endoslopi
atau operasi dengan sectio alta
Kegagalan Kateterisasi
Dapat disebabkan oleh :
1. Kesalahan tehnik tidak mengikuti protokol yang telah diberikan.
MIsalnya tidak melakukan anestesi lokal dengan lubrikasi yang
cukup sehingga tindakan tersebut sangat nyeri dan terjadi
spasme yang berkepanjangan dari diafragma urogenital
2. Terdapat striktura urethra yang berat sehingga kateter
terkecilpun tidak bisa melewati striktur
3. Terdapat batu urethra yang “impacted”
4. Terdapat kontraktur leher buli-buli

Bila kateterisasi gagal maka perlu dilakukan sistotomi


Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai