Anda di halaman 1dari 20

KONSOLIDASI POLITIK

KERAJAAN BURMA PADA


MASA DINASTI KONBAUNG
TAHUN 1752-1885
Kelompok 4
Latar Belakang

Orang Bamar;
Peradaban Awal; Invasi
mendirikan
orang Pyu Mongol
Kerajaan Pagan

Dinasti Dinasti
Konbaung Taungoo
Permasalahan

Konbaung Perubahan
Menggantikan difokuskan ke
Taungoo tahun efektifitas
1752 Kepala Desa

Konbaung memperluas
daerah untuk ditaklukkan Masa kepemimpinan
dari Kerajaan Pegu Bodawpaya menjadi
sampai Kerjaan Siam masa kejayaan
Ayuttahaya Konbaung
Pertanyaan Penulisan

Bagaimana bentuk dominasi simbolik Kerajaan Burma pada masa Dinasti


Konbaung tahun 1752 - 1885?
Konsep Dominasi Simbolik
Pierre Bourdieu
Dinasti Konbaung (1752-1885)

● Dinasti Taungoo berakhir ketika kerajaan Ava menyerang


● Pada 1759, Dinasti Konbaung berhasil menyatukan Burma
● Awal mula: Penentangan dan pengambil alihan
kembali wilayah kerajaan Ava oleh Alaungpaya.
● Sehingga: Pada masa tersebut tidak ada pemimpin yang
cakap sehingga seorang kepala desa dari wilayah Shwebo
yaitu Alaungp’aya mengambil alih
● Alaungpaya menjadi Raja Burma dan mendirikan Dinasti
Konbaung
● Terdapat 10 raja (1725-1883)
1. Raja
Alaungpaya
Alaungpaya merupakan raja pertama
sekaligus pendiri dinasti Konbaung. Pada
tahun 1759 wilayah Burma dapat
disatukan kembali. Melakukan perluasan
wilayah ke Pagu, Shan, Siam Ayutthaya.
Merupakan salah satu raja terbesar dalam
sejarah Burma serta menjaikan Konbaung
sebagai salah satu kerajaan paling kuat di
wilayah timur pada masa tersebut.
2. Raja Naung
Daugwyi
Naung Daugwyi merupakan putra
pertama Alungpaya yang menjadi raja
kedua, ia menggatikan tahta ayahnya.
Pemerintahannya berlangsung singkat
yaitu kurang lebih 3 tahun. Penaikan tahta
dari Raja Naung Daugwyi diwarnai
dengan pemberontakan oleh adiknya dan
para aristokrat. Pada masa
pemerintahannya banyak terjadi
pemberontakan.
3. Raja
Hsyinbusyin
Hsinbyushin merupakan raja ketiga dinasti
Konbaung, ia merupakan anak kedua dari
Alaungp’aya. Pada masa remajanya yang
diperkirakan pada umur 15 tahun, Hsinbyushin sering
ikut perang bersama ayahnya melawan kerajaan
Siam, kerajaan Chiengmai, dan Kerajaan China. Raja
Hsinbyushin merupakan raja ketiga yang melanjutkan
kekuasaan dinasti Konbaung di Kerajaan Burma.
4. Raja Singu
Berdasarkan literatur yang penulis dapatkan, masa ini
merupakan masa peralihan. Pada masa ini, intensitas
berperang berkurang dan hubungan luar negeri
berkurang. Raja Singu merupakan anak dari raja
Hsyinbyushin, keberhasilannya menduduki tahta
tertinggi adalah berkat ayahnya yang memiliki
kehormatan dan kelihaian dalam memimpin perang.
Ia diketahui sebagai raja yang memiliki gangguan
mental, Tidak banyak kontribusi yang dapat diberikan
oleh raja Singu.
5. Raja
Tharrawaddy
Raja Tharrawaddy lahir dari Putra Mahkota Thado
Minsaw (anak Raja Bodawpaya dan Ratu Min Kye
pada 14 Maret 1787. Pada masa kekuasaan kakaknya,
Bagyidaw yang naik tahta pada tahun 1819.
Tharrawaddy kemudian ditunjuk sebagai suksesor
dari kakaknya. Masa Tharrawaddy dikenal dengan
upaya pemberontakan terhadap Mintagyi dan
saudaranya yang menjadi Kepala Ratu masa
pemerintahan Bagyidaw, Me Nu.
6. Raja
Bodawyp
➔ Pada 1782-1819, Bodawp’aya merupakan
anak terakhir dari Alaungp’aya yang
memerintah, yang mengatur untuk
mengembalikan kontrol monarki. Pada
tahun awal pemerintahannya ditandai
dengan kampanye militer besar yang
memberikan bukti kehebatan militernya.
Kekuatan militernya membuktikan dapat
menaklukan Kerajaan Arakan pada 1784
dan melanjutkan perang dengan Siam
7. Raja
Bagyidaw
➔ Pada 1819, Raja Bagyidaw yang sukses
menggantikan Bodawp’aya, tidak banyak
merubah kebijakan. Ia berhadapan
dengan pemberontakan di Manipur dan
Assam, dan dengan dimulainya upaya
Inggris untuk membantu musuh-
musuhnya, ia menunjuk Jenderal Bandula
untuk menjadi gubernur pertama di
Assam dan di Arakan
8. Raja Pagan
Min
Pagan Min adalah raja kesembilan dari Dinasti
Konbaung. Lahir dengan nama Maung Biddhu Khyit,
ia dianugerahi gelar Pangeran Pagan oleh
ayahandanya Tharrawaddy pada 1842 Agustus. Pagan
Min menjadi raja ketika Tharrawaddy meninggal
pada tanggal 17 November 1846, dengan gelar formal
dari keagungan-nya "Sri Pawara Vijaya Nanda Jatha
Maha Dharma Rajadhiraja pagan min Taya-Gyi ". Ia
menikah 18 kali.
9. Raja Mindon
Min
Mindon Min adalah raja efektif terakhir dinasti
Konbaung dari 1853 sampai 1878. Ia adalah salah
satu raja paling populer dan dihormati di Birma. Di
bawah saudara tirinya raja pagan, Perang Inggris-
Burma kedua pada 1852 berakhir dengan aneksasi
Burma hilir oleh Imperium Britania
10. Raja Thibaw
Thebaw adalah raja terakhir Dinasti Kobaung Burma
dan juga pebguasa terakhir Burma. Pemerintahannya
berakhir ketika Birma dikalahkan oleh kekuatan
Imperium Britania pada Perang Inggris-Burma ketiga
pada 29 November 1885. Sebelum aneksasi resminya
pada 1 Januari 1886. Kontribusinya adalah berupaya
mempertahankan kerajaan Burma.
Analisis

● Untuk melancarkan upaya dominasi dan agar kekuasaannya di segani, mayoritas pada Raja pada Dinasti Konbaung
melakukan tindak represif secara tidak langsung melalui aturan sosial.

● Sedangkan makna simbolik yang maksud adalah hanya sang raja yang berhak melakukan dominasi karena mereka
memiliki kekuasaan dan legitimasi penuh, sehingga tidak heran apabila silsilah Raja dalam Dinasti Konbaung masih
terikat dalam hubungan kekeluargaan yang turun temurun.

● Para raja Konbaung kerap kali menggunakan kekerasan dalam upaya mendominasi pasukan dan rakyatnya, hal ini
menunjukan bahwa dominasi simbolik akan kekerasan akan menunjukan legitimasinya sebagai raja dan akan
tertanam dalam tatanan sosial masyarakat di kerajaan Burma.
Kesimpulan
- Strategi-strategi politik yang digunakan oleh Raja-raja Dinasti Konbaung, telah
menjadikan dinasti ini sebagai dinasti yang paling sukses di Burma

- Memperluas wilayah dan melakukan langkah-langkah administratif lainnya


sebagai upaya untuk memperkuat kedudukan Dinasti Konbaung di Burma

- Dominasi simbolik; simbol “Raja” mendapatkan penghormatan dan legitimasi dari


rakyat, lalu dengan mudah melakukan penaklukan dan penguasaan

- Dinasti Konbaung dipimpin oleh anak-anak keturunan Alaungpaya yang


berjumlah 10 orang. Masa kejayaan Dinasti Konbaung terjadi pada masa
kepemimpinan Bodawpaya.
Daftar Pustaka

Harvey, G. E. (1925). History of Burma. London: Frank Cass & Co Ltd.


Htin Aung, Maung (1967). A History of Burma. New York and London: Cambridge University Press.
Jessy, Joginder Sigh. (1985). History of South-East Asia (1824-1965). Kedah: Penerbitan Darulaman.
Lieberman, Victor. (1996). Political Consolidation In Burma Under The Early Konbaung Dynasty 1725-1820. Journal of Asian
History, Vol. 30, No. 2
Ooi, Gin Ooi (Ed.). (2004). Southeast Asia: a historical encyclopedia, from Angkor Wat to East Timor. Abc-clio.
Perdana, Ifionita Rizky. (2015). Myanmar, dari Kejayaan Dinasti hingga Kejatuhan ditangan Penjajah Asing. Universitas Airlangga.
Steinberg, Joel. (1987). In search of Southeast Asia: a Modern history. Honolulu.
Yi, Ma Yi. Brumes Sources for The History of the Konbaung Period 1752-1885. Journal of Southeast Asian History.
Website:
Alaungpaya Dynasty. Diakses melalui
https://www.britannica.com/topic/Alaungpaya-Dynasty pada Senin, 23 September 2019 pukul 13.45 WIB.

Beck, Sanderson. “SOUTH ASIA 1800-1950”. Diakses melalui


http://www.san.beck.org/20-8-BurmaMalaya1800-1950.html pada 22 September 2019

Buyers, Christopher. The Konbaung Dynasty Genealogy: King Pagan. Diakses melalui
http://www.royalark.net/Burma/konbau13.htm pada 22 September 2019

Lieberman, Robert. (2012). They Call it Myanmar. The New York Times. Diakses melalui
https://www.nytimes.com/2012/they-call-it-myanmar-by-robert-h-lieberman.html pada Rabu, 25 September 2019

pukul 16.34 WIB.

Anda mungkin juga menyukai