Anda di halaman 1dari 20

Auguste Comte:

Positivisme
Fahruddin Faiz
Perancis Pasca Revolusi
Latar Belakang lahirnya positivisme adalah
keinginan untuk merehabilitasi kondisi sosial pasca
revolusi perancis tahun 1789
Ada dua mainstream pemikiran:
◦ Mereka yang ingin kembali kepada model masyarakat
tradisional (Kelompok Romantik)
◦ Mereka yang mencari nilai-nilai baru modernitas dan
memimpikan masyarakat saintifik-industrial masa depan
(Kelompok Positif)
Apakah “Positivisme”?

 Satu doktrin epistemologis yang


menyatakan bahwa pengetahuan yang
benar hanya pengetahuan tentang
fakta.
 Fakta atau yang faktual adalah obyek
yang bisa diobservasi secara empiris
dengan pancaindera
 Istilah “positif” tidak bermakna normatif,
namun deskriptif, yaitu “yang faktual”.
Fakta dan Fenomena

 Yang Faktual mengasumsikan bahwa tidak


ada realitas di luar atau di balik dunia
yang bisa diobservasi.
 Oleh karena itu kelompok Positivis
menolak doktrin Kantian tentang “das
ding an-sich”; menurut mereka realitas
itulah dunia fenomenal.
ASUMSI-ASUMSI POSITIVISME

 Alam semesta ini teratur dan berkesinambungan


 Manusia adalah bagian dari alam semesta
 Semua perilaku manusia itu ditentukan secara alami
 Pengetahuan berasal dari pengalaman
 Semua fenomena obyektif itu pasti bisa diketahui
 Tiada sesuatu yang “self-evident”
CIRI POSITIVISME
• Bebas Nilai (obyektif). Dikotomi yang tegas antara fakta dan nilai;
peneliti mengambil jarak dengan obyek yang diteliti.
• Fenomenalisme. Ilmu Pengetahuan yang absah hanya berfokus pada
fenomena semesta. Metafisika hanya mengandalkan sesuatu di belakang
fenomena ditolak mentah-mentah (anti-metafisika).
• Normalisme. Fokus pada yang individual partikular karena itulah
kenyataan satu-satunya. Semua bentuk Universalisme adalah semata
pemahaman dan bukan kenyataan itu sendiri.
• Reduksionisme. Alam semesta direduksi menjadi fakta-fakta yang dapat
dipersepsi.
• Naturalisme. Paham tentang keteraturan dari peristiwa alam, yang
menisbikan penjelasan kodrati.
• Mekanisme. Paham yang mengatakan bahwa semua gejala alam dapat
dijelaskan secara mekanikal-determinisme seperti layaknya mesin (sistem
mekanistis).
HIRARKI ILMU

 Menurut Comte, matematika merupakan


dasar semua ilmu.
 Matematika adalah dasar dari astronomi
modern.
 Matematika dan astronomi adalah dasar
dari fisika modern.
 Tiga ilmu di atas merupakan dasar dari ilmu
kimia dan biologi.
 Ilmu paling tinggi dan terakhir adalah
sosiologi yang merangkum lima ilmu di
atasnya.
Semakin Keatas semakin Positif
Semakin Kebawah Semakin Kompleks

Matematika

Astronomi

Fisika

Kimia

Biologi

Sosiologi
Ilmu Sosial
Comte Pertama kali menamai ilmu ini sebagai “fisika
sosial” (social physics), lalu diubahnya menjadi
“sosiologi”
Sebagaimana semua ilmu yang lain, menurut Comte,
ilmu ini harus pula didasarkan kepada Reasoning &
Observation.
Tujuan Sosiologi: menemukan hukum-hokum alami
yang mempengaruhi stabilitas dan perubahan sosial.
Sosiologi juga harus dapat digunakan sebagai jalan
untuk menciptakan dunia sosial yang lebih baik.
SEJARAH SOSIAL MANUSIA

Menurut Comte, sejarah manusia


berkembang melalui tiga tahapan:
 Tahap Teologis
 Tahap Metafisik
 Tahap Positif
 Manusia mencari sebab-sebab fenomena alam di luar
dunia empiris dan menetapi kekuatan-kekuatan
superhuman, seperti berhala-berhala (fetishism), Dewa-
dewa (polytheism) dan Tuhan (monotheism)
 Ada perkembangan pengetahuan dari pengetahuan
tetang kekuatan impersonal menjadi Tuhan yang
personal
 Organisasi sosialnya bersifat absolut
 Tahapan ini dapat dibandingkan dengan fase bayi dalam
kehidupan manusia.
 Alam semesta dijelaskan dengan bahasa: Tuhan/Dewa,
Setan/Iblis, Makhluk-makhluk Mitologis
 Periode Fetisisme: Bentuk pemikiran masyarakat
primitif kepercayaan atas roh-roh atau bangsa halus yang
turut hidup bersama kita. Ini terlihat pada zaman purba
dimana diadakan upacara penyembahan roh halus untuk
meminta bantuan maupun perlindungan.
 Periode Politeisme: Periode ini masyarakat telah
percaya akan bentuk para penguasa bumi yakni para
dewa-dewa yang terus mengontrol semua gejala alam.
 Periode Monoteisme: Semakin majunya pemikiran
manusia, pada periode terakhir ini muncul kepercayaan
akan satu yang tinggi pada abad pertengahan.
Kepercayaan akan Tuhan yang berkuasa penuh atas
jagad raya, mengatur segala gejala alam dan takdir
makhluk.
 Dalam tahapan ini kekuatan alam tidak dibayangkan
sebagai beraal dari keuatan superhuman; namun
dipahami dengan konsep-konsep abstrak seperti
“sebab-akibat”, “being”, “substansi”, dan lain
sejenisnya.
 Tidak ada “Tuhan” di era ini, karena Tuhan
dikonseptualisasikan sebagai entitas yang abstrak
 Organisasi sosialnya berorientasi kepada
hokum/norma/nilai yang disepakati bersama
 Tahapan ini dapat dibandingkan dengan fase remaja
(baligh) dalam kehidupan manusia.
 Periode ini dikenal sebagai tahap investigasi,
karena masyarakat mulai menalar dan
mempertanyakan keyakinannya semula,
meskipun terhadap hal-hal tidak ada bukti
faktualnya.
 Realitas dijelaskan dalam term-term abstrak
seperti Esensi, Eksistensi, Substansi, Aksidensi
 Manusia menjelaskan fenomena alam secara factual,
tanpa mencari sebab-sebab teologis atau metafisik.
Sehingga, apel yang jatuh itu bukan karena Allah atau
“sebab pertama”, namun karena “gravitasi”.
 Kita tidak dapat mengobservasi Tuhan maupun “sebab
pertama”; mereka bukan fakta. Hanya fakta yang bisa
diobservasi.
 Organisasi sosialnya bersifat industrial
 Tahapan ini dapat dibandingkan dengan fase dewasa
dalam kehidupan manusia.
 Realitasdijelaskan dengan dasar: Experimentasi,
Observasi, Logika
TEOLOGIS METAFISIK POSITIF
FIKSI ABSTRAKSI OBSERVASI
 The appreciation of the past and the ability to
build on it towards the future (apresiasi pada
masa lalu dan kemampuan untuk
membanguan demi masa depan)
 The idea of progress (Ide Kemajuan)
 “From science comes prediction; from
prediction comes action.” (Dari sains lahir
prediksi, dari prediksi lahir aksi)
MEMAHAMI KEHIDUPAN SOSIAL SECARA POSITIVISTIK:
OBSERVASI FAKTA SOSIAL

 Kajian ilmiah terhadap masyarakat harus dibatasi


pada pengumpulan informasi tentang fenomena
yang secara obyektif bisa diamati dan diklasifikasi.
 Menurut Comte: seorang sosiolog tidak
semestinya mengurusi makna-makna internal,
motif, rasa dan emosi setiap individu; karena
wilayah mental tersebut hanya ada dalam
kesadaran manusia, tidak bisa diobservasi
sehingga tidak bisa diukur secara obyektif.
MEMAHAMI KEHIDUPAN SOSIAL SECARA POSITIVISTIK:
METODE PENELITIAN EMPIRIS

• Masyarakat sebagai suatu keseluruhan organik yang


masing-masing bagian saling tergantung.
• Untuk mengerti kenyataan ini harus dilakukan suatu
metode penelitian empiris yang biasa juga
digunakan oleh bidang-bidang fisika dan biologi:
1. Pengamatan
2. Eksperimen
3. Perbandingan.
THE POSITIVIST RELIGION/
RELIGION OF HUMANITY
• Dalam semangat positivisme, Comte mencoba
mengkonstruksi agama baru sebagaimana Rousseau
yang menggagas “civil religion”.
• Agama yang disebut “Agama Positiv” ini mengimitasi
gereja Katolik, namun tanpa “Personal God”.
• Tuhan dalam Agama Positiv disebut “grand etre”
(supreme being) dan Ada yang Agung itu adalah
‘kemanusiaan’.
• Moralitas tertinggi dalam agama baru ini adalah
cinta dan pengabdian kepada kemanusiaan.
• Dari sinilah kemudian lahir motto positivisme: “Love as
Principle, Order as Basis and Progress as End”

Anda mungkin juga menyukai