Nurul Aryani
(17150150)
Lingkungan Alam Suku Dayak
(Kalimantan)
Pada masa Hindu Pulau Kalimantan juga dikenal dengan nama
Brunai, Borneo, Tanjung Negara, dan dengan nama setempat Pulau
Bagawan Bawi Lewu Telo. Pulau ini merupakan pulau terbesar di
Indonesia, luasnya mencapai lima kali Pulau Jawa. Secara geografis,
pulau ini dikelilingi laut.
Lingkungan alami
1. Pulau kecil
Secara komposisi, pulau Kalimantan memiliki pulau-pulau kecil, gunung-
gunung, sungai-sungai dan lain-lain. Beberapa pulau yang tercatat adalah; Pulau
Labuhan, Maya, Bunyu, Tarakan, Karimata, Laut, Sebuku, Natuna, Subi,
Serasan, Teberian, Penebangan, Damar, Karayan, Keramayan, Nunukan,
Sebatik, Bangkudulis, Baru, Tibi, Derawan, Panjang, dan Kakaban.
Suku Dayak memiliki beberapa kebudayaan yang tak lepas dari sejarah adanya
suku ini. Ada beberapa macam kebudayaan yang dimiliki oleh Suku Dayak, yakni :
1. Pakaian Adat Suku Dayak
Untuk kaum laki-laki, pakaian adatnya dinamakan Sapei Sadaq. Ciri-cirinya yakni :
1. Ikat kepala yang terbuat dari pandan, dan umumnya digunakan oleh kalangan orang tua.
2. Atasan yang dikenakan yakni berupa baju rompi
3. Bawahannya berupa cawat atau yang disebut dengan abet kaoq, serta mandau yang
mereka ikat pada bagian pinggang.
1. Pakaian ini bermotif tidak jauh berbeda dengan pakaian adat laki-laki.
Rumah adat masyarakat Dayak dinamakan dengan rumah Betang atau rumah Panjang.
Yakni rumah adat khas Kalimantan yang dapat ditemui di wilayah penjuru Kalimantan, atau
tepatnya di daerah hulu sungai yang merupakan pusat tempat tinggal dari masyarakat Dayak.
Bentuk dan ukuran dari rumah Betang bermacam-macam di berbagai tempat. Ada rumah
Betang yang panjangnya hingga mencapai 15 meter dan lebarnya 30 meter. Pada umumnya,
rumah Betang dibuat dalam bentuk panggung dan dengan ketinggian hingga mencapai 3-5 meter.
Rumah Betang yang dibuat tinggi difungsikan untuk bertahan dari banjir yang mengancam di
daerah hulu. Budaya rumah Betang merupakan suatu cerminan kebersamaan antar masyarakat
Dayak dan sistem aturan yang berlaku merujuk pada hukum adat yang disepakati bersama.
3. Tarian Adat Suku Dayak
Tarian adat suku Dayak terdiri menjadi 3 macam, yakni Tari Hudoq, Tari Leleng, dan Tari Kancet
Papatai. Masing-masing tarian memiliki ciri khas dan maksud yang berbeda-beda.
Tari Hudoq merupakan bagian ritual yang dilaksanakan setelah menanam padi oleh suku Dayak
Bahau dan Dayak Modang. Inti dari tarian ini dilakukan untuk mengenang jasa/pengorbanan para
leluhur mereka.
Tari Leleng merupakan tarian gadis dari Dayak Kenyah yang menceritakan tentang seorang gadis
yang bernama Utan Along dimana dia akan dikawinkan secara paksa dengan seorang pemuda yang
tidak dicintainya, sehingga Utan Along melarikan diri menuju hutan.
Tari Kancet Papatai merupakan tarian perang dengan kisah salah seorang pahlawan Dayak
Kenyah yang tengah berperang melawan musuh. Seni tarian ini berupa gerakan yang lincah, penuh
semangat, serta gesit dan indah dilihat.
Dayak juga memiliki alat musik khas yang sering dimainkan. Beberapa
diantaranya adalah Garantung (gong) yakni alat musik dibuat dari bahan-bahan
logam, Sape atau Sampe, dan Gandang (gendang)
Suku Lingon Merupakan alat musik untuk mengiringi tarian-tarian serta lagu-
lagu yang dinyanyikan. Selain itu, Dayak juga memiliki alat musik tiup khas yang
terbuat dari bahan yang berbeda, yakni Kalali, Tote, dan Suling Balawung.
Suku Dayak Upacara adat yang terkenal dari masyarakat Dayak adalah
upacara Tiwah, yakni merupakan ritual yang dilakukan untuk mengantarkan tulang
orang yang telah meninggal ke Sandung (rumah kecil) yang telah dibuat. Bagi Dayak,
upacara Tiwah merupakan upacara yang sangat sakral. Upacara ini juga diiringi
dengan tarian-tarian, suara gong, serta hiburan lainnya. Ada juga upacara-upacara
lain yang dilakukan, seperti upacara pembakaran mayat, menyambut kelahiran anak,
dan penguburan mayat.
6. Bahasa Adat Suku Dayak
Bahasa asal-usul Suku Dayak adalah bahasa Austronesia yang masuk dari
bagian sebelah utara Kalimantan, yang mana selanjutnya menyebar menuju arah
timur hingga masuk pada area pedalaman, gunung-gunung, serta pula-pulau di
Samudera Pasifik.Selanjutnya bahasa-bahasa masyarakat Dayak berkembang
seiring dengan datangnya orang-orang Melayu dan orang-orang dari tempat lain.
Sehingga masyarakat Dayak saat ini diperkirakan memiliki banyak bahasa seiring
dengan datangnya kelompok-kelompok dari wilayah lain.
7. Makanaan Khas Suku Dayak
Dayak juga memiliki makanan khas, diantaranya Juhu Singkah (rotan muda),
Karuang (sayuran dari bahan singkong), dan Wadi (makanan berbahan ikan).
Makanan-makanan tersebut didapatkan dan dikhaskan dari menulusuri obyek-obyek
yang ada di hutan. Dayak juga mengenal bumbu-bumbu masak yang sangat
sederhana.
Karuang
Wadi
8. Tradisi Memanjangkan Daun Telinga
Tradisi ini masih dilakukan oleh orang-orang Dayak Kenyah, Bahau, dan
Kayan. Dikalangan orang Dayak Kenyah, baik laki-laki maupun perempuan
memiliki tradisi daun telinga yang dipanjangkan akan tetapi memiliki panjang yang
berbeda antara laki-laki dan perempuan.
Kaum laki-laki tidak boleh memanjangkan daun telinganya sampai melebihi
bahunya. Sedangkan kaum perempuan boleh memanjangkan hingga sebatas
dada. Proses penindikan daun telinga ini sendiri dimulai sejak masih kecil atau
masih kanak-kanak, yaitu sejak usia satu tahun dan kemudian setiap tahunnya
mereka menambahkan satu buah anting atau subang perak.
9. Tradisi Membuat Tato
Wanita dayak yang diatas umur 40 tahun rata-rata memiliki tato disekujur lengan dan kakinya,
bagi kaum perempuan keberadaan tato ditubuh mereka menunjukkan bahwa mereka adalah anggota
keluarga bangsawan. Motif-motif tato untuk kaum perempuan beragam yaitu, rantai-rantai anjing, motif-
motif perang, tanduk-tanduk binatang dibagian lengan dan paha dan motif-motif lingkaran dibetis atau
pergelangan kaki.
Sementara bagi kaum laki-laki tato merupakan tanda bahwa mereka sudah menjelajahi negeri
orang dan telah melakukan sesuatu yang luar biasa, seperti membunuh musuh dalam peperangan.
“Makna tato bagi masyarakat Suku Dayak” yaitu menurut sebagian masyarakat etnis Dayak merupakan
bagian dari tradisi, religi, status sosial seseorang dalam masyarakat, serta bisa pula sebagai bentuk
penghargaan suku terhadap kemampuan seseorang.
10. Tradisi Kayau /Ngayau (Penggal Kepala)
Suku Dayak di Kalimantan ini memiliki tradisi yang ekstrim yaitu, Tradisi Penggal Kepala.
Tradisi ini disebut NGAYAU, yaitu memenggal kepala. Tradisi ini dilakukan untuk
mempertahankan atau untuk memperluasan suatu wilayah kekuasaan. Mereka akan melakukan
perang dan memenggal kepala musuh sebagai bukti jika berhasil mempertahankan kekuasaan.
Hanya pria dewasa saja yang kepalanya boleh dipenggal. Wanita dan anak-anak tidak di-
kayau melainkan hanya dijadikan budak. Kepala musuh akan dibawa ke pulang kemudian mereka
melakukan upacara adat yang disebut tiwah, untuk menenangkan roh si musuh tadi. Para warga
akan memberi sesaji agar roh itu tidak gentayangan dan membalas dendam.
Arsitektur dan Interior Suku Dayak
Arsitektur
Arsitektur Dayak tidak bisa dilepaskan dari konsep hidup dan kebudayaan sehari-
hari mereka. Konsep hidup dan budaya ini dapat dilihat dari bentuk rumah tinggal yang
secara arsitektural memiliki ciri fisik berbentuk rumah yang memanjang dengan tiang
(kolong) tinggi yang mereka sebut sebagai rumah Betang atau Rumah Panjang atau Lamin
atau juga lebih kerennya disebut Long House.
Betang dibangun biasanya berukuran besar, panjangnya dapat mencapai 30-150
meter serta lebarnya dapat mencapai sekitar 10-30 meter, memiliki tiang yang tingginya
sekitar 3-5 meter. Betang di bangun menggunakan bahan kayu yang berkualitas tinggi,
yaitu kayu ulin (Eusideroxylon zwageri T et B), selain memiliki kekuatan yang bisa berdiri
sampai dengan ratusan tahun serta anti rayap.
• Pente
Teras layaknya bangunan rumah modern yang memiliki halaman depan sebagai teras, rumah
adat Kalimantan Barat ini pun juga memiliki teras yang terletak di bagian depan rumah. Ruang ini
digunakan sebagai tempat pelaksanaan ritual keagamaan atau upacara upacara adat oleh semua
anggota keluarga Suku Dayak
• Hejan(tangga)
Tangga yang disebut hejan atau hejot digunakan sebagai alat penghubung untuk masuk kedalam
rumah Betang. Anak tangga ini harus berjumlah ganjil agar ketika menapaki rumah berjumlah genap,
sesuai dengan kepercayaan suku Dayak Ngaju agar penghuni rumah tersebut terhindar dari malapetaka.
Serta filosofi suku Dayak itu sendiri yaitu, manusia di bagi menjadi 3 tingkatan usia yaitu anak-
anak,remaja,dan dewasa dimana masing-masing mempunyai jangkauan yang berbeda.
Hejan
Pente
Dinding
Dinding Rumah Betang terdiri dari dua lapis yaitu bagian dalam dengan kayu
ulin dan bagian luar menggunakan kulit kayu.Jaman dahulu pun dinding tidak tertutup
seluruhnya yaitu hanya setengah tinggi dinding kurang lebih sekitar 280 cm.
Lantai
Ukuran ini merujuk pada penggunaan ukuran tubuh wanita dengan cara wanita duduk
bersandar dan kaki diselonjorkan maka didapat bukaan pintu sedangkan untuk tinggi, wanita
berdiri dan sebelah tangan nya menggapai keatas. Untuk itu tidak ada ukuran baku untuk pintu.
Jendela :
Penempatan hanya berada pada bagian sisi bagunan saja,dimana 1 bilik hanya
mempunyai satu jendela saja dan setiap ruangan di haruskan mempunyai jendela sebagai lubang
cahaya dan pertukaran
Untuk ukuran yang jaman dahulu berukuran 50 cm x60 cm dan untuk yang jaman
sekarang 60 cm x 90 cm. Bahan jendela nya terdiri dari kayu untuk lapisan dalam dan bagian
lapisan luar menggunakan kulit kayu sedangkan sekarang sudah ada yang menggunakan kaca
karena semakin maju jaman sehingga banyak pilihan.
Atap
Bagian atap Rumah Betang biasanya di ekspos tanpa adanya plafond,dan berguna
untuk sistem cross ventilation dan pengcahayaan pada rumah kerangka atap yang tinggi
juga memungkinkan sirkulasi udara yang baik,penutup atap menggunakan sirap kayu.
Betang di bangun menggunakan bahan kayu yang berkualitas tinggi, yaitu kayu Ulin
selain memiliki kekuatan yang bisa berdiri sampai dengan ratusan tahun serta anti rayap.