Anda di halaman 1dari 24

Handbook of Psychological

Assessment
Chapter 1

(Habib Rizky A / 006) (Rachmi S / 016) ( Hildawati / 083) (Cucu


Taqyah / 050) (Nuzulul Firdaus / 060) (Resti Arsanti / 124) (Febry
Gohandy / 144) (Siti Hofifah A. I / 7002)
Introduction

● Organization of the Handbook


● Role of Clinician
PATTERN OF TEST USAGE IN CLINICAL ASSESSMENT
● Psychological Assessment adalah psikolog professional yang memiliki
kontribusi yang unik dalam area praktik klinis yang lebih luas.
● Terdapat 10 jenis tes yang paling sering digunakan
● Terdapat banyak kritikan dalam tes-tes tersebut
● Sekarang, Psychological assessment melakukan asesmen dengan Teknik
wawancara, melihat, mengelola, dan mengartikan tes psikologis
tradisional, pengamatan naturalistic, asesmen neuropsikososial, dan
asesmen perilaku.
EVALUATING PSYCHOLOGICAL TESTS
Beberapa hal yang harus dipahami dan diselidiki klinisi sebelum melakukan tes, diantaranya :

1. Theoritical Orientation (Orientasi Teoritis)


Klinisi harus meneliti gagasan bahwa tes seharusnya mengukur dan kemudian memeriksa bagaimana
gagasan pendekatan tes ini. Informasi ini biasanya dapat ditemukan dalam uji manual. Biasanya tes
manual menyediakan analisis individu dari item, yang dapat membantu pengguna tes potensial
mengevaluasi apakah mereka relevan dengan sifat yang diukur.
2. Practical Consideration ( Pertimbangan Praktis)
Sejumlah masalah praktis lebih berkaitan dengan konteks dan cara tes digunakan daripada
konstruksinya. Untuk mengatasi masalah praktis tersebut, klinisi harus menilai sejauh mana mereka
membutuhkan pelatihan untuk mengelola dan menginterpretasi instrumen. Jika pelatihan lebih lanjut
diperlukan, maka harus ada rencana yang dikembangkan untuk memperoleh pelatihan ini.
cont’d
3. Standardization (Standarisasi)

Setiap tes memiliki norma yang mencerminkan distribusi Skor oleh sampel Standardisasi. Dasar di mana nilai tes
individu memiliki makna berhubungan langsung dengan kesamaan antara individu yang diuji dan sampel. Jika ada
kesamaan antara kelompok atau individu yang sedang diuji dan sampel Standardisasi, perbandingan yang memadai
dapat dibuat.

Standardisasi juga dapat mengacu pada prosedur administrasi. Sebuah tes yang dibangun dengan baik harus
memiliki instruksi yang jelas yang memungkinkan penguji untuk memberikan tes dengan cara yang mirip dengan
penguji lain dan juga mirip dengan diri mereka sendiri dari satu sesi pengujian dan berikutnya.

4. Reliability (reliabilitas)

Reliabilitas mengacu kepada tingkat stabilitas, konsistensi, dan prediksi. Hal itu untuk menunjukkan sejauh mana
skor yang diperoleh oleh seseorang atau akan sama jika orang tersebut melakukan tes yang sama dengan
kesempatan yang berbeda. Yang mendasari konsep realibitas adalah kemungkinan adanya range error atau
kesalahan pengukuran dari suatu skor. Reliabilitas adalah perkiraan dari berbagai kemungkinan fluktuasi acak yang
dapat diharapkan dalam Skor individu. Karena konstruksi psikologi tidak dapat diukur secara langsung . Tujuan dari
konstruktor tes adalah untuk mengurangi, sebanyak mungkin, tingkat kesalahan pengukuran.
Cont’d
Test-Retest Reability

Test-retest reability ditentukan dengan memberikan tes dan kemudian


mengulanginya pada kesempatan kedua. Test-retest reability adalah metode
yang sering digunakan jika variabel yang diukur relatif stabil. Sejumlah faktor
harus dipertimbangkan dalam menilai kelayakan test-retest reability.

● Practice effect
● Interval/rentang waktu antar administrasi
Cont’d
Alternate Forms

Metode alternate forms menghindari banyak masalah yang dihadapi dengan test-
retest reability. Logika dibalik alternate forms adalah bahwa, jika sifat yang
diukur beberapa kali pada individu yang sama dengan menggunakan bentuk-
bentuk tes paralel, pengukuran yang berbeda harus menghasilkan hasil yang
sama. Tingkat kesamaan antar skor mewakili koefisien reliabilitas tes.
Kesulitan utama dengan alternate forms terletak pada penentuan apakah kedua
forms itu sebenarnya setara atau tidak. Oleh karena itu, alternate forms harus
dibuat secara independen dengan menggunakan spesifikasi yang sama
Cont’d
Internal Consistency: Split-Half Reability and Coefficient Alpha

Metode split-half dan koefisien alpha adalah metode terbaik untuk


menentukan reliabilitas dengan tingkat fluktuasi yang tinggi. Untuk
menentukan reabilitas split-half, tes ini sering dibagi berdasarkan item-item
ganjil dan genap.

Keterbatasan dari metode ini adalah ketika tes dibagi menjadi dua bagian, ada
item yang lebih sedikit pada masing-masing bagian tes sehingga
menghasilkan variabilitas yang lebih luas karena respon individu tidak dapat
stabil.
Cont’d
Interscorer Reability

● Penilaian dapat bervariasi antara satu penilai dengan penilai yang lain.
● Variasi penilaian penting untuk menilai sejauh mana reabilitas mungkin
terpengaruh.
● Strategi dasar untuk menentukan reliabilitas interscorer adalah
memperoleh serangkaian respons dari satu klien dan membuat skor ini
dinilai oleh dua individu yang berbeda.
Cont’d
Selecting Forms of Reability

Bentuk reabilitas tergantung pada sifat variabel yang diukur dan tujuan
penggunaan tes.
● Test-retest Reability
○ Sifat atau kemampuan yang diukur sangat stabil
○ Tes untuk membuat prediksi
● Internal Consistency : Split-Half Reability and Coefficient Alpha
○ Karakteristik yang sangat tergantung pada fluktuasi.
○ Tes untuk mengukur keadaan individu
VALIDITY
Validitas menilai apakah tes benar-benar mengukur sifat yang seharusnya diukur. Tes yang valid
adalah tes yang secara akurat mengukur variabel yang ingin diukur. Dalam menyusun tes,
perancang tes harus mengikuti dua langkah.

1. Konstruk tersebut harus secara teoritis dievaluasi dan dijelaskan;


2. Operasi spesifik (pertanyaan uji) harus dikembangkan untuk mengukurnya.

Menurut The Standards for Educational and Psychological Testing, terdapat 3 metode utama untuk
menetapkan validitas sebagai content-related, criterion-related, dan construct-related.

a. Content Validity
b. Criterion Validity
c. Construct Validity
Content validity merujuk pada bagaimana
Content Validity penggambaran dan relevansi dari instrumen
asesmen yang perlu diukur.

Validitas ini ditentukan dengan


Criterion Validity membandingkan hasil tes dengan performa
hal di luar pengukuran.

Basisnya adalah membangun argumen yang


Construct Validity kuat sehingga tes dapat mengukur konsepsi
dan ciri teoretis.
Con’t on Content validity

Di masa lalu, konseptual dan operasional dari validitas konten dibasiskan


pada keputusan subjektif dari perancang tes.

Hasilnya, validitas ini menjadi salah satu dari jenis validitas tes yang
kurang diperhatikan meskipun penting untuk tahap awal dari
pembentukan tes.
Con’t on Criterion Validity
Disebut juga concurrent, empirical, atau predictive validity.

Terbagi menjadi concurrent atau predictive validity.


1. Concurrent validity dimaksudkan sebagai pengukuran yang
dilakukan di saat bersamaan atau hampir bersamaan dengan saat
tes dilakukan.
2. Predictive validity dimaksudkan sebagai pengambilan variabel dari
hal di luar pengukuran, beberapa saat setelah skor tes
didapatkan, lalu mengevaluasi korelasi hal tersebut dengan hasil
tes yang didapat.
Con’t on Construct validity
Metode dari construct validity dikembangkan untuk
memperbaiki kekurangan dan kesulitan yang dihadapi
pendekatan secara content dan criterion.

3 langkah umumnya:
1. Pembuat tes harus hati hati dalam menganalisis suatu sifat.
2. Desainer tes harus menentukan bagaimana sifat tersebut
terhubung dengan variabel lain.
3. Desainer tes harus menguji apakah hipotesis dari hubungan yang
telah dilakukan benar dan nyata.
VALIDITY IN CLINICAL PRACTICE
Tidak ada sebuah test yang valid secara absolut karena di dalam penggunaannya banyak variabel
yang mampu memengaruhi hasil test tersebut.

Incremental Validity

Sebuah tes yang bermanfaat serta efisien harus mampu menghasilkan hasil yang akurat melebihi
hasil yang bisa didapatkan dengan cara yang lebih mudah dan murah.

Berbeda dengan clinical descriptions yang dapat diperoleh melalui biografi dan hasil rujukan
psychological test tidak memerlukan hal tersebut.

Keakuratan sebuah alat test dapat diuji dengan mengombinasikan serangkaian alat tes serupa yang
akan memberikan koreksi pada interpretasi yang tidak akurat.
con’t
Cara pengujian empiris yang dilakukan diantaranya, pertama menghasilkan dna biografis, membuat
interpretasi dan keputusan berdasarkan data tersebut. Kedua menguji keakuratannya berdasarkan
kriteria dari luar. Ketiga memberikan tes semisal MMPI (Minnesota Multiphasic Personality Inventory)
lalu memberi interpretasi berdasarkan itu pula dapat dinilai keakuratannya. Terakhir praktisi
kesehatan dapat memperlihatkan kedua set data untuk menilai keakuratan interpretasi/keputusan
antara salah satu maupun kedua informasi tersebut.

Maka, semakin besar jumlah test yang digunakan semakin besar validitas rangkaian assessment
tersebut.

Ada langkah yang lebih mudah mendapatkan informasi yang lebih akurat, contohnya adalah self-
prediction, keuntungannya adalah lebih efisien, murah dan dapat meningkatkan hubungan kolegial
client dan assessor. Namun tidak dapat selalu diandalkan karena dapat menimbulkan bias dari
client.
con’t
Penelitian menunjukan bahwa penambahan MMPI ke data latar belakang secara konsisten
menyebabkan peningkatan validitas, meskipun kenaikannya cukup kecil ketika MMPI ditambahkan
ke data yang luas.

Beberapa penelitian telah menemukan bahwa MMPI saja umumnya lebih disukai daripada
rangkaian yang mengandung MMPI, Rorschach, dan sentence completion.

Namun, penelitian lain telah menemukan bahwa Rorschach dapat menambahkan validitas
tambahan ke rangkaian tes
Conceptual Validity
con’t
Validitas konseptual berfokus pada individu dengan sejarah dan perilaku unik mereka. Hal ini dapat
menjadi upaya untuk mengevaluasi dan mengintegrasikan data uji agar dapat meghasilkan pernyataan
yang akurat mengenai peserta ujian.

Dalam menentukan conceptual validity pertama-tama, penguji memulai dengan individu yang tidak
memiliki construct untuk di kembangkan. Lalu mengamati, mengumpulkan data, dan membentuk
sejumlah besar hipotesis (note: Jika hipotesis ini dikonfirmasi melalui kecenderunganyang konsisten
dalam data uji, pengamatan perilaku, sejarah, dan sumber data tambahan, hipotesis dapat dianggap
mewakili konstruksi yang valid mengenai orang tersebut)

Conceptual validity berusaha menghasilkan konstruk sebagai produk akhir yang nantinya konstruksi
tersebut mampu menyediakan sumber informasi yang valid yang dapat digunakan untuk membantu
memecahkan masalah unik yang mungkin dihadapi individu.
CLINICAL JUDGMENT
Data Gathering and Synthesis

Dalam proses pengumpulan dan sintesis data uji tidak sedikit hambatan yang datang. Salah satu
elemen yang penting adalah peningkatan rapport yang optimal. Rapport yang meningkat akan
selaras dengan peningkatan keakuratan performa dari client.

Ada beberapa faktor yang memicu timbulnya bias khususnya pada saat wawancara. Faktor tersebut
dapat berasal baik dari client maupun praktisi klinis

Klinisi biasanya mengumpulkan banyak data awal mengenai klien melalui wawancara tidak
terstruktur atau semi terstruktur.
Accuraty
Accuracy of Clinical Judgments

Setelah mengumpulkan dan mengatur data, dokter kemudian perlu membuat penilaian akhir
tentang klien. Menentukan akurasi relatif dari penilaian ini sangat penting.

Dalam beberapa kasus, penilaian klinis jelas salah, sedangkan dalam kasus lain bisa jadi cukup tepat.
Bias budaya dapat berperan, dan dokter harus mempertimbangkan konteks budaya dan
kepercayaan pribadi ketika membuat penilaian klinis. Meningkatkan akurasi, dokter perlu tahu
bagaimana kesalahan mungkin terjadi, bagaimana cara memperbaiki kesalahan ini, dan manfaat
relatif dari pelatihan khusus
Psychological Report

Laporan psikologis yang akurat dan efektif mengharuskan dokter menjelaskannya supaya mereka
berpikir dan mengkristal interpretasi mereka. Laporan ini mengikat semua sumber informasi, sering
menggabungkan masalah interprofesional dan interpersonal yang kompleks. Semua kelebihan dan
keterbatasan terlibat dengan penilaian klinis baik secara langsung atau secara tidak langsung
mempengaruhi laporan. Fokusnya harus komunikasi yang jelas interpretasi dokter, kesimpulan, dan
rekomendasi.
PHASES IN CLINICAL ASSESSMENT
1. Clarify and Evaluate Referral Question
2. Conduct Clinical and Collateral Interviews
3. Develop Hypotheses
4. Select Tests
5. Gather Test Evidence
6. Reject Hypotheses, Modify Hypotheses, Accept Hypotheses
7. Create Dynamic Model of the Person
8. Develop Recommendations

Anda mungkin juga menyukai