Anda di halaman 1dari 81

One Shell Pass and One Tube Pass

HEAT EXCHANGER
Pengertian
 HE adalah alat yang berfungsi sebagai alat
penukar panas (kalor)

 Dilihat dari fungsinya dapat dinamakan :


 Pemanas (heater)
 Pendingin (cooler)
 Vapourizer/Reboiler (Penguapan)
 Condenser (Pengembunan)
Klasifikasi HE

HE

Proses
Konstruksi Pengaturan Jumlah Mekanisme
Perpindahan
Perpindahan Aliran Fluida Panas

Kuppan, T., 2000, Heat Exchanger Design Handbook, Marcel Dekker, Inc.
Klasifikasi HE

Proses
Perpindahan

Kontak Kontak Tak


Langsung Langsung
Proses perpindahan panas pada HE yang terjadi Prinsip perpindahan panas pada HE jenis ini terjadi dengan
antara dua atau lebih fluida dan disertai dengan menggunakan lapisan dinding yang memisahkan kedua fluida
terjadinya proses pencampuran sejumlah yang berbeda temperatur tersebut. sehingga selama proses
massa dari fluida-fluida tersebut. transfer panas, tidak terjadi kontak langsung antara fluida-fluida
yang digunakan sebagai media pemanas maupun pendingin.
Klasifikasi HE

Kekompakan
Permukaan

Kompak Tak Kompak


(Densitas luas (Densitas luas
permukaan  permukaan <
700 m2/m3) 700 m2/m3)
Compact Heat Exchangers
 Digunakan secara luas untuk menerima laju panas yang besar per satuan
volume, khususnya saat satu atau kedua fluidanya gas.
 Dikarakterisasi oleh luas permukaan perpindahan panas yang besar,
lintasan aliran yang kecil dan aliran laminar
(a) Fin-tube (flat tubes, continuous plate fins)
(b) Fin-tube (circular tubes, continuous plate fins)
(c) Fin-tube (circular tubes, circular fins)
(d) Plate-fin (single pass)
(e) Plate-fin (multipass)
Klasifikasi HE

Konstruksi

TABUNG TALAM EXTENDED REGENERATIF


(Tubular) (Plate) SURFACE

Double- Shell- Plate- Fixed-


and- Spiral Gasketed Spiral Lamella Tube-Fin Rotory
pipe Tube Fin Matrix
Tube

Plate ROD Disk- Drum-


Baffle Baffle Type Type
Double-pipe HE
Spiral HE
Shell-and-Tube Heat Exchangers

One Shell Pass and One Tube Pass

 Baffles are used to establish a cross-flow and to induce turbulent


mixing of the shell-side fluid, both of which enhance convection.
 The number of tube and shell passes may be varied, e.g.:

One Shell Pass, Two Tube Passes Two Shell Passes, Four Tube Passes
Shell-and-Tube HE
HE shell and tube masuk dalam kelompok HE tubular. Tubular Exchanger Manufacturers Association
(TEMA) mengklasifikasikan HE berdasar variasi spesifikasi desain termasuk termasuk American Society of
Mechanical Engineers (ASME) construction code, toleransi dan mechanical design :
a. Class B, dirancang untuk operasi kebutuhan umum (general pupose) – penekanan pada sisi ekonomi dan
desain yang kompak.
b. Class C, dirancang untuk operasi medium dan operasi kebutuhan umum (general purpose) - penekanan
pada sisi ekonomi dan desain yang kompak.
c. Class R. Dirancang untuk kondisi berat. - penekanan pada safety & durability

HE Shell and Tube seperti dikatakan diatas sebagai HE yang paling populer dan paling banyak digunakan
di pabrik kimia, yang hal ini karena terutama kemampuannya menghandle flow rate yang tinggi secara
kontinyu.
Desain BAFFLE Shell-and-Tube HE berdasarkan standart TEMA
Desain BAFFLE Shell-and-Tube HE NON-TEMA
1. Helical baffle menghasilkan swirling flow utk menghindari aliran
bypass dan stagnant flow area yg umum terjadi di segmental baffle. Baffle
jenis ini efektif utk fluida dgn viskositas yg rendah ke tinggi. Umumnya
digunakan di oil refinery dan refrigeration. Keuntungan lainnya adalah:
 Fouling di shellside lbh rendah drpd segmental baffle.
 Kecenderungan utk tube vibration jg rendah krn tube2nya disupport
oleh baffle2 yg spt helix itu. 2. Disc and donut baffle menghasilkan flow yg simetris secara
radial di arah crossflow dan longitudinal nya. Baffle tipe ini
sgt efektif utk sisi shell yg berisi vapor dan biasanya
digunakan utk aplikasi gas-gas

3. Grid baffle menghasilkan aliran yg


lbh longitudinal. Aliran di sisi shellnya
lbh seragam yg cukup penting utk
vaporization di sisi shell
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
DESAIN BAFFLE (TEMA/NON TEMA)
Plate HE
Pelat penukar panas (PHE) adalah desain khusus cocok untuk
mentransfer panas antara cairan menengah dan tekanan rendah. Dilas,
semi-dilas dan penukar panas dibrazing digunakan untuk pertukaran
panas antara cairan bertekanan tinggi atau di mana produk yang lebih
kompak diperlukan.
Extended Surface HE
 Digunakan jika koefisien perpindahan panasnya sangat kecil,
sehingga memerlukan luas perpindahan panas yang besar untuk
menaikkan laju perpindahan panasnya
Extended Surface HE (Plate Fin)
Heat Exchanger Plat Dengan Sirip. Heat exchanger tipe ini merupakan modifikasi dari heat exchanger tipe
plat yang diberi tambahan sirip. Prinsip desainnya adalah penggunaan sirip yang berbentuk segitiga ataupun
kotak yang dipasangkan di antara dua plat paralel.

Aplikasinya biasanya digunakan pada Kondensor


Refrigerant Pada Kendaraan Bermotor
Extended Surface HE (Tube Fin)
Heat Exchanger Tubular Dengan Sirip. Perluasan permukaan juga dapat diaplikasikan ke pipa tubing
heat exchanger. Sirip tersebut dapat terletak pada sisi luar ataupun dalam tubing dengan berbagai
bentuk desain yang disesuaikan dengan kebutuhan. Untuk sirip eksternal ada yang didesain secara
individual untuk tiap-tiap tubing, dan dapat pula yang secara bersamaan untuk beberapa tube. Untuk
lebih jelasnya mari kita perhatikan gambar-gambar berikut.

Aplikasi tubing dengan sirip ini digunakan seperti pada


kondensor dan evaporator pada mesin pendingin (air
conditioning), kondensor pada pembangkit listrik tenaga
uap, pendingin oli pada pembangkit listrik, dan lain
sebagainya.
Klasifikasi HE

PENGATURAN
ALIRAN

Single Pass Multi Pass

Parallel Counter Extended Extended


Flow Flow Cross Flow Surface Surface Multi Pass

Cross Cross Devided N-Parallel


Parallel Split Flow
counter flow parallel Flow Plate Multii-
counter flow –
flow pass
Shell & Fluid
Mixed – N
Shell Passes –
N Tube Passes
Type HE dan alirannya
 Concentric-Tube Heat Exchangers

Parallel Flow Counter flow


Distribusi Aliran
Tipe HE
 Cross-flow Heat Exchangers

Finned-Both Fluids Unfinned-One Fluid Mixed


Unmixed the Other Unmixed
Klasifikasi HE

JUMLAH
FLUIDA

Dua Tiga N-Fluida


Fluida Fluida (N>3)
Klasifikasi HE

MEKANISME
PERPINDAHAN
PANAS

Konveksi Dua
Konveksi Fasa Fasa(Kondensasi Kombinasi
Tunggal (Forced atau Evaporasi), Konveksi dan
or Free) Forced or Free Radiasi
Kriteria Pemilihan HE
1. Bahan konstruksi
2. Tekanan dan suhu operasi, program suhu dan driving force suhu
3. Laju alir
4. Susunan aliran
5. Parameter kinerja -- efektivitas panas dan jatuh tekanan
6. Kecenderungan pengotoran
7. Jenis dan fasa fluida
8. Pemeliharaan, inspeksi, pembersihan, ekstensi, dan kemungkinan perbaikan
9. Keekonomian menyeluruh
10. Teknik fabrikasi
11. Tujuan aplikasi
Kebutuhan HE

1. Efektivitas panas tinggi


2. Pressure drop yang serendah mungkin
3. Produk berkualitas tinggi dan operasinya
aman
PROSEDUR DESAIN HE
Kerangka Pembelajaran

 Dua Kriteria Utama Desain HE


 Persamaan Neraca Energi

 Perpindahan Kalor

 Metode Dasar untuk Kalkulasi Efektivitas


Panas
Dua Kriteria Utama Disain HE
 Fouling (dirty) Factor (pengendapan kotoran)
<0.003

 Pressure drop
2 or 10 psia
Persamaan Neraca Energi

m h c p,h th,i  t h,o  m c c p,c tc,i  t c,o 


mh = laju alir massa aliran panas th,i = suhu aliran panas masuk
mc = laju alir massa aliran dingin th,o = suhu aliran panas keluar
cp,h = panas jenis aliran panas tc,i = suhu aliran dingin masuk
tc,o
cp,c = panas jenis aliran dingin = suhu aliran dingin keluar
Perpindahan Kalor

q  C h th,i  t h,o  C c tc,i  t c,o 

qmax  C min th,i  t c,i 


Persamaan Umum Perpindahan Panas melalui
Permukaan

Q  UATm
Q = heat transferred per unit time, W;
U = the overall heat transfer coefficient, W/m2.oC;
A = heat transfer area, m2;
Tm = the mean temperature difference, the temperature driving
force, oC
Overall Heat Transfer Coefficient (U)

Uo = the overall coefficient based on the outside area of the tube, W/m2.oC;
ho = outside fluid film coefficient, W/m2.oC;
hi = inside fluid film coefficient, W/m2.oC;
= outside dirt coefficient (fouling factor), W/m2.oC;
= inside dirt coefficient, W/m2.oC;
kw = thermal conductivity of the tube wall material, W/m.oC;
di = tube inside diameter, m;
do = tube outside diameter, m.
Metode Dasar untuk Kalkulasi Efektivitas Panas
1. Metode -NTU
2. Metode P-NTU
3. Metode LMTD
4. Metode -P

 NTU: Number of Transfer Units


  : Heat exchanger effectiveness
 P: Thermal effectiveness
 R: Heat capacity ratio
Metode Dasar
Analisa
perpindahan
panas HE
METODE LMTD

Log Perbedaan suhu rata-rata ( LMTD) digunakan Seperti ditunjukkan pada gambar menunjukkan bahwa beda temperatur
untuk menentukan perbedaan suhu antara fluida panas dan fluida dingin pada waktu masuk dan pada waktu
untuk perpindahan panas dalam sistem aliran, keluar tidaklah sama, dan kita perlu menentukan nilai rata2 untuk
terutama di penukar panas . Semakin besar LMTD menentukan jumlah kalor yang dipindahkan dari fluida pada alat
tersebut, semakin banyak panas yang ditransfer. penukar kalor.
Penggunaan LMTD muncul dalam analisis penukar
kalor berguna jika temperatur masuk dan keluar diketahui
sehingga LMTD dapat dihitung, aliran kalor, luas
permukaan dan koefisien perpindahan kalor menyeluruh.

Untuk heat exchanger tipe 2 pass ataupun multiple pass maka nilai
LMTD sebenarnya akan didapatkan dengan mengalikannya dengan
correction factor (F). Nilai F dapat dicari dengan menentukan nilai
temperature efficiency (P) dan heat capacity rate ratio (R).
METODE E-NTU

Metode NTU – efektivitas merupakan metode yang Perpindahan panas sebenarnya dapat dihitung
berdasarkan atas efektifitas penukar panas dalam memindahkan dari energi yang dilepaskan oleh fluida panas
sejumlah panas tertentu. Metode NTU – efektifitas juga atau energi yang diterima oleh fluida dingin.
mempunyai beberapa keuntungan untuk menganalisa soal –
soal di mana harus dibandingkan berbagai jenis penukar panas
guna memilih jenis yang terbaik untuk melaksanakan sesuatu
tugas pemindahan panas tertentu. Efektifitas penukar panas
didefinisikan sebagai berikut [Holman, p. 498] :
Hubungan antar Variabel Tanpa Dimensi
Contoh 1: Perhitungan LMTD

 Fluida panas masuk peralatan pipa-konsentrik


pada suhu 300oF dan didinginkan ke 200oF
dengan fluida dingin yang masuk pada 100oF
dan dipanaskan hingga 150oF.
 Apakah seharusnya disusun secara paralel
atau Counterflow?
Dua Macam Aliran
Contoh 2: Perhitungan LMTD dengan Suhu Keluar
Sama

Fluida panas masuk peralatan pipa-


konsentrik pada suhu 300oF dan
didinginkan ke 200 o F dengan fluida
dingin yang masuk pada 150oF dan
dipanaskan hingga 200oF.
Dua Macam Aliran
Contoh 3: Perhitungan LMTD Saat tc > th

Fluida panas masuk peralatan pipa-


konsentrik pada suhu 300oF dan
didinginkan ke 200 o F secara aliran
kontra, dengan fluida dingin yang masuk
pada 100oF dan dipanaskan hingga
275oF.
Dua Macam Aliran

COUNTERFLOW PARALEL FLOW


Fluida Panas Fluida Dingin
(T1) 300 (t2) 275 25 (th)
(T2) 200 (t1) 100 100 (tc)
t  t 75 (tc-th)
 2 1

2.3 log  
t 2
t1

LMTD 54.3
Suhu Kalorik atau Suhu Rata-rata
 Suhu Kalorik untuk FLUIDA PANAS

Tc  T2  Fc T1  T2 
 Suhu Kalorik untuk FLUIDA DINGIN

tc  t1  Fc t 2  t1 
Uh Uc
 Fc adalah faktor suhu kalorik pada K 
c
(Fig. 17 Kern) Uc
Fig. 17 Kern
Contoh 5

Minyak mentah dengan 20 API


o

didinginkan dari 300oF ke 200oF dengan


memanaskan gasolin dingin 60 o API dari
80 ke 120oF dalam peralatan beraliran-
kontra. Berapa suhu untuk mengevaluasi
U?
Jawaban
SHELL TUBE
Minyak Gasolin 60oAPI
Mentah 20oAPI
300 Suhu Tinggi 120 180 (t2)
200 Suhu Rendah 80 120 (t1)
250 Mean 100
100 Selisih 40

 Minyak mentah : pada selisih suhu 100oF maka


Kc=0.68 (Fig. 17 Insert)
 Gasolin : pada selisih suhu 40oF maka Kc0.1
Jawaban
DOUBLE-PIPE HEAT EXCANGER
HE PIPA GANDA
Tahapan Perhitungan Disain HE DP
INPUT

1. Ukuran pipa (panjang, IPS dan Schedule


untuk annulus dan inner pipe)
2. Suhu masuk dan keluar (fluida panas dan
dingin)
3. Laju massa fluida dingin
4. Fouling factor disain (Table 12)
PIPA
Prosedur Desain

Hitung Tav, LMTD Perhitungan


tav, c, Q, W ho dan hio

Pressure Perhitungan
Drop U, A dan Rd
1. Hitung Tav, tav, c, Q, W

HOT FLUID COLD FLUID


T1 T2 t1 t 2
Tav  t av 
2 2
Hitung c dari Fig. 2 Hitung c dari Fig. 2
W
Q Q  w.c.t 2  t1 
c.T2  T1

2. LMTD

T1
∆t1
t2 T2
∆t2
t1

t 2 t1 t 2 t1
LMTD  
 t2   t2 
ln  2.3 log 
 t1   t1 
3. Perhitungan ho dan hio

ANNULUS, HOT FLUID INNER PIPE, COLD FLUID

 D2 (ID Annulus, Table 11)  D (ID Inner-pipe, Table 11)


 D1 (OD Inner-pipe, Table 11)
 Flow Area: aa 
 
D2 2 D1 2 
ap 
 D
2

4  Flow Area: 4
 Diameter Ekuivalen (De):
D22  D12
De 
D1  Mass velocity: w
 Mass velocity: Gp 
W ap
Ga 
aa
 Viskositas:  (Fig. 14 pada
 Viskositas:  (Fig. 14 pada
Tav) x 2.42 (konversi ke Tav) x 2.42 (konversi ke
lb/(ft)(hr)) lb/(ft)(hr))
Diameter Annulus
3. Perhitungan ho dan hio

ANNULUS, HOT FLUID INNER PIPE, COLD FLUID

 Re: DeGa  Re: Re p 


DG p
Rea 
a p

 Heat transfer factor jH  jH diperoleh dari Fig. 24


diperoleh dari Fig. 24  k (konduktivitas) diperoleh
 ka (konduktivitas) diperoleh dari Table 4 (LIQUID) atau
dari Table 4 (LIQUID) atau Table 5 (GAS)
Table 5 (GAS)  hi (koefisien film):
0.14
 k  c   
1/ 3
 ho (koefisien film): hi  jH     
0.14
 k a  c   
1/ 3  D  k    w 
ho  j H     
 ID 
 De  k    w    
0.14
hio  hi  
   1.0  OD 
w 
Konduktivitas
panas: LIQUID
Konduktivitas
panas: GAS
4. Perhitungan U, A dan Rd
hio ho
UC 
hio  ho
UC
U D
1  U C Rd
Q
A
U D LMTD
A
L
External Surface per foot length (Table11)
AAKTUAL  L (AKTUAL)* External Surface per foot length
Q
UD 
AAKTUAL LMTD U
 UD

C
R d CALC
U CU D
5. Pressure Drop (< 10 psi)
ANNULUS, HOT FLUID INNER PIPE, COLD FLUID

 Hitung De’: De'  D ' 2


 D1
 Hitung Re’: Re'a  D Ga e

a
 Hitung f (Eq. 3.47b)  Hitung f (Eq. 3.47b)
0.264
f  0.0035  0.264
R
' 0.42 f  0.0035  0.42
e
 Specific gravity, s (Table 6) Re
 Specific gravity, s (Table 6)
  = s x 62.5
4 fG 2 L   = s x 62.5
 Hitung Fa: Fa  a
2
2g 2 De' G Hitung Fp: F p 
4 fG L
 p

 Hitung velocity (V): V  3600a  2g 2 D


 Entrance and exit losses:  Pressure Drop:
F p
2
V
Fl  ndphe Pp 
2g'
Pa 
F a F l  144
 Pressure Drop: 144
LATIHAN

 Diinginkan untuk memanaskan 9820 lb/hr Benzena


dingin dari 85 ke 130oF menggunakan Toluena panas
yang menjadi dingin dari 160 ke 95oF
 Fouling factornya 0.002, sedangkan pressure drop yang

diperkenankan adalah 10.0 psi


 Sejumlah pipa hairpin: 20-ft, IPS 2½ x 1¼ in tersedia

 Berapa diperlukan pipa hairpin?


Rangkaian Susunan Paralel

 Hasil perancangan DPHE dalam contoh sebelumnya


memiliki P di bawah yang diperkenankan (10.0
psi)
 Bagaimana kalau ternyata melebihinya (15 atau
20 psi)?
 Alternatifnya adalah mem-by-pass sebagian
alirannya
Dua Susunan Aliran

Rangkaian DPHE (counterflow)

Rangkaian DPHE (susunan paralel)


Konsekuensi Perubahan Aliran

 Ada dua konsekuensi perubahan aliran ini


1. Penurunan kecepatan massa Ga dan koefisien

film hi, sehingga akan menurunkan UC


2. Rentang suhu fluida panas akan lebih besar
tergantung dari berapa porsi aliran yang di-
by-pass, sehingga akan menurunkan LMTD
Beda Suhu Sebenarnya (∆t)

t   T1 t1 
 R'1  1  1
1/ n
1  P' nR'
 2.3 log     
 R'1  R'  P'  R'

T1  T2 T2 t1
R' dan P'
nt 2  t1  T1  t1
Satu Rangkaian Aliran Dingin dan n Paralel
Aliran Panas

1 P"   1 
1/ n

log 1  R"   R"
n
 2.3
 1  R"   P" 

nT1  T2 T1 t 2
R" dan P"
 t 2  t1 T1  t1
Contoh 6.2

DPHE beroperasi dengan fluida panas


dalam rangkaian dari 300 sampai 200oF
dan fluida dingin dalam 6 aliran paralel
dari 190 sampai 220 oF

Berapa ∆t?
Jawaban
FLUIDA FLUIDA
PANAS DINGIN
300 T1 190 t1
200 T2 220 t2
T1  T2 300 200 T2 t1 200  190
R'   0.558 dan P'   0.091
nt2  t1  6220  190  T1  t1 300  190

1  P' nR'   R' 1  1 


1/ n
1
 2.3 log       3.727
 R'1  R'  P'  R'

1 1
HE dengan KOREKSI VISKOSITAS ()

 Fig. 24 asumsinya
 (/w)0.14 =
1.0
 Mengabaikan deviasi sifat-sifat fluida dari aliran isotermal

 Untuk fluida nonviskos pada proses pemanasan atau


pendinginan tidak membuat kesalahan pada koefisien
perpindahan panas
 Namun ketika suhu dinding-pipa berbeda dengan suhu

kaloriknya maka nilai  harus dihitung


Koreksi Viskositas
0.14
 ka  c
1/ 3
 a 
 
ho  j H   k   a dengan a     1
 De    wa 
 ho   ka  c
1/ 3

   jH   
 a   De  k 
Koreksi viskositas :
 ho 
ho   a
 a  hio ho
 hio  UC 
hio    p hio  ho
 
 p
Suhu Dinding (tw)

ho
t w  tc  h a
Tc  tc 
o
a  hio
p
Penentuan Sifat Fluida

 Untuk fluida non-oil menggunakan SUHU


RATA-RATA
 Untuk fluida oil menggunakan SUHU KALORIK

Untuk fluida oil yang VISKOS, menggunakan


SUHU DINDING (tw) untuk menentukan viskositas
di dinding pipa

Anda mungkin juga menyukai