Anda di halaman 1dari 14

ANAK DENGAN DISABILITAS

ALMUMTAHANAH
 Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan
Hak-Hak Penyandang Disabilitas

Pengertian  Penyandang disabilitas yaitu orang yang memiliki keterbatasan fisik,


mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama yang
dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya
dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi
penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak
 Menurut Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 10 Tahun 2013
tentang Pelayanan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas
 Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mempunyai
kelainan fisik dan/atau mental yang dapat mengganggu atau
merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan
kegiatan secara selayaknya, yang terdiri dari penyandang disabilitas
fisik, penyandang disabilitas mental serta penyandang disabilitas
fisik dan mental
 Orang berkebutuhan khusus (disabilitas) adalah orang
yang hidup dengan karakteristik khusus dan memiliki
perbedaan dengan orang pada umumnya.
 Karena karakteristik yang berbeda inilah memerlukan
pelayanan khusus agar dia mendapatkan hak-haknya
sebagai manusia yang hidup di muka bumi ini.
1.Penyandang Cacat Fisik, yaitu individu yang mengalami kelainan
kerusakan fungsi organ tubuh dan kehilangan organ sehingga
mengakibatkan gangguan fungsi tubuh. Misalnya gangguan
penglihatan, pendengaran, dan gerak.
2.Penyandang Cacat Mental, yaitu individu yang mengalami kelainan
mental dan atau tingkah laku akibat bawaan atau penyakit. Individu
tersebut tidak bisa mempelajari dan melakukan perbuatan yang umum
dilakukan orang lain (normal), sehingga menjadi hambatan dalam
melakukan kegiatan sehari-hari.
Macam-macam 3.Penyandang Cacat Fisik dan Mental, yaitu individu yang mengalami
kelainan fisik dan mental sekaligus atau cacat ganda seperti gangguan
pada fungsi tubuh, penglihatan, pendengaran dan kemampuan
berbicara serta mempunyai kelainan mental atau tingkah laku,
sehingga yang bersangkutan tidak mampu melakukan kegiatan sehari-
hari selayaknya.
a. Tuna Netra
Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Keluar
biasaan ini menuntut adanya pelayanan khusus sehingga potensi yang dimiliki
oleh para tuna netra dapat berkembang secara optimal.
b. Kelainan Pendengaran (Tunarungu)
Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran.
Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki
hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara.
c. Kelainan Bicara (Tunawicara)
Penyandang Seseorang yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran melalui
Cacat Fisik bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti oleh orang lain.
Kelainan bicara ini dapat dimengerti oleh orang lain.
d. Tuna Daksa
Kelainan Tubuh (Tuna Daksa). Tunadaksa adalah individu yang memiliki
gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur
tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan (kehilangan organ
tubuh), polio dan lumpuh
a. Tuna Laras
Dikelompokkan dengan anak yang mengalami gangguan emosi.
Gangguan yang muncul pada individu yang berupa gangguan perilaku
seperti suka menyakiti diri sendiri, suka menyerang teman, dan

Penyandang lainnya.

b. Tuna Grahita
Cacat Mental
Sering dikenal dengan cacat mental yaitu kemampuan mental yang
berada di bawah normal. Tolak ukurnya adalah tingkat kecerdasan atau
IQ
Tuna Grahita Ringan (Debil)
 Tampang dan fisiknya normal, mempunyai IQ antara kisaran 50 s/d
70. Mereka juga termasuk kelompok mampu didik, mereka masih
bisa dididik (diajarkan) membaca, menulis dan berhitung, anak
tunagrahita ringan biasanya bisa menyelesaikan pendidikan
setingkat kelas IV SD Umum.

Tuna Grahita Sedang (Embisil)

Tuna grahita  Tampang atau kondisi fisiknya sudah dapat terlihat, tetapi ada
sebagian anak tuna grahita yang mempunyai fisik normal. Kelompok
dapat ini mempunyai IQ antara 30 s/d 50. Mereka biasanya menyelesaikan

dikelompokkan pendidikan setingkat kelas II SD Umum.


Tuna Grahita Berat (Idiot)

 Kelompok ini termasuk yang sangat rendah intelegensinya tidak


mampu menerima pendidikan secara akademis. Anak tunagrahita
berat termasuk kelompok mampu rawat, IQ mereka rata-rata 30
kebawah. Dalam kegiatan sehari-hari mereka membutuhkan bantuan
orang lain.
Tuna Ganda
Kelompok penyandang jenis ini adalah mereka yang
Penyandang menyandang lebih dari satu jenis keluarbiasaan,
Cacat Fisik dan misalnya penyandang tuna netra dengan tuna rungu
sekaligus, penyandang tuna daksa disertai dengan
Mental (Ganda) tuna grahita atau bahkan sekaligus.
1. Permasalahan yang berasal dari dalam diri penyandang cacat itu
sendiri, antara lain :
a. Kurangnya pemahaman akan diri sendiri oleh penyandang cacat,
sehingga tidak tahu apa potensi yang dimiliki dan bagaimana cara
mengembangkannya.
b. Merasa rendah diri (inferiority complex) serta merasa mengalami
kesialan karena kecacatannya, sehingga jarang bergaul dengan orang-
orang di sekelilingnya.
c. Terjadinya diskriminasi sosial serta kurangnya minat untuk menuntut
ilmu di jenjang pendidikan formal karena kesulitannya untuk menyesuaikan
Dampak diri dalam proses belajar-mengajar.
d. Keadaan ekonomi lemah karena tidak ada sumber penghasilan
Masalah menetap.
e. Keterasingan secara sosial, sehingga mereka cenderung menarik diri,
merasa rendah diri, dan terkadang menimbulkan perilaku agresif dan
implusive.
f. Mengalami keterlambatan dan keterbatasan fungsi kecerdasan.
g. Secara emosi, individu yang mengalami kecacatan akan lebih sensitif
perasaanya. Sehingga, mudah tersinggung dan sering meratapi
kekurangannya
2. Permasalahan yang berasal dari luar diri penyandang cacat, antara
lain :
 a. Masyarakat, aparatur pemerintah dan dunia usaha masih banyak
yang belum memahami eksistensi penyandang cacat sebagai potensi
Sumber Daya Manusia sehingga diabaikan.
 b. Stigma dalam masyarakat, memiliki anggota keluarga cacat
marupakan aib, memalukan, menurunkan harkat dan martabat
keluarga.
 c. Pandangan masyarakat bahwa penyandang cacat sama dengan
orang sakit, perlu perlakuan khusus sehingga memperoleh
perlindungan berlebihan dan menimbulkan ketidakmandirian.
 d. Perlakuan masyarakat diskriminatif dalam berbagai hal termasuk
dalam rekruitmen tenaga kerja.

 e. Aksesibilitas penyandang cacat baik aksesibilitas fisik maupun


aksesibilitas non fisik yang tersedia sangat terbatas
a) Pelayanan dan Rehabilitasi Berbasis Keluarga (Family Based)
Suatu sistem pelayanan menitik beratkan pada peran keluarga dengan
mendayagunakan secara optimal sumber dana, daya, prakarsa dan
potensi keluarga untuk mendukung meningkatkan kesejahteraan sosial
penyandang cacat.
b) Pelayanan dan Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (Community-
Based)

Pelayanan Suatu sistem pelayanan yang bertumpu pada peran dan pemberdayaan
masyarakat, tokoh masyarakat, Organisasi Sosial, LSM, dan lainnya.
Disabilitas Untuk membantu penyandang cacat memenuhi kebutuhan dan haknya.
c) Sistem Pelayanan Berbasis Panti/ Institusi (Institutional-Based)

Suatu sistem pelayanan bagi penyandang cacat dalam asrama/ suatu


penampungan (panti) dengan berbagai fasilitasnya, meliputi
pemberian bimbingan fisik, mental, sosial, intelektual, serta
keterampilan.
1. Destigmatisasi
Pendekatan ini berusaha untuk tidak memberikan stigma, dan bergiat untuk menghilangkan
stigma yang diberikan kepada penyandang cacat.
2. Deisolasi
pendekatan ini menghindari kegiatan yang akan mengisolasi penyandang cacat dari lingkungnya.
Sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan lingkungan.
3. Desensitifisasi
Pendekatan ini menitik beratkan untuk menghilangkan rasa sensiti/ rendah diri atas kecacatan
yang mereka derita.
4. Di sini dan saat ini (here and now)
Pendekatan ini menyesuaikan ruang dan waktu, dimana dan kapan pelayan sosial dapat
dilaksanakan, sehingga sesuai dengan kebutuhan mereka.
Pendekatan 5. Diversifikasi
Pendekatan ini mengupayakan untuk meningkatkan mentalitas kemandirian penyandang cacat,
sehingga mereka mampu hidup dan mengembangkan potensi yang dimiliki serta menghindari
ketergantungan peran orang lain.
6. Dedramatisasi
Pendekatan ini mencoba untuk meminimalisir bentuk hiperbola atas suatu masalah yang dialami
oleh penyandang cacat.
7. Mengembangkan Empati, bukan Simpati
Pendekatan ini mengedepankan rasa empati untuk membantu para penyandang cacat untuk
mengembangkan diri dan berdiri dalam kemandirian. Bukan di jaga secara berlebihan yang justru
semakin membatasi ruang gerak mereka.
Keterbatasan yang dialami
seseorang bukan menjadi
penghalang orang tersebut
untuk meraih prestasi
layaknya orang-orang dengan
kondisi fisik yang normal

Anda mungkin juga menyukai