Uang Dalam Islam
Uang Dalam Islam
Fiduciary (Credit)
Commodity Money
Money
Fiat
Full-bodied Representative Token, Fulus Bank
(contonental)
Notes
Checking
Deposites
Masa Khilafah Islam
Pada masa Khalifah Umar & Utsman mata uang dicetak dalam dgn corak Persia.
Pada masa Khalifah Umar ada ide untuk membuatnya dari kulit, namun tidak disetujui
oleh sahabat yg lain. Pada masa Khalifah Ali dicetak mata uang dgn corak khusus.
Pada masa Muawiyah dicetak mata uang dgn gambar pemandangan & pedang,
Gubernur Irak, Ziad,mencetak dgn nama khalifah di dalamnya. Pola cetakan ini
(gambar pemandangan & nama kepala negara) sampai sekarang masih digunakan
di banyak negara, termasuk Indonesia
Mata uang dgn bentuk bulat dicetak pada masa Ibnu Zubair. Sampai th 72-74 H
mata uang Islam (dinar & dirham) beredar bersama dgn dinar Romawi, dirham Persia,
& sedikit Yaman Hymarite. Pada th 76 H Abdul Malik membangun lokasi pencetakan
uang yg diorganisasi oleh Pemerintah (spt di Darabjab, Suq Ahwaz)
Masa Khilafah Islam
Nilai mata uang ditentukan dgn beratnya. Dinar terbuat dari emas 22 karat, terdiri dari
setengah dinar dan sepertiga dinar koin. Nilai yg lebih kecil didapat dengan
memotong mata uang tsb. Dirham terdiri dari beberapa koin nash (20 dirham), nawal
(5 dirham) dan sha’ira (1/60 dirham)
Nilai tukar Dinar : Dirham = 1 : 10 & stabil untuk waktu yg lama. Reformasi moneter
Dilakukan pada masa Khalifah Abdul Malik dgn mengurangi berat dinar dari 4.55 gr
per dinar menjadi 4.25 gr per dinar. Periode Ibnu Faqih (289 H), nilai dinar : dirham
= 1 : 17 & stabil pada 1 : 15. Setelah reformasi tsb 1 dinar = 4.25 gr, 1 dirham = 3.98 gr.
Atas desakan masyarakat untuk mencetak uang dengan jumlah yg lebih kecil,
maka Sultan Kamil mencetak uang dari tembaga (fulus), sehingga dirham untuk
transaksi besar & fulus untuk transaksi kecil. Jumlah fulus meningkat pada jaman
Bani Mamluk dan memuncak pada jaman Sultan Kitbugha & Zahir Barquq dgn
nilai nominal fulus yang jauh lebih besar dari nilai instrinsik fulus (tembaga). Produksi
fulus dilakukan secara besar-besaran, dirham hilang dari peredaran & inflasi
meningkat. Pada masa awal Bani Mamluk 1 dirham terbuat dari 2/3 perak & 1/3 tembaga,
Pada masa Sultan Nasir 1 dirham terbuat dari 1/3 perak & 2/3 tembaga. Kondisi
membaik saat Sultan Hasan (1358) menyatakan bahwa fulus yg beredar tidak berlaku
lagi & mengedarkan uang baru – langkah ini ditentang oleh Ibnu Taimiyah
• Bai al-”Inah dilarang, contohnya A menjual seekor sapi kpd B seharga Rp. 2 juta
dgn pembayaran 2 bulan kemudian & pada saat bersamaan A membeli kembali
dari B dgn cash seharga Rp. 1 juta (praktek ini merupakan money laundring,
sebuah strategi untuk mendapatkan keuntungan dlm perdagangan mata uang)
2. Mudd’ajwah dilarang : A menukar 1 gr perak bercampur tembaga dgnperak murni
Riba al- jali (clear riba) & Riba al-khafi (covered riba)- transaksi yg menjurus
kpd riba - dilarang --- (sesuai pendapat Ibu Qaiyim murid Ibnu Taimiyah) ---
1. Kesejahteraan suatu negara tidak ditentukan oleh jumlah uang yg beredar,
namun oleh tingkat produksi dan surplus neraca. Sektor produktif akan menyerap
tenaga kerja, menambah pendapatan & menimbulkan permintaan kpd sektor
produktif lain
Concern to international trading !!!!
2. Mata uang tidak harus terbuat dari emas atau perak, namun emas & perak menjadi
standart nilai mata uang.
3. Pemerintah harus menjaga nilai mata uang tersebut & menjaga kestabilan harga
emas & perak
Dlm kondisi nilai mata uang stabil, kenaikan & penurunan harga barang hanya
ditentukan oleh kekuatan sup lay & demand, setiap barang akan mempunyai harga
keseimbangan (equilibrium price). Inflasi – kenaikan harga semua barang – tidak akan
terjadi karena pasar akan mencari “equilibrium price of every goods”
Sitem bimetal (emas & perak) diadopsi oleh USA pada tahun 1792 M, dgn ratio 1:15.
Karena fluktuasi harga emas & perak maka pada tahun 1873 USA melakukan
demonetisasi silver. Setelah dimonetisasi silver dimulailah masa monometalism,
dgn emas sbg standart mata uang (Gold Currency standard) dgn 3 variasi :
1. Gold coin standard merupakan sistem moneter, dimana gold coin aktif beredar
di masyarakat sebagai alat tukar (medium of exchange)
2. Gold bullion standard merupakan standart moneter dgn ketentuan sbb :
A. Mata uang nasional disetarakan dgn emas
B. Emas disimpan oleh pemerintah dalam bentuk batangan
C. Emas tidak beredar dalam perekonomian
D. Emas tersedia untuk tujuan industri & transaksi2 internasional dari bank
3. Gold exchange standard yg lebih dikenal sebagai Bretton Woods System, yaitu
merupakan kesepakatan internasional di bid, moneter dimana mata uang
merupakan fiat money yg dapat dikonversi ke dlm emas dgn tk. harga tertentu
(Siregar, M. 1999)
- (Mishkin, 1992 dikutip Siregar, M 1999)-
PELAKSANAAN SISTEM GOLD COIN/BULLION STANDARD (menurut ekonom barat) :
1. Sepanjang aturan main dipenuhi,mata uang didukung oleh stok emas &
dapat dikonversikan ke dalam mata uang, maka nilai tukar akan stabil
2. Tidak ada suatu negarapun yang mampu mengontrol keluar masuknya emas
sehingga sulit mengontrol money supply
3. Kebijakan moneter sangat tergantung pada produksi & penemuan tambang emas,
pada tahun 1870an & 1880an produksi emas turun, akibatnya pertumbuhan
money suplay melambat dan tidak dapat mengimbangi pertumbuhan ekonomi
dunia akibatnya terjadi deflasi
4. Pada tahun 1890an dengan ditemukannya tambang emas di Alaska & Afsel,
mengakibatkan peningkatan money supply dan inflasi, s.d. PD I
- Tidak mudah menjaga kestabilan mata uang (terutama dgn terjadinya PD I)
- (Siregar, M 1999)-
Setelah PD II Bretton Woods System telah diadopsi secara universal terutama USA,
karena negara ini menguasai 2/3 cad. emas dunia, namun pada tahun Agustus 1971
USA mendemonetisasi gold, dengan pertimbangan :
• Mulai penghujung th. 1950an pertumbuhan stok emas dunia tidak cukup untuk
membiayai pertumbuhan output & perdagangan dunia sehingga terjadi
kesulitan likuiditas
2. Kebutuhan likuiditas ini dibiayai oleh supply USD melalui defisit perdagangannya
- (Siregar, M 1999)-
Standart Normatif Mata Uang adalah Emas & perak/standar emas & perak
dengan memperhatikan ketentuan sbb :
1. Tidak diperbolehkannya menimbun emas & perak yang berfungsi sbg alat tukar,
“Dan orang-orang yang menimbun (mata uang) emas (dinar) dan perak (dirham),
serta tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka
azab yang pedih (QS. At-Taubah : 34)
2. Penentuan nisab zakat (khususnya zakat mal) disandarkan kepada emas (dzahab)
dan perak (fidloh).
3. Aturan tentang pertukaran mata uang selalu dinyatakan dalam emas & perak
“Janganlah kalian menjualbelikan emas dengan emas, kecuali dengan (timbangan
dan nilai) yang sama. Jual belilah emas dengan perak atau perak dengan emas
sekehendak kalian” (HR. Bukhari)
4. Nabi Muhammad melegalisir istilah yang berhubungan dengan nilai uang
kepada emas & perak, yaitu “uqiyah, dirham, daniq, qirath, mitsqal & dinar
Standart Nilai Mata Uang Emas dan perak,
Dari hasil penelitian masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan (75 H),
Dimana dicetak mata uang Islam pertama dan digunakan selama lebih dari 1000 tahun,
Di seluruh negeri Islam : Timbangan beratnya hampir sama dengan dinar Romawi,
yaitu seberat timbangan mitsqal, 1 mitsqal = 8 daniq. Pada masa itu berat 1 mitsqal
= berat 72 butir gandum ukuran sedang yg dipotong kedua ujungnya, sama dengan
Berat 6000 biji khardal barry (sejenis tanaman sawi) ukuran sedang. Berat 1 mitsqal =
4.25 gram emas murni. Nilai berat ini sama dgn berat uang solidus (di Byzanthium) =
Berat uang drachma (di Yunani). Jadi 1 dinar emas = 4.25 gram emas murni.
Berat 1 dirham merujuk kpd hadits,” Berat timbangan uang dirham yg ada pada kita
adalah 14 qirath, yaitu sama dgn mitsqal kita yg berat timbangannya
sama dgn 20 qirath”. (Futuhul Buldan, karya Al Baladzuri).
Jadi 1 dirham = 14/20 mitsqal, Dan 1 mitsqal = 4.25 gram emas murni,
maka 1 dirham = 7/10 X 4.25 gr = 2.975 gram, Jadi 1 dirham (perak) = 2.975 gram perak