Remaja adalah golongan yang mudah terkena insmonia, kecemasan dan gangguan
depresi dengan tingkat sekitar 11% (Johnson et al, 2006), 15 % (Johnson et al., 2006),
6% (Costello et al., 2006)
Adanya gejala insomnia dan gangguan psikiatri menyebabkan : penurunan kepuasan
dalam hidup, rendahnya pencapaian akademik, ide bunuh diri, kelebihan
penggunaaan tembakau, alkhol, dan obat-obatan
Alvaro et al., 2014 & Johnson et al., 2006 menemukan hubungan yang kuat antara
gejala dan gangguan insomnia, ansietas, dan depresi
Sebelumnya insomnia merupakan gejala sekunder dari gangguan psikiatri Bogini
et al., 2011 menemukan bahwa insomnia pada orang dewasa sehat mengrah pada
peningkatan resiko perkembangan depresi.
Alvaro et al, 2013 (evidence terbaik yang ada) pada orang dewasa insomnia dan
gangguan psikiatri berhubungan dua arah antara insomnia dan psikopatologi.
Studi untuk remaja : masih sedikit dan banyak inkonsistensi dan isu metodologi
INTRODUKSI
Penelitian kontradiktif :
- Beberapa penelitian melaporkan hubungan satu arah, di mana kecemasan
memprediksi insomnia dan insomnia memprediksi depresi (Johnson et al., 2006;
Ohayon dan Roth, 2003)
- Studi longitudinal melaporkan hubungan dua arah, di mana insomnia atau
masalah tidur generik memprediksi dan diprediksi oleh depresi, kecemasan atau
masalah kesehatan mental secara keseluruhan setelah mengendalikan pembaur
(Alvaro dkk. 2013; Roberts dan Duong, 2013; Shanahan dkk. ., 2014)
INTRODUKSI
Mekanisme hubungan dua arah yang ditemukan dalam evidence (Kaneita et al.,
2009 :
Faktor resiko : predisposisi genetic, factor biologis, peningkatan autonomy
edukasi stressor keluarga yang secara independent berpengaruh pada
perkembangan dan onset insomnia, cemas dan depresi.
Masalah tidur dan gejala psikopatologi yang merupakan turunan dari gangguan
yang serupa
Gejala dan gangguan insomnia dan gangguan psikiatri bersifst independent tetapi
secara langsung berhubungan dengan perkembangan satu sama lain
INTRODUKSI
-PESERTA-
318 siswa sekolah menengah Australia Selatan berusia 12–18 tahun (M = 14,96,
SD = 1,34) dari delapan sekolah menengah atas secara sukarela berpartisipasi
dalam studi pada awal studi.
-MEASURE-
Data awal dikumpulkan dari Mei 2012 hingga Agustus 2012, sementara data
tindak lanjut dikumpulkan dari Oktober 2012 hingga Februari 2013 tindak lanjut
rentang 5-7 bulan
-ANALISIS STATISTIK-
Statistik deskriptif pada awal dan tindak lanjut diuji melalui sampel t-tes. Nilai r
Pearson dihitung untuk menilai korelasi antara baseline dan variabel follow-up.
Analisis regresi hierarkis dilakukan per hubungan gejala gangguan insomnia /
psikiatri yang dibagi dalam dua model
HASIL
Sekitar 27% dan 25% dari peserta melaporkan masalah kejiwaan / tidur
sebelumnya pada awal dan tindak lanjut, masing-masing.
Sekitar 9,45% dan 12,20% dari peserta melaporkan konsumsi alkohol dalam dua
minggu terakhir pada awal dan tindak lanjut, sementara penggunaan narkoba
terlarang dilaporkan pada 1,18% peserta pada awal dan tindak lanjut
Sekitar 45% dan 41% siswa melaporkan memiliki terlalu sedikit tidur pada awal
dan tindak lanjut.
Tidak pernah / jarang mendapatkan tidur yang cukup dilaporkan sebesar 17,31%
dan 15,74% pada awal dan tindak lanjut.
Sekitar 1% melaporkan terlalu banyak tidur pada awal dan tindak lanjut
Hasil penelitian serupa dengan penelitian sebelumnya dengan menggunakan quisioner
yang sama (Chung et al,. 2011)
Analisis regresi longitudinal hirarki :
DISKUSI
Longitudinal study (Alvaro et al., 2013; Gregory et al., 2009) gangguan tidur
dapat memprediksi dan menyebabkan gejala dan gangguan depresi dan ansietas
Model 1 : insomnia meprediksi dan dapat diprediksi oleh gejala tiap gangguan
psikiatri dengan pengontrolan usia, gender dan kronotipe & bersifat dua arah
(Mendukung hipotesis 1)
Hasil similar dengan penelitian sebelumnya (Alvaro et al., 2013; Roberts dan
Duong 2013) gejala insomnia menjadi factor resiko untuk perkembangan gejala
depresi dan sebaliknya dan mensupport mekanisme ketiga
Model 2 : gejala insomnia tidak berkaitan dengan GAD dan PD dan tidak
mempengaruhi perkembangan satu sama lain. Merupakan hasil dari factor resiko
umum seperti ansietas berlebihan, affect negative, dan hyperarousal psiological.
LIMITASI
Gejala gangguan insomnia dan psikopatologi yang signifikan secara klinis adalah
lazim pada remaja
Gejala gangguan insomnia adalah berhubungan dua arah terkait dengan gejala
depresi independen dari gejala awal, dan searah terkait dengan gejala OCD dan
SP di mana OCD dan SP merupakan faktor risiko independen dari perkembangan
gejala insomnia.
Hubungan antara gejala gangguan insomnia dan psikopatologi adalah kompleks,
dengan gangguan mood dan kecemasan meningkatkan risiko untuk gejala
insomnia dan sebaliknya pada remaja bahkan ketika mengendalikan chronotype
dan faktor kunci lainnya.
CRITICAL APPRAISAL
there was a significant difference in mean severity of panic disorder symptoms [t(313)=3.21, p<.01]
between adolescents who dropped out (M=5.20, SD=5.36) and those who completed the study (M=3.89,
SD=3.61)
the symptoms of PD in those who dropped out were only marginally more severe than those who
completed the study
CRITICAL APPRAISAL
Sekitar 27% dan 25% dari peserta melaporkan masalah kejiwaan / tidur sebelumnya pada awal dan tindak
lanjut, masing-masing.
Sekitar 9,45% dan 12,20% dari peserta melaporkan konsumsi alkohol dalam dua minggu terakhir pada awal dan
tindak lanjut, sementara penggunaan narkoba terlarang dilaporkan pada 1,18% peserta pada awal dan tindak
lanjut
Sekitar 45% dan 41% siswa melaporkan memiliki terlalu sedikit tidur pada awal dan tindak lanjut.
Tidak pernah / jarang mendapatkan tidur yang cukup dilaporkan sebesar 17,31% dan 15,74% pada awal dan
tindak lanjut.
Sekitar 1% melaporkan terlalu banyak tidur pada awal dan tindak lanjut
CRITICAL APPRAISAL