Anda di halaman 1dari 30

Pertemuan 5-6

DEBIT BANJIR
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KALTARA

HARVY IRVANI ST., MT.


Debit Banjir
Ukuran dan bentuk drainase, sangat tergantung pada besar debit yang harus
dialirkan. Makin besar debit, makin besar pula sistem drainasenya.
Sehingga menghitung besar debit banjir rancangan, merupakan hal penting dalam
perencanaan sistem drainase perkotaan.
Besar debit rancangan harus dihitung dengan teliti. Hasilnya harus wajar. Tidak
terlalu kecil, juga tidak terlalu berlebihan (Logika : daerah perkotaan 1 km , debit
banjir sekitar 3,5 sampai 7 m /dtk.
Debit banjir rancangan adalah besaran debit maksimum pada kala ulang tertentu,
yang terjadi di suatu titik tinjau tertentu.
Debit Banjir
Besar debit banjir rancangan dari suatu kawasan perkotaan, umumnya dihitung
dengan rumus Rasional
Q=0,278.C.I.A
Rumus tersebut menyatakan bahwa besar debit banjir disuatu titik tinjau,
merupakan fungsi dari :
a. Keadaan daerah, tata guna lahan dan jenis tanah, yang memberikan pengaruh
pada besar kecilnya air limpasan, dalam hal ini dinyatakan sebagai koefisien
limpasan (C).
b. Itensitas hujan (I), yang terjadi pada kala ulang dan durasi (lama waktu) tertentu,
serta.
c. Luas (A) dari suatu kawasan yang airnya akan melimpas menuju titik tinjau
tertentu. Untuk perhitungan debit banjir rancangan di suatu sungai, luasan ini
adalah luasan DASnya.
3.1 Pengujian Data Hujan
Data utama pada analisis hidrologi adalah data hujan yang jatuh pada kawasan yang
ditinjau. Data tersebut berupa data hujan harian maksimum, yang terjadi dalam
masa satu tahun. Untuk menetapkan hujan harian maksimum pada kala ulang
tertentu, diperlukan data hujan yang paling tidak berasal dari hasil pengukuran
selama sepuluh tahun.
Untuk membuat lengkung intesitas hujan, diperlukan data intensitas hujan
maksimum dalam durasi waktu tertentu. Umumnya dalam durasi 5,10,15 sampai
dengan 720 menit. Data hujan semacam itu, hanya tersedia pada stasiun-stasiun
penakar hujan yang mempunyai pencatatan hujan secara otomatis. Data pentin yang
dipakai untuk menghitung besaran intensitas hujan, adalah data hujan harian
maksimum dalam beberapa tahun.
Pengujian data bertujuan untuk menguji benar tidaknya data, dan apakah data
tersebut dapat menggambarkan fenomena hidrologi seperti keadaan yang
sebenarnya dilapangan.
3.1 Pengujian Data Hujan
Menguji kualitas data, merupakan keharusan. Dan dilakukan sebelum data tersebut
dipakai untuk keperluan berikutnya. Analisis untuk menguji kualitas data curah
hujan,umumnya meliputi :
1. Analisis data yang hilang dan analisis konsitensi data. Cara pengujian
konsistensi data yang umum dipakai adalah metode Rescaled Adjusted Partial
Sum (RAPS) dan pengujian abnormalitas data (Uji Inlier-Outlier Data)
2. Analisis ketidakadaan trend. Beberapa metode statistik dapat digunakan
untuk menguji ketidak-adaan trend dalam deret berkala, diantaraya uji seperti
korelasi peringkat metode spearman dan uji Mann dan Whitney
3. Analisis kestabilan data. Uji kestabilan data dimaksudkan untuk menguji
kestabilan nilai varian dan rata-rata berkala dari deret berkala, pengujian dapat di
lakukan dengan metode uji F.
4. Analisis persistensi data. Persistensi adalah ketidaktergantungan dari setiap
nilai dalam deret berkala. Untuk melaksanakan pengujian persistensi harus
dihitung besarnya koefisien korelasi serial. Salah satu metode untuk menentukan
koefisien korelasi serial adalah dengan metode Spearman.
3.2 Kala Ulang Banjir
Salah satu parameter penyebab banjir adalah intensitas hujan (I mm/jam). Besarnya
intensitas hujan, dihitung berdasar pada data curah hujan harian maksimum.
Ada berbagai cara menghitung tinggi curah hujan rata-rata, seperti cara :
• Metode Rerata aljabar
• Metode Poligon Thiessen dan
• Metode Isohyet
Pada perancangan drainase perkotaan, diperlukan besaran curah hujan harian maksimum
pada kala ulang tertentu, adapun sebagai berikut :
• Pertamanan (Kala Ulang 5 Tahun)
• Pendidikan (Kala Ulang 5 Tahun)
• Pemukiman (Kala Ulang 5 Tahun)
Untuk kawasan Khusus
• Kawasan bandara (Kala Ulang 10/20 Tahun)
• Instalasi enersi (Kala Ulang 10/20 Tahun)
• Dll..
3.2 Kala Ulang Banjir
Karena debit rancangan adalah fungsi dari I, sehingga untuk I dengan kala ulang
tertentu sama dengan kala ulang Q.
Contoh pengertian Q25 = I25, yaitu bahwa tiap 25 tahun terdapat kemungkinan
dalam seribu tahun misalnya akan terjadi empat puluh kejadian dengan Q sama atau
lebih besar dari Q dengan kala ulang 25 tahunan.
Berbagai metode yang dapat dipakai untuk menghitung besarnya curah hujan harian
maksimum pada kala ulang tertentu yaitu :
• Distribusi Normal
• Distribusi Log Normal
• Distribusi Gumbel
• Distribusi Log Normal
• Distribusi Log Pearson III, dll
3.2 Kala Ulang Banjir
Log pearson type III mempunyai keunggulan dimana menggunakan 3 variabel
dalam analisisnya, yakni : rerata, kemencengan dan deviasi standar.
Tahapan untuk menghitung hujan rancangan maksimum dengan metode Log
Pearson III adalah sebagai berikut :
1. Ubah hujan harian maksimum dalam bentuk logaritma
2. Hitung rerata besaran logaritma
3. Hitung simpangan baku
4. Hitung koefisien kepencengannya
5. Hitung logaritma hujan rancangan dengan kala ulang tertentu
Contoh : Tahun R24 Maks (mm) Log R24 (log R24-Log R24)
2013 93,90 1,97 0,0036
2014 87,62 1,94 0,0018
2015 72,73 1,86 0,0001
3.3 Debit Banjir Rancangan
Terbanyak banyak motode untuk menghitung banjir rancangan, diantaranya :
1. Hubungan empiris curah hujan- limpasan (Metode-metode : Rasional, Weduwen,
Melchior, dsb)
2. Dengan menggunakan hidrograf satuan untuk menghitung hidrograf banjir
3. Dengan pengamatan langsung di lapangan
Metode Rasional
Metode Rasional dipakai untuk menghitung debit banjir, yang berupa debit puncak
banjir (Qp), jadi termasuk perhitungan banjir rancangan non hidrograf
Debit puncak banjir dipengaruhi oleh
a. Besarnya intensitas curah hujan
b. Besaran koefisien pengaliran (atau koefisien limpasan) yang merupakan fungsi
dari keadaan topografi, tataguna lahan jenis tanah
c. Luas lahan yang akan di drainase
3.3 Debit Banjir Rancangan
Rumus umum metode rasional adalah sebagai berikut
QQ==0,278
0,278 .. CC. .I I. A
.A
Bila A dalam Satuan Km , dan I dalam satuan mm/jam dan Q dalam satuan m /det
Q Q= =0,00278
0,00278 ..CC. .I .IA. A
Bila A dalam Satuan Ha, dan I dalam satuan mm/jam dan Q dalam satuan m /det
QQ== C
C .. II. .AA

Bila A dalam Satuan Ha, dan I dalam satuan l/det/ha dan Q dalam satuan l/det
Dalam hal ini,
Q = debit banjir rancangan (m /det atau l/det)
C = Koefisien pengaliran
I = Intensitas hujan pada durasi yang sama dengan waktu konsentrasi dan pada
periode ulang hujan tertentu (mm/jam atau l/det/ha)
A = luas daerah pengaliran (Ha atau km )
Angka 0,278 = faktor konversi
3.3 Debit Banjir Rancangan
Metode rasional memakai asumsi, bahwa :
a. Curah hujan mempunyai intensitas yang merata di seluruh daerah aliran sungai untuk
durasi tertentu.
b. Debit yang terjadi (debit puncak) bukan hasil dari intensitas hujan yang lebih tinggi
dengan durasi yang pendek dimana hal ini berlangsung hanya pada sebagaian DAS yang
mengkontribusikan debit puncak tersebut.
c. Lamanya curah hujan = waktu konsentrasi dari daerah aliran. Dengan kata lain waktu
konsentrasi merupakan waktu terjadinya run-off dan mengalir dari jarak antara titik
terjauh dari DAS ke titik inflow yang ditinjau.
d. Puncak banjir dan intensitas curah hujan mempunyai tahun berulang yang sama.
Persyaratan penggunaan metode Rasional adalah apabila luas DAS antara 40-80 ha. luas
tersebut, sesuai karena metode Rasional memang sejak semula dikembangkan untuk
menghitung debit banjir maksimum di daerah perkotaan, dengan luasan terbatas.
Meskipun demikian, beberapa peneliti menyatakan bahwa penggunaan rumus Rasional
cukup akurat, asalkan dipakai pada luasan yang kurang dari 500 ha.
3.3 Debit Banjir Rancangan
Sebagaimana dijelaskan, debit banjir rencana untuk drainase perkotaan, umumnya
dihitung degan rumus Rasional. Dalam perkembangannya, rumus Rasional
dimodifikasi oleh beberapa peneliti, antara lain :
a. Metode Der Weduwen untuk luas daerah aliran sungai sampai 100 km
b. Metode Melchior untuk luas daerah aliran sungai lebih dari 100 km
c. Metode Haspers untuk DPS lebih dari 5000 ha (50 km )
3.4 Koefisien Pengaliran
Koefisien pengaliran (C) adalah perbandingan antara jumlah air yang mengalir
(melimpas) di permukaan dari suatu kawasan akibat turunnya hujan dengan jumlah
air hujan yang turun dikawasan tersebut.
Koefisien pengaliran juga dapat didefinisikan sebagai nilai banding antara bagian
hujan yang membentuk limpasan langsung dengan bagian hujan yang membentuk
limpasan langsung dengan bagian hujan total yang terjadi.
3.4 Koefisien Pengaliran
Besarnya koefisien pengaliran ini dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain yaitu ;
a. Kemiringan daerah aliran dan kemiringan dasar sungai, semakin besar
kemiringan tanah, semakin cepat aliran limpasan, akibatnya semakin sedikit air
yang meresap.
b. Jenis tanah yang berbeda menjadikan daya resap tanah yang berbeda, misalnya
tanah biasa atau pasir, jalan aspal atau tanah.
c. Kebasahan tanah, pada permulaan musim hujan angka pengaliran lebih kecil,
karena lebih banyak air hujan yang tertahan, daripada di akhir musim hujan,
karena pada saat itu tanah telah jenuh air.
d. Tata guna lahan, berbedanya macam pemakaian lahan membawa perbedaan
kemampuan kawasan dalam menahan air, misalnya kawasan perumahan lebih
banyak melimpaskan air daripada daerah petamanan.
3.4 Koefisien Pengaliran
Besaran koefisien limpasan (C) yang umum dipakai untuk rancangan drainase perkotaan adalah
sebagai berikut :
Koefisien Koefisien Pengaliran
Tata Guna Lahan Tata Guna Lahan
Pengaliran (C) (C)
Bisnis Kawasan yang belum dimanfaatkan 0,10-0,30
Kawasan Kota 0,70-0,95
Kawasan Pinggiran 0,50-0,70 Jalan
Beraspal 0,70-0,95
Kawasan Perumahan Beton 0,80-0,95
Kawasan Keluarga Tunggal 0,30-0,50 Batu bata/paving/cob block 0,70-0,85
Multi satuan, terpisah 0,40-0,60
Multi satuan, berdempetan (rapat) 0,60-0,75 Jalan raya dan trotoar 0,70-0,85

Kawasan Pemukiman Pinggiran Kota 0,25-0,40 Atap 0,70-0,95

Kawasan Rumah Tinggal Berupa Rumah 0,50-0,70 Halaman rumput, tanah berpasir
Susun (Apartment) Tanah berpasir, datar (2%) 0,05-0,10
Perindustrian Tanah berpasir, rata-rata (2-7%) 0,05-0,10
Kawasan ringan-berat 0,50-0,90 Tanah berpasir curam (>7%) 0,05-0,10

Taman-taman dan kuburan 0,10-0,25 Halaman rumput, tanah padat


Tanah padat, datar (2%) 0,13-0,17
Lapangan Bermain 0,20-0,35 Tanah padat, rata-rata (2-7%) 0,18-0,22
Tanah padat curam (>7%) 0,25-0,35
Kawasan halaman kereta api 0,20-0,40
3.4 Koefisien Pengaliran
Apabila suatu kawasan terdiri dari berbagai macam penggunaan lahan dengan
koefisien aliran permukaan yang berbeda-beda, maka koefisien pengaliran yang
dipakai merupakan C gabungan yang dihitung dengan rumus :
σ𝑛
𝑖=1 𝐴𝑖 .𝐶𝑖
Cm =
σ𝑛
𝑖=1 𝐴𝑖
Dengan :
Cm = Cgab = Koefisien Pengaliran Gabungan
Ai = luas masing-masing tata guna lahan
Ci = koefisien pengaliran setiap tata guna lahan
Besarnya C gabungan untuk daerah perkotaan tergantung pada penggunaan lahan
dan kepadatannya.
3.4 Koefisien Pengaliran
Contoh besaran C gabungannya adalah sebagai berikut :
Peruntukan Luas C Luas x C
Bangunan 16.640 0,90 14.976
Halaman 8.960 0,30 2.688
Taman biasa 7.950 0,20 1.590
Jalan Aspal 14.560 0,95 13.832
Tepian rumput 3.64 0,40 1.456
Total Luas 51.750 34.542

C Gabungan = 34.542 / 51.750 = 0,667


3.5 Intensitas Hujan
Intensitas curah hujan adalah jumlah curah hujan yang dinyatakan dalam tinggi (mm/jam) atau volume
hujan (liter/det/ha) tiap suatu waktu, yang terjadi pada satu durasi waktu, di saat air hujan tersebut
terkonsentrasi.
Besarnya intensitas curah hujan berbeda-beda tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi
kejadiannya. Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung, maka intensitasnya makin tinggi.
Sehingga, intensitas curah hujan yang tinggi pada umumnya berlangsung dengan durasi pendek dan
meliputi daerah yang tidak luas.
Rumus umum menghitung intensitas adalah :
𝑑
I=
𝑡
Dengan :
I = intensitas hujan (mm/jam)
d = durasi/tinggi hujan (mm)
t = lama hujan (jam)
Rumus umum tesebut kemudian dikembangkan menjadi beberap metode lain seperti :
• Metode Talbot
• Metode Sherman dan Ishiguro
• Metode Mononobe
3.5 Intensitas Hujan
Tabel periode ulang hujan untuk perencanaan
No. Jenis Bangunan Yang Direncanakan Periode No. Jenis Bangunan Yang Direncanakan Periode
Ulang Ulang
1. Kawasan Pertanian, Halaman, Taman, Kebun 2 4. Saluran dan Bangunan pada DAS dengan Luasan
Kawasan Perumahan, Perkantoran 5 • 25 – 50 Ha 5
Kawasan Bangunan Khusus (Industri, Energi, • 50 – 100 Ha 5 - 10
Perhubungan, dan sejenisnya)
• 100 – 500 Ha 10 - 25
• Ringan 5
5. Pengendalian Banjir Tingkat Makro 100
• Menengah 10 (Bendungan, Waduk, dan Sejenisnya)
• Berat 25 6. Bangunan Drainase Jalan Raya (gorong-gorong,
• Bangunan khusus risiko tinggi 50 saluran tepi dan bangunan lain)
2. Saluran pada jaringan Tersier dan Sekunder • Jalan Raya Biasa 5 – 10
• Resiko Kecil 2 • Jalan by Pass 10 – 25
• Resiko Besar 5 • Jalan Tol 25 - 50
3. Saluran Primer Sumber : Panduan dan petunjuk praktis pengelolaan drainase perkotaan

• Resiko Kecil 5
• Resiko Besar 10
3.5 Intensitas Hujan
Waktu tiba Banjir atau waktu konsentrasi (tc)
Waktu konsentrasi (atau waktu tiba banjir) adalah waktu yang diperlukan oleh air
hujan untuk mengalir dari suatu titik yang paling jauh ke suatu titik tinjau (mislanya
di titik di muara drainase) pada suatu daerah pengaliran
tc = to – td
Keterangan :
tc = waktu konsentrasi
to = waktu limpasan permukaan
td = waktu air mengalir di saluran
3.5 Intensitas Hujan
Waktu limpas di permukaan (to)
Waktu limpasan permukaan adalah waktu yang dibutuhkan untuk melimpaskan
air hujan dari titik terjauh menuju saluran terdekat, sering juga disebut sebagai inlet
time, overflow time (to) dalam satuan menit.
Waktu limpasan permukaan (to) di pengaruhi oleh beberapa faktor yakni :
a. Jarak limpasan, yakni jarak dari titik terjauh menuju ke inlet saluran terdekat
b. Kemiringan lahan di daerah yang ditinjau, dan
c. Koefisien pengaliran pada daerah yang ditinjau
Rumus untuk menghitung to adalah :
2 𝑛𝑑 0,167
to = 𝑥 3,28 𝑥 𝐿0
3 𝑠
Keterangan :
To = aku limpas permukaan (menit)
𝑛𝑑 = koefisien hambatan
S = kemiringan daerah pengaliran
3.5 Intensitas Hujan
Waktu limpas di permukaan (to)
Tabel besaran koefisien hambatan (𝑛𝑑 )
Kondisi lapis permukaan Koefisien hambatan (𝒏𝒅 )
Aspal jalan atau lapisan beton 0,013 – 0,020
Lapisan jalan paving blok/bahu jalan 0,20 – 0,030
Lapisan diperkeras di daerah perumahan 0,03 – 0,10
Tanah berumput tipis 0,10 – 0,20
Tanah berumput tebal 0,40 – 0,40
Hutan gundul 0,40 – 0,60
Hutan rimbun 0,60 – 0, 60
3.5 Intensitas Hujan
Waktu limpas di permukaan (to)
Waktu aliran dalam saluran adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengalirkan air
di dalam saluran, dari titik masuknya air limpasan ke titik tinjau, sering juga disebut
sebagai time of flow, atau conduit time.
𝑳𝒔
td =
𝟔𝟎 .𝑽𝒔𝒂𝒍
Keterangan :
td = waktu limpas aliran (menit)
Ls = panjang saluran (meter)
Vsal = rerata kecepatan aliran dalam saluran (m/det)
Kecepatan air (Vsal) di saluran tergantung pada bahan pembuat saluran, sebagaimana tabel
berikut ini.
3.5 Intensitas Hujan
Waktu limpas di permukaan (to)
Tabel kecepatan aliran air yang diijinkan
Kecepatan aliran Kecepatan aliran
Jenis bahan yang diijinkan Jenis bahan yang diijinkan
(m/dt) (m/dt)
Pasir halus 0,45 Kerikil kasar 1,20
Lempung kepasiran 0,50 Batu-batu besar 1,50
Lanau alluvial 0,60 Pasangan batu 1,50
Kerikil halus 0,75 Beton 1,50
Lempung kokoh 0,75 Beton bertulang 1,50
Lempung padat 1,10
Tabel hubungan s dan V
Kemiringan rata-rata Kecepatan aliaran
dasar saluran (%) rata-rata (m/detik)
1 0,40
1-2 0,60
2-4 0,90
4-6 1,20
6-10 1,50
10-15 2,40
3.5 Intensitas Hujan
Lengkung Intensitas hujan
Intensitas curah hujan adalah jumlah curah hujan yang dinyatakan dalam tinggi
hujan atau volume hujan tiap satuan waktu, yan terjadi pada satu kurun waktu air
hujan terkonsentrasi. Satuan intensitas hujan adalah mm/jam atau l/det/ha.
Durasi hujan adalah lama kejadian hujan yang besarnya sama dengan waktu
konsentrasi (tc). Pada drainase perkotaan umumnya, tc dalam satuan jam atau
menit.
Hasil analisis intensitas hujan dari suatu daerah dapat berupa kurva (lengkung)
intensitas. Lengkung intensitas hujan adalah garfik hubungan antara intensitas
hujan dengan durasi hujan dengan kala ulang tertentu.
3.6 Luas Daerah Pengaliran
Daerah pengaliran adalah suatu daerah (Kawasan) dimana semua curah hujan yang
jatuh akan mengalir menuju ke titik tinjau tertentu di daluran drainase.
3.7 Debit Air Limbah
Penyebab utama banjir adalah limpasan air hujan. Sehingga fungsi utama saluran
drainase adalah mengalirkan limpasan air hujan tersebut. Namun demikian, ada air
yang juga harus dibuang melalui saluran drainase. Yakni air limbah bersih yang
berasal dari air rumah tangga.
Dimaksudkan dengan air limbah bersih adalah sisa air yang telah dipakai penduduk
untuk (terutama) mandi, mencuci dan lain-lain. Banyaknya keperluan air rumah
tangga tergantung pada beberapa faktor, seperti :
• Daerah yang bersuhu panas pemakaian air akan lebih banyak dibandingkan dengan
daerah yang bersuhu dingin.
• Keadaan sosial rumah tangga, semakin tinggi tingkat sosial rumah tangga semakin
banyak kebutuhan airnya.
• Pola hidup/kebiasaan sehari-hari
3.7 Debit Air Limbah
Dalam analisis menghitung kebutuhan air per penduduk sebagai berikut :
1. Kebutuhan mandi 2 kali sehari : 60 – 90 liter
2. Keperluan masak : 10 – 30 liter
3. Minum : 5 – 10 liter
4. Cuci (Pakaian, piring, dll) : 35 – 50 liter
5. Penggelontoran buang air besar : 10 – 25 liter
Jumlah : 120 – 205 liter
Menurut DPU Dirjen Cipta Karya, kebutuhan air bersih per penduduk adalah
Tabel kebutuhan air bersih per penduduk
Kebutuhan air
Kota Jumlah Penduduk
(ltr/det/penduduk)
Kota metropolitan >1.000.000 190
Kota besar 500.000 – 100.000 170
Kota sedang 100.000 – 500.000 150
Kota kecil 20.000 – 100.000 130
IKK 3.000 – 20.000 100
Pedesaan <3.000 60
3.7 Debit Air Limbah
Perhitungan debit air buangan dapat dihitung dengan rumus :
𝑝𝑛 .𝑞
𝑄𝑎𝑘 =
𝐴
Keterangan :
Qak = debit air kotor (liter/detik.Km )
Pn = jumlah penduduk (orang)
A = luasa daerah Km
q = jumlah air buangan (l/orang/hari)

Besarnya jumlah air buangan (q) adalah sekitar 50 – 85% dari


jumlah kebutuhan air tiap penduduk.
Ada Pertanyaan?

Anda mungkin juga menyukai