Anda di halaman 1dari 34

Referat

AIRWAY
Disusun Oleh:
MANAGEMENT Humairoh Nur P. I.
201710401011087

Pembimbing :
dr. Yudianto,Sp.An.KIC
SMF ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF
RSU HAJI SURABAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018

1
Definisi

Pengelolaan jalan Kecukupan


Jalan napas
napas (Airway oksigenasi
Management) tetap terbuka tubuh

2
Obstruksi Jalan
Napas
Airway
ManagementAI

Hipoksia

Henti Napas

3
Anatomi Jalan Napas

4
5
Penilaian Jalan Napas
1. Look

Sianosis

Gerak Dinding Dada, perut

Penggunaan otot napas tambahan

6
2. Listen Suara Napas Normal/ Tambahan?

Mendekur (snoring)  lidah


yang menutup orofaring

Berkumur (gargling)  sekret, darah

Bersiul (crowing sound), stridor 


spasme, edema atau pendesakan jalan
napas

7
3. Feel

Ekspirasi dari hidung


atau mulut

8
Obstruksi dan tanda-tanda
9 obstruksi

• benda asing yang tertelan lalu menyangkut dan


menyumbat pangkal laring
Total • Tanda :
a.) Kegagalan pernapasan secara cepat, b.) Kehilangan
kesadaran

• Pangkal lidah yg jatuh kebelakang, cairan (darah),


spasme, edema atau pendesakan jalan napas
Parsial • Tanda :
a.) Retraksi otot dada, b.) Napas paradoksal, c.) Napas
makin berat dan sulit, d.) Sianosis
OTAK & Tidak ada
Hipoksia
JANTUNG O2

0 - 4 Menit Kerusakan Sel-sel otak tidak diharapkan

6 – 10 menit Sudah mulai terjadi kerusakan otak

> 10 menit Terjadi kerusakan sel-sel otak yang berat

10
Pengelolaan Jalan Napas
Pengelolaan Jalan Napas Karena Benda Asing

A. Pada pasien sadar :


1. Heimlich Manuver

2. Abdominal Thrust

3. Chest Thrust

11
B. Pasien Tidak Sadar :

– finger sweep

Pengelolaan Jalan Napas Karena Benda Cair

– pengisapan (suctioning)

12
Pengelolaan Jalan Napas Tanpa Alat

1. Triple Manuver:
o Head tilt
o Chin lift

o Jaw Thrust

13
B. Pengelolaan Jalan Napas Dengan Alat
1. Oropharyngeal Tube
• Mencegah agar lidah tidak jatuh ke hipofaring
• Cara mengukur  Dari tepi mulut ke tragus

14
2. Nasopharyngeal Tube
• Diameter disesuaikan dengan besarnya lubang hidung
pasien.
• Diberi lubrikasi terlebih dahulu
• Dipasang lewat salah satu lubang hidung sampai ke
faring
• KI : fraktur basis kranial

15
16
3. Sungkup Muka (Face Mask)
• Memfasilitasi pengaliran oksigen atau gas anestesi dari
sistem breathing ke pasien
• Face mask dipegang dengan tangan kiri, tangan kanan
digunakan untuk melakukan ventilasi dengan tekanan
positif.

17
4. Intubasi Endotracheal Tube (ETT)

Alat Intubasi Endotracheal Tube (ETT)

Scope : laryngoscope (handle dan blade yg


sesuai), stetoscope yg sesuai (dewasa / anak /
bayi)
Tube : endotracheal tube (ETT)  ukuran
sesuai pasien, 1 no lebih besar, 1 no lebih kecil
Airway : oropharyngeal airway
Tape : plester / hypafix utk fiksasi ETT
Introducer : stylet
Connector : antara ETT ke pipa mesin anestesi
Suction : ukuran yg sesuai
Spuit : untuk mengembangkan balon (cuff) ETT
18
19
20
Cara Intubasi Endotracheal Tube (ETT)

• Pasien sebaiknya diposisikan dalam posisi tidur terlentang,


oksiput diganjal dengan menggunakan alas kepala.
• Dilakukan anestesi dan diberikan pelumpuh otot, lakukan
oksigenasi dengan pemberian oksigen 100% minimal
dilakukan selama 2 menit.
• Masukkan laringoskop hingga tampak pita suara
• Masukkan stilet ke dalam pipa endotrakeal untuk
mempermudah

21
• Pemasangan pipa endotrakheal melalui sudut mulut.
Bila perlu, menekan laring ke posterior sehingga pita
suara akan dapat tampak dengan jelas.
• Keluarkan stilet
• Balon pipa dikembangkan dan laringoskop dikeluarkan
• Pipa difiksasi dengan plester
• Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi.
• dilakukan auskultasi dada dengan stetoskop,
diharapkan suara napas kanan dan kiri sama.

22
Pemeriksaan Jalan Napas Sebelum Intubasi

1. Mallampati Score

2. Jarak Tiromentalis

3. Jarak Sternomentalis

4. Protrusi Mandibula

23
1. SKOR MALLAMPATI
Klasifikasi Mallampati

– Mallampati 1 : Palatum mole, uvula,


dinding posterior oropharing, pilar tonsil
– Mallampati 2 : Palatum mole, sebagian
uvula, dinding posterior uvula
– Mallampati 3 : Palatum mole, dasar uvula
– Mallampati 4 : Palatum durum saja
2. Jarak Tiromentalis

• Pengukuran yang dilakukan dari tonjolan tiroid sampai


ujung rahang dengan posisi kepala ekstensi.

26
3. Jarak Sternomentalis

• Diukur dari sternum sampai ujung mandibula dengan


posisi kepala ekstensi.
• Normal : >12,5 cm

27
3. Protrusi Mandibula
• Jika pasien dapat menonjolkan gigi bawah melebihi gigi
incisivus atas maka intubasi biasanya mudah dilakukan.
• Jika pasien tidak dapat meluruskan gigi incisivus atas dan
bawah maka intubasi kemungkinan besar akan sulit
dilakukan

28
5. Laryngeal Mask Airway (LMA)

Cara Pemasangan LMA

• Cuff harus dikempeskan maksimal sebelum dipasang


• Oleskan jeli pada sisi belakang LMA sebelum dipasang
• Pasien dengan Sniffing position

• Ujung LMA dimasukkan menyusur palatum


29
• LMA dimasukkan sampai rongga hipofaring. Tahanan
akan terasa bila sudah sampai hipofaring.
• Cuff dikembangkan sesuai posisinya.
• Dihubungkan dengan alat bantu pernapasan
• Pasang bite – block untuk melindungi pipa LMA dari
gigitan
• Fiksasi

30
• Kontraindikasi LMA : Kelainan faring (misal abses),
lambung yang penuh (misalnya kehamilan, hernia
hiatal), atau komplians paru rendah

31
6. Trakeostomi
• Tindakan operasi membuat jalan udara melalui leher dengan
membuat lubang di dinding anterior trakea cincin kartilago
trakea ketiga dan keempat.
• Indikasi : Alat bantu napas jangka panjang, obstruksi saluran
napas atas, perlindungan cabang trakeobronkial pada pasien
yang beresiko aspirasi, gagal napas, retensi sekresi bronkial, dan
kasus bedah leher dan kepala mayor.

32
7. Krikotirotomi
• Prosedur bedah dalam manajemen saluran napas (airway
management) untuk membuka membran krikotiroid
• Indikasi : Kegagalan intubasi, obstruksi saluran napas atas,
retensi sekresi, gagal napas setelah sternotomi, fraktur servikal,
dan trauma fasial.

33
34

Anda mungkin juga menyukai