Subdural Hematoma
Rezky Ilham Saputra
Khairunisa Sinulingga
Thariq May Ulfa
Yohanna Fransisca Sinuhaji
Daniel Ivan Sembiring
Zoe Badawi
• A= Subdural
Hematoma
• B=Parafalcine Subdural
Hematoma
• C=Gambaran SDH akut
C dengan herniasi
subfalcine dan
herniasi uncal
Tatalaksana
Dalam menentukan terapi, harus memperhatikan kondisi klinis dengan gambaran
radiologisnya
Dalam masa persiapan tindakan operasi, digunakan medikamentosa untuk menurunkan
TIK, seperti: manitol 0,25 g/kgBB atau furosemid 10 mg intravena dan hiperventilasi
Kasus perdarahan yang kecil (volume 30 cc atau kurang), edema otak minimal,midline
shift <5 mm dilakukan tindakan konservatif
iIndikasi Pembedahan:
• Suatu subdural hematoma akut dengan keebalan >10 mm atau pergeseran midline shift >5 mm pada
gambaran CT SCAN, harus dilakukan tindakan operasi tanpa melihat derajat kesadaran pasien (GCS)
• Semua pasien dengan subdural hematoma akut dalam keadaan koma (nilai GCS lebih rendah daripada 9)
harus menjalani pemantauan tekanan intrakranial
• Pasien koma (nilai GCS lebih rendah dari 9) dengan ketebalan SDH <10 mm dan peregeseran midline shift <5
mm merupakan indikasi operasi untuk evakuasi hematoma, bilamana nilai GCS menurun 2 angka atau lebih
pada waktu antara trauma dan ketika masuk ruma sakit. Demikian pula bila pada pasien ditemukan pupil
asimetris atau dilatasi dan atau tekanan intrakranial >20 mmHg
Waktu pelaksanaan:
• Pasien dengan SDH akut yang terindikasi operasi, harus menjalani tindakan operasi evakuasi hematoma
secepatnya
Metode
• Pada pasien koma (GCS <9) terindikasi tindakan operasi, harus menjalani tindakan kraniotomi dengan atau
tanpa pengangkatan tulang kranium dan duraplasti
SUBDURAL HEMATOMA KRONIK
Epidemiologi
• 5-25% pasien dengan cedera kepala berat.
• Pada kasus infant dapat terjadi SDH interhemisphere pada kejadian child abuse
Patofisiologi
• Virchow (1857) “pachymeningitis haemorrhagica interna “
• Sel-sel inflamasi direkrut masuk kedalam ruang subdural untuk memperbaiki dural
border cells → terbentuk membrane baru dan pembuluh darah baru → terjadi
kebocoran atau perdarahan kecil yang masuk ke ruang subdural
• Bridging vein akan meregang ketika volume otak mengecil walaupun hanya
trauma kecil sehingga dapat menyebabkan robekan pada vena tersebut.
• Pembuluh darah pada membrane tersebut sangat rapuh, sehingga dapat berperan
dalam pertambahan volume dari perdarahan subdural.
• Saat tekanan intracranial terlalu tinggi dan tidak dapat lagi dikompensasi vena,
memicu penurunan perfusi serebral dan iskemia serebral, bahkan dapat pula
terjadi herniasi transtentorial atau subfalksin .
Gejala Klinis
• Dapat terjadi tanpa ada riwayat trauma.
• Gejala umum → sakit kepala yang diikuti dengan penurunan kesadaran
.
• Gejala tidak langsung muncul, bisa dalam hitungan hari, minggu bahkan
beberapa bulan setelah cedera pertama.
• Penambahan ukuran hematoma ini yang menyebabkan perdarahan
lebih lanjut dengan merobek membrane atau pembuluh darah di
sekelilingnya, menambah ukuran dan tekanan hematoma.
• Kerusakan lobus frontalis
- Kerusakan kecil → tidak ada perubahan perilaku yang nyata, namun bisa ada kejang
Kerusakan yang luas yang mengarah ke bagian depan atau samping lobus frontalis menyebabkan
perhatian penderita mudah teralihkan, kegembiraan yang berlebihan, suka menentang, kasar dan
kejam
• Kerusakan lobus parietalis
- Kerusakan kecil → mati rasa pada sisi tubuh yang berlawanan.
- Kerusakan luas → apraksia, ketidakmampuan menentukan arah kanan atau kiri, sulit mengenali
bagian tubuhnya atau ruang di sekitarnya atau bahkan bisa mempengaruhi ingatan akan bentuk
yang sebelumnya dikenal dengan baik ( misalnya bentuk kubus atau jam dinding)
- Linglung atau mengigau dan tidak mampu berpakaian maupun melakukan pekerjaan sehari-hari
lainnya.
• Konservatif: pada pasien dengan deficit neurologis minimal dan volume SDH kronis minimal
• Pilihan operasi:
• Burr hole diameter 1,5cm, burr hole pertama di posteroinferior, burr hole
kedua pada anterior burr hole sebelumnya, duramater dibuka.