Anda di halaman 1dari 29

Determinan Penyakit Berbasis Lingkungan :

Diare di Wilayah Puskesmas


definisi
Penyakit diare adalah penyakit yang ditandai
dengan bertambahnya frekuensi buang air besar
dari biasanya disertai dengan adanya perubahan
bentuk dan konsistensi tinja dari penderita yang
bersangkutan (Depkes RI, 2002).
Pengertian diare secara operasional adalah buang
air besar lembek/ cair bahkan dapat berupa air
saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya
(biasanya lebih 3 kali sehari) dan berlangsung
kurang dari 14 hari (Depkes RI, 2002).
 Jenis penyakit diare sebenarnya terbagi atas diare
akut dan kronis.
 Diare akut biasanya berlangsung selama beberapa
hari dan biasanya disebabkan oleh infeksi yang
disebabkan oleh bakteri, virus atau parasit.
 Diare kronis berlangsung lebih lama daripada diare
akut, umumnya lebih dari empat minggu. diare
kronis dapat mengindikasikan adanya gangguan
yang serius, seperti kolitis ulserativa atau
penyakit crohn, atau sindrom iritasi usus besar
Sumber Penyakit Diare
1. Infeksi
a. Eteral, yaitu infeksi yang terjadi dalam saluran
pencernaan dan merupakanpenyebab utama
terjadinya diare. Infeksi eteral meliputi:
• Infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella,
Yersinia, Aeromonas.
• Infeksi Virus : entorovirus seperti virus rotavirus dan
astrovirus.
• Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Oxyyuris), Protozoa
serta jamur.
b. Parental, yaitu infeksi dibagian tubuh lain di luar
alat pencernaan misalnya otitis media akut.
Sumber Penyakit Diare

2. Malabsorbsi
a. Karbohidrat
b. Lemak
c. Protein
3. Makanan, misalnya makanan basi,beracun dan alergi.
Risiko Penularan
Beberapa faktor pada penjamu dapat meningkatkan insiden, beberapa penyakit
dan lamanya diare. Faktor-faktor terse

a) Tidak memberikan ASI sampai 2 tahun. ASI mengandung antibodi yang


dapat melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti

b) Kurang gizi. Beratnya penyakit, lama dan resiko kematian karena


diare meningkat pada anak-anak yang menderita gangguan gizi, terutama pada
penderita

c) Campak. Diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat badan
pada anak-anak yang sedang menderita campak dalam 4 minggu terakhir. Hal
ini sebagai akibat dari penurunan kekebalan tubuh pada penderita.
Masa Inkubasi
Etiologi Masa inkubasi Gejala Sumber dan Cara Penularan
V. cholerae Beberapa jam Diare mendadak tanpa rasa sakit perut, Makanan dan minuman yang
– 5 hari kadang-kadang muntah, tinja mengucur terkontaminasi
seperti air cucian beras, berbau amis,
asidosis & shock
Salmonella spp 12 – 24 jam Diare, demam, sakit perut Daging, unggas, susu & telur
yang terkontaminasi
Shigella spp 2 – 3 hari Diare, sakit perut, tenesmus & tinja Makanan saus & kaleng yang
berlendir terkontaminasi
E. coli 3 – 4 hari Diare Makanan dan minuman yang
terkontaminasi
Vibrio 2 – 3 hari Diare, sakit perut, mual, muntah, Ikan (makanan) laut yang
parahaemolyti demam, sakit kepala, kadang-kadang terkontaminasi
cus seperti disentri
Staphylococcus 2 – 6 jam Mual, muntah, sakit perut, diare, suhu Daging, telur, makanan
aureus badan tinggi kaleng dan roti yang
terkontaminasi
Clostridium 6 – 24 jam Diare, sakit perut, mual Daging, makanan kaleng yang
perfringens biasanya 10 – terkontaminasi
12 jam
Bacillus cereus 1 – 6 jam Diare, muntah, mual Bubur kaleng, puding yang
terkontaminasi
Streptococcus 5 – 20 jam Mual, muntah, diare Makanan yang ter-
faecalis kontaminasi
Enterococcus 2 – 18 jam Mual, muntah, diare Melalui makanan kaleng yang
terkontaminasi
Proses Transmisi
 Penyakit diare terutama ditransmisikan melalui kotoran
manusia yang terinfeksi melalui rute trasmisi faecal-
oral.
 Tinja yang dibuang sembarang dan mencemari
lingkungan (tanah,air), jika dibuang ke tempat terbuka
tinja akan dihinggapi lalat, kemudian lalat hinggap pada
makanan/minuman dengan membawa penyakit yang
melekat pada anggota tubuhnya, makanan/minuman
yang telah dicemari lalat dikonsumsi oleh manusia,
sehingga penyakitnya masuk melalui mulut manusia.
Tangan/kuku yang tidak bersih setelah berhubungan
dengan tinja merupakan sumber penyakit masuk melalui
mulut manusia melalui makanan/minuman. Tinja akan
mencemari air baku, kemudian air baku diminum
manusia tanpa dimasak atau mencemari sayuran yang
dicuci dengan air yang sudah tercemar tinja.
Populasi Berisiko

 Pasien dengan penyakit diare dibagi dalam 3 kelompok


umur yaitu:
a. Kelompok pediatri
Anak (2 sampai 12 tahun) dan remaja (12 sampai 18
tahun)
b. Kelompok umur dewasa
Pasien yang berusia 18 sampai 64 tahun.
c. Kelompok umur geriatri
Pasien yang berumur 65 tahun ke atas.
Upaya Pengendalian
 untuk mencegah diare yang disebabkan oleh makanan
yang terkontaminasi:
1. Sajikan segera makanan atau dinginkan di kulkas setelah
dimasak atau dipanaskan. jika makanan pada pada
suhu ruangan dapat mendorong pertumbuhan bakteri.
2. Cuci beberapa kali selama mempersiapkan makanan
3. Perilaku Sehat (pemberian asi, makanan pendamping
asi, menggunakan air bersih yang cukup, menggunakan
jamban)
Langkah pencegahan
1. cuci tangan sesering mungkin untuk mencegah penyebaran virus
diare.
2. cuci tangan setelah menyiapkan makanan, memegang daging
mentah, dari toilet, mengganti popok, bersin, batuk dan
membuang ingus. memakai sabun setidaknya selama 20 detik.
setelah meletakkan sabun di tangan anda, gosok tangan.
3. gunakan pembersih tangan jika mencuci tidak memungkinkan.
gunakan pembersih tangan berbahan dasar alkohol. pastikan
untuk benar-benar menutupi bagian depan dan punggung kedua
tangan. unakan produk yang mengandung setidaknya 60 persen
alkohol.
4. Mengonsumsi makanan yang sudah dimasak. Hindari memakan
buah-buahan atau sayuran mentah yang tidak dipotong sendiri.
5. Minum air matang.
Penanggulangan
 Upaya Penanggulangan Wabah Penyakit Menular, salah satunya
adalah Diare di Indonesia di pegang tanggungjawabnya oleh
Menteri Kesehatan, dengan berkoordinasi oleh menteri lain atau
pimpinan instansi lainnya.
 Kebijakan pemerintah untuk menurunkan angka kematian dan
kesakitan karena diare;
1. Melaksanakan tata laksana penderita diare yang sesuai standar,
baik di sarana kesehatan maupun di rumah tangga
2. Melaksanakan surveilans epidemiologi & penanggulangan
kejadian luar Biasa
3. Mengembangkan pedoman pengendalian penyakit diare
4. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas dalam
pengelolaan program yang meliputi aspek manejerial dan
teknis medis.
5. Mengembangkan jejaring lintas sektor dan lintas program.
6. Pembinaan teknis dan monitoring pelaksanaan pengendalian
diare.
7. Melaksanakan evaluasi sebagai dasar perencanaan selanjutnya.
Penanggulangan

Strategi pengendalian penyakit diare yang dilaksanakan


pemerintah adalah :
1. Melaksanakan tatalaksana penderita diare yang standar di
sarana kesehatan melalui lima langkah tuntaskan diare
(LINTAS Diare)
2. Meningkatkan tata laksana penderita diare di rumah tangga
yang tepat dan benar.
3. Meningkatkan SKD dan penanggulangan KLB diare
4. Melaksanakan upaya kegiatan pencegahan yang efektif.
5. Melaksanakan monitoring dan evaluasi.
LINTAS DIARE
Lima Langkah Tuntaskan Diare
1. Berikan Oralit 3. Pemberian ASI / Makanan :
 Pemberian makanan selama diare
 Oralit diberikan untuk mengganti bertujuan untuk memberikan gizi
cairan dan elektrolit dalam tubuh pada penderita terutama pada
yang terbuang saat diare. anak agar tetap kuat dan tumbuh
Walaupun air sangat penting serta mencegah berkurangnya
untuk mencegah dehidrasi, air berat badan.
minum tidak mengandung garam
elektrolit yang diperlukan untuk 4. Pemberian Antibiotika hanya atas
mempertahankan keseimbangan indikasi
elektrolit dalam tubuh sehingga  Antibiotika hanya bermanfaat
lebih diutamakan oralit. pada penderita diare dengan
darah (sebagian besar karena
shigellosis), suspek kolera.
2. Berikan obat Zinc
5. Pemberian Nasehat Ibu atau
 Zinc yang ada dalam tubuh akan pengasuh yang berhubungan erat
menurun dalam jumlah besar dengan balita harus diberi nasehat
ketika anak mengalami diare. tentang :
Untuk menggantikan zinc yang - Buang air besar cair lebih sering
hilang selama diare, anak dapat - Muntah berulang-ulang
diberikan zinc yang akan - Mengalami rasa haus yang nyata
membantu penyembuhan diare - Makan atau minum sedikit
serta menjaga agar anak tetap - Demam
sehat. - Tinjanya berdarah
- Tidak membaik dalam 3 hari
Faktor Lingkungan
 Sumber Air Minum

Air sangat penting bagi kehidupan manusia. Di dalam tubuh


manusia sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa sekitar
55- 60% berat badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65%
dan untuk bayi sekitar 80%. Kebutuhan manusia akan air sangat
kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci dan
sebagainya. Di negaranegara berkembang, termasuk Indonesia tiap
orang memerlukan air antara 30-60 liter per hari. Di antara
kegunaan-kegunaan air tersebut, yang sangat penting adalah
kebutuhan untuk minum. Oleh karena itu, untuk keperluan minum
dan masak air harus mempunyai persyaratan khusus agar air
tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia (Notoatmodjo,
2003).
Sumber air minum utama merupakan salah
satu sarana sanitasi yang tidak kalah pentingnya
berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian
kuman infeksius penyebab diare ditularkan
melalui jalur fekal oral. Mereka dapat ditularkan
dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan
atau benda yang tercemar dengan tinja,
misalnya air minum, jari-jari tangan, dan
makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci
dengan air tercemar (Depkes RI, 2000).
Menurut Slamet (2002) macam-macam sumber air minum
antara lain :

1. Air permukaan adalah air yang terdapat pada


permukaan tanah. Misalnya air sungai, air rawa dan
danau.

2. Air tanah yang tergantung kedalamannya bisa disebut


air tanah dangkal atau air tanah dalam. Air dalam tanah
adalah air yang diperoleh pengumpulan air pada lapisan
tanah yang dalam. Misalnya air sumur, air dari mata air.

3. Air angkasa yaitu air yang berasal dari atmosfir, seperti


hujan dan salju.
Menurut Depkes RI (2000), hal - hal yang perlu diperhatikan
dalam penyediaan air bersih adalah :

1. Mengambil air dari sumber air yang bersih.

2. Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih


dan tertutup serta menggunakan gayung khusus untuk
mengambil air.

3. Memelihara atau menjaga sumber air dari pencemaran oleh


binatang, anak-anak, dan sumber pengotoran. Jarak antara
sumber air minum dengan sumber pengotoran seperti
septictank, tempat pembuangan sampah dan air limbah
harus lebih dari 10 meter.

4. Mengunakan air yang direbus.

5. Mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air


yang bersih dan cukup
 Jenis Tempat Pembuangan Tinja
Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari
kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak
menurut aturan memudahkan terjadinya penyebaran
penyakit tertentu yang penulurannya melalui tinja antara
lain penyakit diare. Menurut Notoatmodjo (2003), syarat
pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan
adalah :
1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya,
2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya,
3. Tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya, 4
4. Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai
sebagai tempat lalat bertelur atau perkembangbiakan
vektor penyakit lainnya,
5. Tidak menimbulkan bau,
6. Pembuatannya murah
7. Mudah digunakan dan dipelihara.
Menurut Entjang (2000), macam-macam tempat
pembuangan tinja, antara lain:

1. Jamban cemplung (Pit latrine)

Jamban cemplung ini sering dijumpai di daerah pedesaan.


Jamban ini dibuat dengan jalan membuat lubang ke dalam
tanah dengan diameter 80 – 120 cm sedalam 2,5 sampai 8
meter. Jamban cemplung tidak boleh terlalu dalam, karena
akan mengotori air tanah dibawahnya. Jarak dari sumber
minum sekurang-kurangnya 15 meter.

2 Jamban air (Water latrine)

Jamban ini terdiri dari bak yang kedap air, diisi air di
dalam tanah sebagai tempat pembuangan tinja. Proses
pembusukkanya sama seperti pembusukan tinja dalam air kali.
3. Jamban leher angsa (Angsa latrine)
Jamban ini berbentuk leher angsa sehingga akan selalu
terisi air. Fungsi air ini sebagai sumbat sehingga bau busuk
dari kakus tidak tercium. Bila dipakai, tinjanya tertampung
sebentar dan bila disiram air, baru masuk ke bagian yang
menurun untuk masuk ke tempat penampungannya.
4. Jamban bor (Bored hole latrine)
Tipe ini sama dengan jamban cemplung hanya
ukurannya lebih kecil karena untuk pemakaian yang tidak
lama, misalnya untuk perkampungan sementara.
Kerugiannya bila air permukaan banyak mudah terjadi
pengotoran tanah permukaan (meluap).
5. Jamban keranjang (Bucket latrine)
Tinja ditampung dalam ember atau bejana lain dan
kemudian dibuang di tempat lain, misalnya untuk penderita
yang tak dapat meninggalkan tempat tidur. Sistem jamban
keranjang biasanya menarik lalat dalam jumlah besar, tidak
di lokasi jambannya, tetapi di sepanjang perjalanan ke
tempat pembuangan. Penggunaan jenis jamban ini biasanya
menimbulkan bau
6. Jamban parit (Trench latrine)
Dibuat lubang dalam tanah sedalam 30 - 40 cm untuk
tempat defaecatie. Tanah galiannya dipakai untuk
menimbunnya. Penggunaan jamban parit sering
mengakibatkan pelanggaran standar dasar sanitasi,
terutama yang berhubungan dengan pencegahan
pencemaran tanah, pemberantasan lalat, dan pencegahan
pencapaian tinja oleh hewan.
7. Jamban empang / gantung (Overhung latrine)
Jamban ini semacam rumah-rumahan dibuat di atas
kolam, selokan, kali, rawa dan sebagainya. Kerugiannya
mengotori air permukaan sehingga bibit penyakit yang
terdapat didalamnya dapat tersebar kemana-mana dengan
air, yang dapat menimbulkan wabah.
8. Jamban kimia (Chemical toilet)
Tinja ditampung dalam suatu bejana yang berisi
caustic soda sehingga dihancurkan sekalian didesinfeksi.
Biasanya dipergunakan dalam kendaraan umum misalnya
dalam pesawat udara, dapat pula digunakan dalam rumah.
Tempat pembuangan tinja yang tidak
memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko
terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar
dua kali lipat dibandingkan dengan keluarga yang
mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang
memenuhi syarat sanitasi (Wibowo, 2004).
Menurut hasil penelitian Irianto (1996), anak
balita yang berasal dari keluarga yang
menggunakan jamban yang dilengkapi dengan
tangki septik, prevalensi diare 7,4% terjadi di kota
dan 7,2% di desa. Sedangkan keluarga yang
menggunakan kakus tanpa tangki septik 12,1%
diare terjadi di kota dan 8,9% di desa. Kejadian
diare tertinggi terdapat pada keluarga yang
mempergunakan sungai sebagai tempat
pembuangan tinja, yaitu 17% di kota dan 12,7 di
desa.
 Jenis lantai rumah
Menurut Notoatmodjo (2003) syarat
rumah yang sehat jenis lantai yang tidak
berdebu pada musim kemarau dan tidak
basah pada musim penghujan. Lantai rumah
dapat terbuat dari: ubin atau semen, kayu,
dan tanah yang disiram kemudian
dipadatkan.
Lantai yang basah dan berdebu dapat
menimbulkan sarang penyakit. Lantai yang
baik adalah lantai yang dalam keadaan
kering dan tidak lembab. Bahan lantai harus
kedap air dan mudah dibersihkan, paling
tidak perlu diplester dan akan lebih baik
kalau dilapisi ubin atau keramik yang mudah
dibersihkan (Depkes, 2002).
Jenis lantai rumah tinggal mempunyai
hubungan yang bermakna pula dengan
kejadian diare pada anak balita, Hal ini
ditinjau dari jenis alas atau bahan dasar
penutup bagian bawah, dinilai dari segi
bahan dan kedap air. Lantai dari tanah lebih
baik tidak digunakan lagi, sebab bila musim
hujan akan lembab sehingga dapat
menimbulkan gangguan atau penyakit pada
penghuninya, oleh karena itu perlu dilapisi
dengan lapisan yang kedap air (disemen,
dipasang keramik, dan teraso). Lantai
dinaikkan kira-kira 20 cm dari permukaan
tanah untuk mencegah masuknya air ke
dalam rumah (Sanropie, 1989).

Anda mungkin juga menyukai