Anda di halaman 1dari 47

Konsep Klasifikasi dan Taksonomi Serangga

Berdasarkan Morfologi dan DNA Barcode Serta Struktur Tubuh


Luar serangga

ENTOMOLOGI
Kelompok 1 Off L
TAKSONOMI

PENGERTIAN

Istilah Taksonomi bersasal dari bahasa Yunani:


Taxis : Susunan
Nomos : Hukum

Secara umum taksonomi berarti:


Penyusunan yang teratur dan bernorma mengenai
organisme, ke dalam kelompok-kelompok yang tepat
menggunakan nama-nama yang sesuai dan benar.
Taksonomi (serangga)

Umumnya didasarkan atas persamaan ciri. Serangga dengan ciri sama,


dimasukkan dalam kelompok sama (melakukan klasifikasi).

Kategori umum pada binatang adalah sbb:

Phylum
Kelas
Ordo (bangsa)
Famili (suku, marga)
Genus (keluarga)
Species (jenis)
Semua serangga adalah anggota phylum Arthropoda, yaitu binatang
dengan kaki beruas-ruas Mata faset (tajam), tubuh simetri bilateral,
sisik simeteri bilateral kec Mansonia

Serangga yang biasa dikenal sebagai lebah madu dapat


diklasifikasikan sbb :

Phylum - Arthropoda
Klas - Insekta
Ordo - Hymenoptera
Famili - Apidae
Genus - Apis
Species - Apis mellifera (lebah madu)
KLASIFIKASI
Dunia binatang terbagi menjadi 9 Filum.

Dasar yang dipakai adalah tingkat kekomplekan dan mungkin dari urutan evolusinya
sehingga phyla binatang disusun dari phylum yang rendah ke phylum yang tinggi.

Serangga atau insekta termasuk dalam Filum Arthropoda,


terbagi menjadi 3 sub phylum ialah :

Subphylum : Trilobita, (telah punah dan tinggal fosil)


Subphylum : Mandibulata (terbagi menjadi beberapa
Kelas, termasuk insekta (hexapoda)
Subphylum : Chelicerata (beberapa kelas, termasuk Arachnida).

Untuk lebih jelasnya, klasifikasi serangga dapat dilihat pada bagan.


URUTAN KATAGORI TAKSA DALAM TAKSONOMI BINATANG/SERANGGA

Phylum :
Subphylum :
Kelas :
Subkelas :
Ordo :
Superfamilia (-oidea) :
Familia (-dae) :
Subfamilia (-inae) :
Genus :
Subgenus :
Spesies :
Subspesies :
KLASIFIKASI, IDENTIFIKASI & TAXONOMI

Klasifikasi :
Adalah susunan dalam taksonomi unit (taksa)
Dimanakah suatu ordo organisme hidup secara alami berada
Identifikasi :
Adalah mendeterminasi suatu spesimen atau individu dengan
mengenal ciri-cirin morfologinya
Taksonomi :
Adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari klasifikasi
& membuat identifikasi (berdasarkan ciri morfologi serangga)
Determinasi :
Menyandra / mengenal suatu spesimen atau organisme berdasarkan ciri-ciri
morfologinya
Morfologi :
Kenampakan organisme/serangga dari luar (ciri-ciri luar)
Bagan Klasifikasi Phylum : Arthropoda
Serangga
Sub Phylum

Trilobita Mandibulata Chelicerata

Kelas : Insekta

Sub Kelas
Apterygota Pterygota

Exopterygota Endopterygota
Tdk ada kepompong) Ada kepompong)
Protura
Ephemeroptera Coleoptera
Diplura
Thysanura Odonata Mecoptera
Collembola Orthoptera Trichoptera
Isoptera
Lepidoptera
Diptera
Dermaptera
Siphonaptera
Embioptera Hymenoptera
Mallophaga
Anoplura (kutu kepala ) Sayap sebagian keras&sebagian
lunak
Thysanoptera
Hemiptera (kepik)
Sayap seperti atap
Homoptera Neuroptera
Deskripsi Phylum : ARTHROPODA

• Tubuh dan kaki beruas-ruas


• Eksoskeleton (dinding tubuh) berchitin dan beruas-ruas
• Alat mulut beruas & dapat beradaptasi dg cara makan
• Rongga tubuh merupakan rongga darah (haemocoele)
• Bernafas dengan permukaan tubuh, insang, trachea
• Alat pencernaan makanan berbentuk tabung, terletak di sepanjang
tubuh
DESKRIPSI SUB-PHYLUM
1. Sub-Phylum TRILOBITA

• Bentuk tubuh lonjong, putih, bagian ventral (perut) mempunyai sederetan kaki yang
bersambungan
• Tidak mempunyai perbedaan struktur kaki yg beruas-ruas
• Tubuh terbagi menjadi kepala-thorak-pygidium
• Thorak terdiri dari beberapa ruas
• Setiap segmen/ruas tubuh (kecuali ruas terakhir mempunyai kaki yang beruas-ruas)

2. Sub-Phylum CHELICERATA
Perbedaannya dengan mandibulata adalah tertekannya antena dan perubahan kaki
disamping mulut menjadi sepasang kaki seperti capit chelicerae.

3. Sub-Phylum MANDIBULATA
Perubahan kaki dekat mulut menjadi sepasang alat mulut atau mandibula seperti rahang
Kelas INSEKTA dibedakan menjadi 2 subklas :

1. Sub-Kelas Apterygota, dengan ciri-ciri :


 Merupakan serangga primitif, ukuran kecil
 Tidak bersayap
 Mempunyai alat tambahan seperti stylet pada ujung
abdomen
 Metamorfosa sederhana (ametabola)

2. Sub-Kelas Pterygota, ciri-ciri :


 Umumnya bersayap, adapula yang tidak bersayap
 Tidak mempunyai alat tambahan seperti stylet
 Metamorfosa sederhana-sempurna (metabola)
ORDO SERANGGA

Ordo : Collembola (Springtail)


 Tidak ada sayap
 Tipe mulut mengunyah
 Tidak ada metamorfosis

Ordo Dictyoptera (Kecoa/Lipas)


 Sayap depan modifikasi mirip kayu
(tegmina)
 Tipe mulut mengunyah
 Metamorfosis sederhana
 Ordo : Mallophaga (Kutu mengunyah)
 Tipe mulut mengunyah
 Sayap tidak ada
 Metamorfosis sederhana

 Ordo : Ephemeroptera (Mayflies/Dayflies)


 Sayap segitiga, satu /dua pasang,
membraneus
 Alat mulut mereduksi
 Metamorfosis sederhana
 Ordo : Thysanura (trips)
 Sayap tidak ada atau sangat kecil
 Sayap memanjang, seperti rambut
pada bagian belakang tidak ada vena
sayap

 Ordo : Anoplura (Kutu penghisap)


 Sayap tidak ada
 Tipe mulut menusuk dan menghisap
 Metamorfosis sederhana
Ordo : Hemiptera (Kepik)
 Sayap dua pasang
 Pasangan depan, separo bagian basal
menebal separo bagian apikal membraneus
 Tipe alat mulut, menusuk dan menghisap
 Metamorfosis sederhana

Ordo : Homoptera (Gareng-pung; Wereng)


 Sayap membraneus
 Tipe alat mulut menusuk dan menghisap
 Metamorfosis sederhana
Ordo : Coleoptera (Kumbang)
 Sayap depan mengeras (elytra), menutup
belakang
 Tipe alat mulut mengunyah
 Metamorfosis sederhana

Ordo : Diptera (Lalat, agas, Nyamuk)


 Sayap sepasang (bagian depan)
(belakang modifikasi menjadi Halter)
 Tipe mulut menghisap
 Metamorfosis sempurna
Ordo : Hymenoptera (Lebah)
 Sayap dua pasang, membraneus
 Pasangan depan lebih besar
 Tipe alat mulut mengunyah
 Metamorfosis sempurna

Ordo : Siphonaptera (Pinjal)


 Sayap absen
 Tipe mulut menusuk dan menghisap
 Tubuh pipih bilateral
 Kaki belakang membesar untuk meloncat
Ordo : Lepidoptera (Kupu-kupu)
 Sayap dua pasang, tertutup dengan sisik
 Tipe mulut menghisap
 Metamorfosis sempurna

NB:
 Dasar klasifikasi:
 tipe mulut; penusuk,penjilat ( lalat bs
penjilat/penusuk&penjilat0
 sayap
metamorfisme
Morfologi Insekta
Secara morfologi,
tubuh serangga dapat
dibedakan menjadi
tiga bagian utama
yaitu kepala, dada
(thorax), dan perut
(abdomen).
MODIFIKASI PADA BENTUK KAKI
• Tipe Natatorial,
terdapat pada serangga
perenang. Pada tipe ini
pasangan kaki tengah
dan belakang
bentuknya pipih dan
pada bagian tepinya
terdapat rambut-
rambut kasar
• Tipe Raptorial,
misalnya terdapat
pada belalang
sembah (Mantis sp)
yaitu pada sepasang
kaki depan
berfungsi sebagai
lengan untuk
memegang dan
menangkap
mangsanya.
• Tipe Saltatorial,
terdapat pada
serangga peloncat,
misalnya belalang.
Hewan yang memiliki
tipe kaki saltatorial
biasanya memiliki
femur kaki belakang
lebih besar
dibandingkan femur
kaki depan
• Tipe Fossarial,
misalnya bentuk kaki
pada Gaang
(Gryllotalpa sp) yang
berfungsi untuk
menggali. Tibia pada
kaki depan lebih besar
dari kaki belakang
• Tipe Ambulatorial,
terdapat pada
serangga yang
berjalan, hanya
berfungsi untuk
berjalan atau berlari.
Bentuk kaki yang
sederhana, memiliki
femur dan tibia yang
panjang, misalnya
kaki pada semut.
ANATOMI PELINDUNG TUBUH PADA INSEKTA
Morfologi Sayap Insekta
Modifikasi Sayap Insekta
• Pada Ordo Tysanoptera, sayap depan berupa rumbai.
• Pada Ordo Coleoptera, sayap depan mengeras dan
dinamakan elitra (tunggal: elitron). Elitra berfungsi untuk melindungi sayap
belakang yang berupa selaput (membran).
• Pada Ordo Diptera, sayap depan berkembang sempurna, sedangkan sayap
belakang mengalami modifikasi menjadi struktur seperti gada yang
disebut halter. Halter berfungsi sebagai penyeimbang tubuh pada saat
terbang.
• Pada Ordo Hemiptera, sayap depan sebagian mengeras dan sebagian lagi
tetap berupa membran. Sayap depan ini disebut
sebagai hemielitra (tunggal: hemielitron).
• Pada Ordo Orthoptera, sayap depan berupa perkamen, diduga sebagai
pelindung dan disebut sebagai tegmina (tunggal: tegmen).
Konsep Klasifikasi
Serangga berdasarkan
DNA Barcode
2 things you should know

Barcoding

Barcode DNA
DNA Mitokondria

•Jumlah copy
•Relatif sedikit perbedaan dalam spesies
•Gen di DNA mitokondria
Standarisasi DNA Barcode Fauna
menggunakan COI
• Gen Cytochrome c oxidase subunit I (COI) merupakan representative
dari semua gen penyandi protein DNA mitokondria
• Segmen dekat terminus 5’ dari COI sekitar 650bp merupakan daerah
yang digunakan untuk barcode DNA fauna
• COI terbukti memiliki variasi intraspesifik rendah, tetapi interspesifik
divergensinya tinggi antara taksa yg berdekatan (closely allied taxa)
(Ward et al., 2005).
• Primer universal standard
Protocols
Analisis
Jurnal
DNA Barcoding for the Identification of Sand Fly Species (Diptera,
Psychodidae, Phlebotominae) in Colombia

Author : Maria Angelica C. G. dan partner(s)


Latar Belakang
• Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan virus yang
sangat berbahaya karena dapat menyebabkan penderita meninggal dalam
waktu yang sangat pendek
• Pengendalian yang dilakukan adalah dengan membunuh larva dari vektor
untuk memutus rantai penularannya dengan menggunakan abate
(temephos). Abate (temephos) merupakan salah satu golongan dari
pestisida yang digunakan untuk membunuh serangga pada stadium larva.
• penggunaan abate (temephos) yang bisa dikatakan lebih dari 30 tahun di
Indonesia menimbulkan resistensi (Felix, 2008). Saat ini juga telah
dilaporkan resistensi larva Aedes aegypti terhadap abate (temephos) di
Surabaya.
• Dilakukan usaha untuk mendapatkan larvasida alternatif yaitu dengan
menggunakan larvasida alami. Larvasida alami merupakan larvasida
yang dibuat dari tanaman yang mempunyai kandungan beracun
terhadap serangga pada stadium larva.
• Kandungan kimia serai lebih banyak terdapat pada batang dan daun,
dan kandungan yang paling besar yaitu sitronela sebesar 35% dan
geraniol sebesar 35 - 40%.
Material and method
• menggunakan rancangan post test only control group yaitu suatu
rancangan percobaan yang terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen.
• Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap, tahap pertama melakukan
uji pendahuluan untuk mencari LC90 serbuk serai. Tahap kedua yaitu
uji sebenarnya dengan membandingkan antara LC90 (730mg/100mL)
dari serbuk serai dengan dosis efektif abate (10mg/100mL).
HASIL

Hasil dari pengamatan


kematian larva pada uji
pendahuluan tersebut
digunakan untuk menentukan
konsentrasi yang akan
digunakan pada penelitian
lanjutan yaitu dengan
menggunakan analisis probit.
Berdasarkan hasil analisis
probit uji pendahuluan
diperoleh nilai LC90 terdapat
pada konsentrasi
730mg/100mL,
• Hasil pengamatan yang dilakukan selama 24 jam pada penelitian
lanjutan didapatkan rata-rata kematian larva Aedes setelah
pemberian abate dengan dosis 10mg/100mL yaitu 100%
• rata-rata kematian larva pada serbuk serai dengan dosis
730mg/100mL selama 24 jam yaitu 82%.
• Analisis jurnal 2
Latar belakang
• Tanaman gaharu ( ) merupakan tanaman hutan yang menghasilkan
hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang bernilai ekonomi tinggi
• Ulat menyerang daun gaharu dengan cara memakan pucuk tanaman
dan daun muda, bahkan menyerang daun tua, sehingga berakibat
tanaman menjadi gundul. Serangan ulat dari jenis ini dapat terjadi
dua kali dalam satu tahun. Serangan pertama daun yang rontok masih
bisa tumbuh lagi, namun saat terkena serangan yang berikutnya
tanaman langsung mati karena kecepatan tumbuh tanaman lebih
lambat dibandingkan dengan pertumbuhan populasi ulat.
• Beberapa tumbuhan yang mempunyai potensi sebagai insektisida
nabati diantaranya yang berasal dari famili Meliaceae seperti mimba
(Azadi rachta indica), Suren (Toona sinensis). Famili lain yang
mempunyai potensi dikembangkan sebagai agen pengendali dari
famili Annonacea seperti Annona muricate, A. montana.
Metode penelitian
• Parameter yang diamati pada uji coba pengendalian ini adalah jumah
ulat yang mati serta waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
kematian. Uji coba pengendalian dilakukan dengan merendam daun
gaharu pada larutan ekstrak daun dan biji dari tanaman mimba, suren
dan sirsak yang digunakan sebagai pakan hama uji
Hasil
• Pengaruh Ekstrak Daun dan Biji Suren terhadap Mortalitas Larva H.
vitessoides
Secara umum, gejala kematian pada larva H. vitessoides terlihat sejak
hari pertama yang ditandai dengan adanya perubahan warna ulat yaitu
dari hijau segar menjadi kekuningkuningan. Perubahan warna tersebut
seiring dengan perubahan perilaku ulat yaitu ulat cenderung tidak aktif
/ tidak bergerak, namum apabila disentuh ulat masih hidup. Aktivitas
makan pun mulai menurun hal ini diindikasikan dengan sedikitnya daun
yang dimakan dan lama kelamaan ulat akan mati yang ditandai dengan
perubahan warna ulat menjadi cokelat dan kepala berwarna
hitamdengantubuhmengecildanlunak
Pengaruh Ekstrak Daun dan Biji Sirsak
terhadap Mortalitas Larva H. vitessoides
• Kematian larva pada perlakuan ekstrak daun dan biji sirsak ini terjadi
sejak hari pertama perlakuan (24 jam), kemudian ada peningkatan
jumlah mortalitas yang relatif tetap sampai dengan hari ke tujuh.
Mortalitas paling tinggi terjadi pada perlakuan ekstrak biji sirsak
konsentrasi 4%pada hari ke tujuh sebesar 100%, sedangkan pada hari
yang sama perlakuan ekstrak daun sirsak konsentrasi 3% mortalitas
larva hanya sebesar 20%
Pengaruh Ekstrak Daun dan Biji Nimba
terhadap Mortalitas Larva H. vitessoides
• Perlakuan ekstrak mimba menunjukkan bahwa daun dan biji
mempunyai sifat insektisidal terhadap larva . Perlakuan biji mim ba
pada penelitian ini dengan konsentrasi 3% me nyebabkan mortalitas
larva 100% pada hari ke tujuh dan konsentrasi 4% menyebabkan
mortalitas100% pada hari ke tiga.
Perbandingan Hasil Ekstrak Daun dan Biji dari
Tanaman Suren, Mimba dan Sirsak
• Hasil uji selang berganda duncan menunjukkan perlakuan terbaik
yakni biji mimba, suren dan sirsak.

Anda mungkin juga menyukai