Perseteruan yang terjadi antara PT.GPU milik perusahaan
ternama di bidang peralatan perkebunan dengan PT.KSE tidak kunjung usai, hal ini disebabkan karena: 1. Kerjasama yang dilakukan oleh pihak PT.GPU dengan PT.KSE dilakukan dengan transaksi bisnis berlandaskan i’tikad buruk. 2. Pihak PT.GPU tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, dalam hal ini PT.GPU sebagai debitur dinyatakan “ingkar janji” (wanprestassi). 3. Pihak PT.GPU telah mengadakan pembatalan pembelian atas pemesanan peralatan mesin perkebunan, padahal peralatan perkebunan sudah selesai dikerjakan dan siap untuk diserahkan, hal ini menyebabkan kerugian ratusan juta (tak terhingga) oleh PT.KSE. 4. Pembayaran hutang perawatan oleh pihak PT.GPU yang melampaui tempo yang diperjanjikan. Sebelum menganalisis poin-poin di atas yang akan dihubungkan dengan pasal-pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, akan dipaparkan mengenai pengertian perjanjian, yang berbunyi, ”Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dalam Pasal 1313 B.W dapat diambil kesimpulan bahwa dalam pasal ini menurut pakar hukum perdata (pada umumnya) bahwa definisi perjanjian terdapat di dalam ketentuan di atas tidak lengkap karena hanya bersifat sepihak saja, kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus, pengertian perjanjian terlalu luas, dan tanpa menyebut tujuan, akan tetapi berdasarkan alasan tersebut perjanjian dapat dirumuskan, yaitu perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan. Pada poin pertama di atas disebutkan bahwa, Kerjasama yang dilakukan oleh pihak PT.GPU dengan PT.KSE dilakukan dengan transaksi bisnis berlandaskan i’tikad buruk. Pada dasarnya, sebelum mengadakan perjanjian diwajibkan atas pihak-pihak yang mengadakan perjanjian untuk mengetahui dengan seksama akan pentingnya asas-asas perjanjian, yang mana hal ini dapat mencegah adanya permasalahan yang akan terjadi diantara kedua belah pihak. Asas-asas tersebut antara lain: • 1. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract) • 2. Asas Pacta Sunt Servanda • 3. Asas Konsesualisme
dalam B.W (Burgerlijk Wetboek) disimpulkan
dari Pasal 1320 jo Pasal 1338 (1): Semua perjajian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Pacta Sunt Servanda (aggreme Pacta Sunt Servanda ADALAH nts must be kept) adalah ASAZ KEPASTIAN HUKUM asas hukum yang DALAM PERJANJIAN, YAITU menyatakan bahwa “setiap PIHAK DALAM PERJANJIAN perjanjian menjadi hukum MEMILIKI KEPASTIAN yang mengikat bagi para HUUM DAN OLEH pihak yang melakukan KARENANYA DILINDUNGI perjanjian. Asas ini menjadi SECARA HUKUM, dasar hukum Internasional SEHINGGA KETIKA SENGKETA DALAM karena termaktub dalam PELAKSANAAN pasal 26 Konvensi Wina 1969 PERJANJIAN, MAKA HAKIM yang menyatakan bahwa DENGAN KEPUTUSANNYA “every treaty in force is DAPAT MEMAKSA AGAR binding upon the parties to it PIHAK YANG MELANGGAR and must be performed by ITU MELAKSANAKAN HAK them in good faith” (setiap DAN KEWAJIBANNYA perjanjian mengikat para SESUAI PERJANJIAN pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik) Maksud dari asas kebebasan berkontrak artinya para pihak bebas membuat kontrak dan mengatur sendiri isi kontrak tersebut, sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut 1. Memenuhi syarat sebagai suatu kontrak 2. Tidak dilarang oleh undang-undang 3. Sepanjang kontrak tersebut dilaksanakan dengan itikad baik • pembuatan perjanjian (pasal 1320) KUH Perdata harus diikuti, perjanjian yang telah dibuat secara sah mempunyai kekuatan atau mengikat pihak- pihak sebagai undang-undang, disini juga akan tersimpulkan bahwa asas yang tercantum adalah asas kepastian hukum. Disebutkan dalam Pasal 1320 B.W untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: • 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya • 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan • 3. Suatu hal tertentu • 4. Suatu sebab yang halal Kedua syarat yang pertama dinamakan syarat subjektif, karena kedua syarat tersebut mengenai subjek pejanjian, sedangkan kedua syarat yang terakhir disebutkan syarat objektif, karena mengenai objek dari perjanjian akan tetapi dalam analisis ini terfokus pada subjek perjanjian I’tikad baik diwaktu membuat perjanjian berarti kejujuran. Orang yang beri’tikad baik akan menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada pihak lawan, yang dianggapnya jujur dan tidak menyembunyikan sesuatu yang buruk yang dikemudian hari dapat menimbulkan kesulitan-kesulitan. I’tikad baik diwaktu membuat perjanjian berarti kejujuran, maka i’tikad baik ketika dalam tahap pelaksanaan perjanjian adalah kepatuhan, yaitu suatu penilaian baik terhadap tindakan suatu pihak dalam hal melaksanakan apa yang telah diperjanjikan, pernyataan ini sesuai dengan Pasal 1338 B.W yang berbunyi, “Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan I’tikad baik. Maka, sesuai dengan isi pasal diatas, diperintahkan supaya pejanjian dilaksanakan dengan i’tikad baik, bertujuan mencegah kelakuan yang tidak patut atau sewenang-wenang dalam hal pelaksanaan tersebut. • PT.GPU tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, dalam hal ini PT.GPU sebagai debitur dinyatakan “ingkar janji” (wanprestasi). Wanprestasi yang dilakukan PT.GPU merupakan sesuatu yang disebabkan dengan apa yang dijanjikan akan tetapi terlambat,
Wanprestasi berarti kelalaian seorang debitur, dalam hal:
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan 2. Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan 3. Melakukan apa yang dijanjikan akan tetapi terlambat 4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya Tindakan wanprestasi membawa konsekwensi terhadap timbulnya hak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi dan bunga, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut. Tindakan-tindakan tersebut terjadi karena: 1. Kesengajaan 2. Kelalaian 3. Tanpa kesalahan (tanpa kesengajaan atau kelalaian) Disebutkan dalam poin ketiga adalah pihak PT.GPU telah mengadakan pembatalan sepihak hutang perawatan dan pembelian peralatan perkebunan sehari setelah peralatan tersebut selesai dibuat, hal ini menyebabkan produksi yang akan dibuat oleh PT.KSE menjadi terbengkalai. Pembatalan ini tanpa ada alasan yang jelas dari PT.GPU Disebutkan dalam Pasal 1338 (2) B.W bahwa,Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Pasal ini menjelaskan bahwa perjanjian tidak dapat ditarik kembali secara sepihak kecuali dengan sepakat antara keduanya, dan apabila seseorang telah tidak melaksanakan prestasinya sesuai ketentuan dalam kontrak, maka pada umunya (dengan beberapa pengecualian) tidak dapat dengan sendirinya dia telah melakukan wanprestasi TUGAS MAHASISWA
SUSUNLAH KONSEP PERJANJIAN ANTARA PT. GPU
DENGAN PT. KSE TENTANG PEMBELIAN- PEMBELIAN PERALATAN MESIN PERTANIAN ISI PERJANJIAN MINIMAL : 1. JUMLAH BARANG 2. SPESIFIKASI BARANG 3. HARGA 4. SISTIM PEMBAYARAN 5. HAK DAN KEWAJIBAN MASING-MASING PIHAK 6. PENYERAHAN DAN PENGIRIMAN BARANG 7. SISTIM GARANSI 8. FORCE MAJEUR 9. PENYELESAIAN PERSELISIHAN 10. HAL-HAL LAIN YANG DIANGGAP PERLU
Perjanjian atau kontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 jo 1320 KUH Perdata mengandung asas kebebasan berkontrak setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagaimana Un