Anda di halaman 1dari 21

POROS LINGKAR BARAT

“Jalan lingkar barat”, dari persimpangan di Desa Karya Jaya –


Jembatan Musi II – Simpang Tanjung Api-api, yang telah
berfungsi efektif dan terletak dalam wilayah Kota Palembang.
Jalur poros barat merupakan jalur lintas Sumatera, merupakan
kelas jalan arteri Primer.
HIRARKI 1 Kec ILIR BARAT 1
• PUSAT PERMUKIMAN
• PUSAT PERDAGNGAN DAN JASA

HIRARKI II Kec ALANG ALANG LEBAR


DAN SUKARAMI
pada dasarnya memiliki fungsi untuk mendukung fungsi utama dan pendukung kota
hirarki diatasnya (hirarki I). Pada kota hirarki II ini perlu dibedakan secara
fungsional kawasannya. Pada beberapa kota kecamatan (bagian kota kecamatan)
yang merupakan satu kesatuan fungsional dengan kota hirarki I, maka fungsi
utama kota hirarki II tersebut merupakan limpasan kegiatan perkotaan yang tidak
dapat ditampung oleh kota hirarki I selain fungsi internalnya. Kota-kota kecamatan
tersebut merupakan kota kecamatan yang secara fisik berbatasan dengan kota
hirarki I atau memiliki keterkaitan fungsional yang erat.
Kegiatan transportasi
• Terminal A Alang Alang Lebar
KAWASAN LINDUNG
• KAWASAN PERLINDUNGAN SETEMPAT
• RTH
ISSUE STRATEGIS FISIK, LINGKUNGAN
DAN TATA RUANG
• Pola pemanfaatan ruang di Kota Palembang mengikuti jaringan jalan (ribbon). Perkembangan
pembangunan fisik kota yang cepat terjadi di sepanjang koridor jalan-jala utama, terutama di
wilayah pinggiran Kota Palembang. Hal ini menyebabkan lahan-lahan di belakang jalan tersebut
masih banyak yang kosong. Untuk kedepannya perencanaan detil tata ruang kota dilakukan dengan
pendekatan blok plan.
• Sebagian wilayah merupakan rawa yang membatasi pembangunan fisik. Luas rawa di Kota
Palembang saat ini hampir sekitar 16% dari total wilayah kota. Adanya rawa ini membatasi
pembangunan fisik. Untuk mengatasinya banyak penduduk yang menimbun rawa-rawa tersebut
dan akibatnya air yang semula tertampung di rawa tersebut akan menggenangi wilayah di
sekitarnya.
• Kondisi topografi relatif datar. Kondisi ini akan memberikan keuntungan dalam pemanfaatan ruang
sebagai kawasan budidaya, akan tetapi menimbulkan rawan genangan/banjir. Kondisi topografi
yang datar menyebabkan aliran air menjadi lebih lambat. Apabila terjadi hujan yang lebat, maka
dapat dipastikan akan terjadi genangan.
• Perkembangan fisik cenderung kearah utara dan selatan, sedangkan kearah timur dan barat
perkembangan relatif lebih lambat. Perkembangan yang cepat ke arah utara dan selatan tersebut
dipacu dengan perkembangan jaringan jalan, prasarana dan sarana kota lainnya yang pesat di
kawasan tersebut. Perkembangan ke arah utara juga dipicu oleh adanya perkembangan Kabupaten
Banyuasin, terminal alang-Alang Lebar, Bandara SMB II, Kasiba-Lisiba Talang Kelapa, Jalan Lingkar
Sukarno-Hatta.
Isu Strategis Infrastruktur
• Masih adanya lokasi genangan dan banjir di
beberapa wilayah. Kondisi ini disebabkan karena
kurangnya kapasitas jaringan drainase kota,
disamping topografi wilayah yang memang datar.
Untuk mengatasi hal ini perlu dikembangkan jaringan
drainase yang memadai, pembangunan
polder/kolam retensi serta pengelolaan rawa yang
baik.
ISU STRATEGIS EKONOMI
• Struktur ekonomi masih didominasi oleh sektor
industri. Kontribusi sektor industri terhadap PDRB Kota
Palembang mencapai 51,93 % atau mencapai lebih dari
separoh PDRB. Keberadaan industri memang
memberikan manfaat yang besar terhadap
perekonomian Kota Palembang akan tetapi disisi lain
harus diperhatikan mengenai penyediaan ruang yang
cukup besar untuk perkembangan sektor industri.
Selain itu juga perlu diperhatikan mengenai dampak
lingkungan yang ditimbulkan oleh adanya kegiatan
industri seperti polusi udara, polusi air, sampah dan
limbah cair industri. Pertumbuhan sektor industri
mencapai 3,99%.
Sub Pusat Pelayanan Kota Sukarami
• Kawasan Khusus Bandara
• Kawasan Khusus Militer
• Kawasan perumahan.
• Kawasan perdagangan dan jasa.
• Kawasan industri.
Sub-PPK Alang-Alang Lebar
• Karakteristik Utama:
1. Telah berkembang menjadi kawasan permukiman terutama permukiman skala
besar dengan adanya perumnas Talang Kelapa dan pengembang skala besar
lainnya;
2. Terdapat terminal tipe A Alang-Alang Lebar dan pasar yang cukup besar yang
malayani tidak saja lingkungan sekitarnya tetapi juga di wilayah Kab. Banyuasin.
3. Lahan belum terbangun masih cukup luas terutama di Kel. Siring Agung dan Kel.
Bukit Baru yang layak untuk pengembangan perumahan dan permukiman.

Rencana Fungsi Utama, sebagai:


Kawasan perumahan.
Kawasan perdagangan dan jasa.
Sub PPK Ilir Barat 1
• Rencana Fungsi Utama, sebagai:
- Kawasan perdagangan dan jasa
- Kawasan perumahan
- Kawasan pendidikan
- Pengembangan kota baru (new town)
Jaringan Kolektor Primer

• Jalan Kolektor Primer di Kota Palembang, yaitu:


Jalan Yusuf Singedikane, Jalan Alamsyah RP, Jalan
Sultan Mahmud Badarudin, Jalan Gubernur
Bastari, Jalan Lingkar Selatan, Jalan Sukarno-
Hatta, Jalan Raya Perumnas-Terminal Alang-Alang
Lebar, Jalan Harun Sohar, Jalan Akses Bandara,
Jalan Tanjung Api-Api, Jalan Jendral Sudirman,
Jalan Kol. H. Burlian, Jalan Ahmad Yani, Jalan
Wakhid Hasyim, Jalan DI. Panjaitan , Jalan Ki
Merogan, Jalan Ryacudu;
Tahap Koridor Rute
1. Koridor I Terminal ALang-alang Lebar – Jl.
(Alang-alang Lebar – Ampera) Sultan Mahmud Badarudin II – Jl. Kol.
H. Burlian – Jl. Sudirman – Ampera

2.

3 Koridor VI (Terminal AAL – Musi II – Terminal AAL – Jl.SMB II – Jl. Soekarno


Karyajaya) Hatta – Jl. Alamsyah Ratu
Prawiranegara – Jl.Mayjen Yusuf
Singadikane –Jl.Sriwijaya Raya – Term.
Karyajaya
• Untuk situ atau embung yang ada saat ini berupa kolam retensi dan rawa. Luas rawa di Kota Palembang adalah 5.835, 19 Ha (Perda Rawa Nomor 5 Tahun 2008). Dalam rangka
pengelolaan rawa, maka rawa dibagi manjadi 3 kategori yaitu rawa konservasi seluas 2.106,13 Ha, rawa budidaya seluas 2.811,51 dan rawa reklamasi seluas 917,85 Ha.

• Yang dimaksud rawa konservasi atau rawa perlindungan adalah rawa yang tidak boleh digunakan dan harus dibiarkan apa adanya, rawa budidaya adalah rawa yang boleh dibudidayakan
akan tetapi tidak boleh ditimbun, sedangkan rawa reklamasi adalah rawa yang boleh ditimbun.

• Dalam beberapa tahun terakhir, pembangunan di Palembang disertai dengan penimbunan lahan rawa sehingga jumlah luas lahan rawa berkurang secara drastis. Untuk mengantisipasi
penimbunan rawa yang tidak terkontrol, Pemerintah Kota telah menerbitkan Perda Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Pembinaan dan Retribusi Pengendalian Pemanfaatan Rawa.
Berdasarkan Perda tersebut, maka pengelolaan rawa adalah sebagai berikut:
• Rawa Konservasi : pengelolaan rawa sebagai sumber air yang berdasarkan pertimbangan teknis, sosial ekonomis dan lingkungan, bertujuan menjamin dan memelihara kelestarian
keberadaan rawa sebagai sumber air dan atau meningkatkan fungsi dan pemanfaatannya. rawa yang tergenang terus menerus atau merupakan catchment area yang luas dikonservasi
sebagai area penampungan air secara alami, pemanfaatan sangat terbatas dan dalam jumlah kecil.
• Rawa Budidaya : pengelolaan rawa berdasarkan pertimbangan teknis, sosial ekonomis dan lingkungan, bertujuan meningkatkan fungsi dan pemanfaatannya. Tetap merupakan rawa dan
berfungsi sebagai rawa, dapat dimanfaatkan untuk permukiman (di daerah) rawa, pertanian atau perkebunan tanpa melakukan penimbunan.
• Rawa reklamasi : meningkatkan fungsi dan pemanfaatan rawa untuk kepentingan masyarakat luas. Dapat direklamasi dengan memperhatikan perda kota palembang nomor 13 tahun
2002 tentang pembinaan dan retribusi pengendalian pemanfaatan rawa.
• Rawa konservasi harus direncanakan saling berhubungan dan memiliki akses ke sungai atau saluran primer
• Rawa konservasi yang telah ditetapkan & disetujui harus diperkuat dengan peraturan yang tidak memperbolehkan adanya pemgembangan dan pembangunan sarana jaringan utilitas
(jalan, PDAM, listrik, telekomunikasi, drainase dan gas) untuk daerah rawa tersebut, kecuali yang direncanakan sebagai kolam retensi, ruang terbuka dan hutan (rawa) kota.
• Rawa konservasi yang luasnya kurang dari 5 ha dapat dijadikan sebagai kolam retensi – ruang terbuka yang dikelilingi jalan (seperti Kambang Iwak).
• Rawa konservasi yang memiliki luas lebih dari 40 ha dapat direncanakan sebagai hutan (rawa) kota yang fungsional.
• Rawa konservasi sebaiknya dimiliki (dikuasai) Pemerintah Kota melalui ganti rugi atau ditawarkan pada orang yang mampu membelinya dan diwakafkan pada Pemerintah Kota, rawa
konservasi tersebut diberi nama yang mewakatkannya.
• Pemerintah Kota harus mendorong partisipasi Perusahaan swasta dan BUMN untuk membebaskan lahan rawa konservasi sebagai rawa konservasi atau mendedikasikannya
(menyumbangkannya) ke Pemerintah Kota.
• Rawa budidaya tetap dimanfaatkan bagi kepentingan matapencaharian masyarakat yang bertumpu pada esensi rawa seperti pertanian dan perikanan
• Rawa budidaya dapat direklamasi secara terbatas untuk kepentingan umum seperti jalan & drainase dalam bentuk cul-de-sac, bukan bentuk loop & grid
• Rawa budidaya untuk permukiman daerah rawa dapat direklamasi secara terbatas sampai batas sempadan bangunan (untuk drainase, septictank dan parkir kendaraan)
• Semua klasifikasi rawa harus dirancang saluran drainasenya oleh Pemerintah Kota sehingga dapat dikelola masuk dan keluarnya aliran air.
• Pelaksanaan reklamasi harus mengacu pada rancangan drainase diatas. Dengan demikian disarankan ketentuan penimbunan untuk diatas 1000 m2 hanya boleh direklamasi 50%
dihapus.
• Ketinggian timbunan reklamasi harus memenuhi ketentuan maksimal yang boleh ditimbun, seperti ketentuan terlampir.
• Biaya retribusi reklamasi dihitung berdasarkan kubikasi (m3) jumlah timbunan rawa bukan menghitung luasan (m2) rawa yang direklamasi tersebut.
• Kawasan permukiman di lahan rawa budidaya mempergunakan konstruksi pangung sedangkan kawasan permukiman di lahan rawa reklamasi sebaiknya mempergunakan konstruksi
yang ramah lingkungan, adaptasi terhadap lingkungan.
• Kawasan permukiman dan fungsi lainnya di lahan rawa reklamasi harus membuat sumur resapan (untuk meresapkan air hujan) dengan volume minimal 3 m3 per kapling, sebagai
pengganti volume rawa yang direklamasi
• Material timbunan agar menggunakan sedimen sungai Musi sehingga berfungsi sebagai peresapan dan memelihara kedalaman alur Sungai Musi
• Agar pemanfaatan sedimentasi Sungai Musi berjalan, penggalian tanah untuk timbunan dilarang.
• Agar ada kerjasama di wilayah perbatasan dalam perizinan penimbunan rawa reklamasi sehingga terjadi sinkronisasi aturan dan pemanfaatan lahan
• Untuk rawa konservasi supaya tidak diterbitkan sertifikat kepada masyarakat umum oleh BPN
Perumahan Berkepadatan Rendah.
• Kawasan perumahan berkepadatan sedang
direncanakan untuk menampung penduduk dengan
tingkat kepadatan rendah (dibawah 150 jiwa/Ha).
Kawasan perumahan berkepadatan sedang ini
diarahkan pada beberapa kawasan antara lain:
Kec. Alang-Alang Lebar, meliputi Kel. Karya Baru, Talang
Kelapa, Alang-Alang Lebar, Bukit Baru, Siring Agung dan
Srijaya;
Kec. Sukarami, meliputi Kel. Talang Betutu, Talang Jambe,
Sukadadi, Sukajaya , Sukabangun, Sukarami dan Kebun
Bunga;
• Beberapa pertimbangan arahan pemanfaatan lahan untuk kegiatan industri
sedang tidak terlepas dari kondisi perkembangan yang sudah ada serta rencana
pengembangan pemanfaatan ruang, prasarana dan sarana, seperti :
• Perkembangan kegiatan industri sedang (menengah) yang ada hingga saat ini,
• Arahan pemanfaatan ruang RTRW Kota Palembang 1999 – 2009,
• Hasil studi identifikasi potensi rawa Kota Palembang, berkaitan dengan
pemanfaatan rawa reklamasi untuk kegiatan budidaya yang memberikan manfaat
lebih secara ekonomi dengan tetap memperhatikan aspek daya dukung lahannya,
• Rencana pengembangan jaringan jalan lingkar.

• Dengan beberapa pertimbangan tersebut, maka kegiatan industri sedang
diarahkan di beberapa kawasan antara lain:
• Kelurahan Sukajaya Kecamatan Sukarami seluas 82 hektar dengan pertimbangan
bahwa lokasi tersebut memiliki keuntungan lokasi yang memiliki akses terhadap
Bandara Sutan Badarauddin II dan rencana Pelabuhan Tanjung Api – Api yang
memanfaatkan rencana jaringan jalan Lingkar Timur bagian utara;
Kawasan Kasiba-Lisiba Talang Kelapa (Kawasan Strategis Pertumbuhan
Ekonomi)

Ke Terminal Alang-Alang Lebar (Type A)


Jambi, Pekan Baru, Medan
LOKASI
KAWASAN PERENCANAAN
Ke Bandar Udara SMB II
Pelabuhan Tanjung Api api

Rencana Jalan Arteri Sekunder

Kawasan Perumnas

Jalan Talang Kelapa

Jalan Lingkar Barat Palembang


(Arteri Primer)

PETA KAWASAN PERENCANAAN


(Luas: 649,28 Ha)
Ke Pusat Kota
Lokasi : Wilayah Kelurahan Talang Kelapa
Kecamatan Sukarami, Kota Palembang

Adapun potensi Pengembangan Kasiba-Lisiba ini antara lain:


Lahan cukup luas.
Sudah terdapat rencana rinci kawasan yang akan menjadi pedoman pelaksanaan kegiatan
Sudah ada Badan Pengelola Kasiba-Lisiba Talang Kelapa.
Kasesibilitas yang cukup tinggi karena dilalui dengan jalan lintas Pulau Sumatera dan dekat
dengan Bandara.
Kebutuhan rumah yang cukuo tinggi di Kota Palembang
Sebelum menjual atau menyewakan kapling dan/atau bangunan industri,
Perusahaan Kawasan Industri wajib memiliki Izin Usaha Kawasan Industri
(d/h. Izin Tetap Kawasan Industri). Kelengkapan yang harus disusun untuk
suatu Kawasan Industri adalah:

• Rencana pengembangan untuk keseluruhan tapak


(pembagian kapling, peletakan struktur).
• Tingkat kinerja khusus untuk udara, air, getaran,
radiasi elektromagnetik sesuai ketentuan
pemerintah.
• Standar estetika, termasuk lansekap, ruang
terbuka, dan orientasi bangunan.
• Pembatasan jumlah/besar, jenis dan waktu
fasilitas komersial.
Dukungan Prasarana Dan Sarana
Kawasan Industri Karya Jaya

No. Prasarana dan sarana Keterangan


1 Jaringan jalan utama (primer) Tekanan gandar minimal 8 ton/axle
ROW minimal 20 meter
2 Drainage/saluran pembuangan air  Tersedia Main Drainage
hujan  Tersedia Sub Drainage
 Hanya untuk air hujan
3 Air bersih 0,55 – 0,75 l/dtk/ha
4 Air limbah 60 % - 80 % x kapasitas air bersih
5 Tenaga listrik 0,15 – 0,2 MVA/Ha
6 Fasilitas telekomunikasi 20-40 SST/Ha
7 Penerangan Jalan Umum (PJU) Jarak antar PJU 50 m dengan kuat
penerangan 20 LUX-30 LUX
8 Unit pemadam kebakaran (Fire  Jarak antar Pilar hydrant 200-250
brigade) m
 Mobil pemadam kapasitas
minimum 8000 liter
• Intensitas pemanfaatan ruang sekitar waduk/
danau buatan/rawa konservasi meliputi:
KDB paling tinggi 20 ( dua puluh) persen;
KLB paling tinggi 0,2 (nol koma dua);
KDH paling rendah 80 (delapan puluh) persen; dan
Batas sempadan waduk/danau/rawa konservasi
lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi
fisik danau buatan/bendungan/rawa konservasi
dengan lebar 50 meter dari bibir danau
buatan/rawa konservasi.
• Intensitas pemanfaatan ruang kawasan
industri meliputi:
KDB paling tinggi 80 (delapan puluh) persen;
KLB paling tinggi 4 (empat); dan
KDH paling rendah 30 (tiga puluh) persen.
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Untuk Kawasan Perumahan.
• Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan
sarana lingkungan. Kawasan perumahan dibagi menjadi kawasan perumahan berkepadatan tinggi, rendah dan sedang.
• Arahan ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perumahan ini harus disusun dengan memperhatikan:
– Penetapan dan ketentuan amplop bangunan antara lain meliputi garis sempadan bangunan, koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien lantai
bangunan (KLB), koefisien dasar hijau (KDH) dan ketinggian bangunan.
– Penetapan tema arsitektur bangunan antara lain persyaratan penampilan bangunan gedung, tata ruang dalam, keseimbangan, keserasian dan
keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya serta pertimbangan adanya keseimbangan antara nilai-nilai sosial budaya setempat
terhadap penerapan berbagai perkembangan arsitektur dan rekayasa.
– Penetapan kelengkapan bangunan meliputi penyediaan lahan parkir, jalan, kelengkapan pemadam kebakaran, jalur/ruang evakuasi bencana.

• Ketentuan umum kegiatan dan penggunaan ruang meliputi:
• kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan untuk perumahan yang terdiri atas kawasan perumahan dengan kepadatan tinggi, kepadatan sedang,
dan kepadatan rendah;
• kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan penunjang kegiatan perumahan; dan
• kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi untuk kegiatan industri besar dan kegiatan lainnya yang mengakibatkan terganggunya kegiatan perumahan.
• Intensitas pemanfaatan ruang meliputi:
• kawasan perumahan kepadatan tinggi dengan kepadatan bangunan 51(lima puluh satu) sampai 100 (seratus) unit per hektar ditetapkan KDB paling
tinggi 80 (delapan puluh) persen;
• kawasan perumahan kepadatan sedang dengan kepadatan bangunan 26(dua puluh enam) sampai 50 (lima puluh) unit per hektar ditetapkan KDB paling
tinggi 60 (enam puluh) persen; dan
• kawasan perumahan kepadatan rendah dengan kepadatan bangunan kurang dari 25 (dua puluh lima) unit per hektar ditetapkan KDB paling tinggi 40
(empat puluh) persen.

• Ketentuan umum prasarana dan sarana minimum meliputi:
• pelayanan pendidikan untuk taman kanak-kanak dan sekolah dasar;
• pelayanan kesehatan berupa poliklinik;
• RTH berupa taman tempat bermain dan berolahraga;
• RTNH berupa plasa tempat berkumpul warga; dan
• pelayanan ibadah berupa masjid.

Anda mungkin juga menyukai