Anda di halaman 1dari 53

Kepailitan &

Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang
(PKPU)
PENGERTIAN
• Kepailitan adalah sita umum atas semua
kekayaan debitur pailit yang pengurusan
dan pemberesannya dilakukan oleh kurator
di bawah pengawasan Hakim Pengawas.
Kekayaan debitur akan digunakan untuk
kepentingan para krediturnya.
FUNGSI KEPAILITAN
• Untuk menghindari perebutan harta
Debitur bila terdapat beberapa
Kreditur;
• Untuk menghindari Kreditur
pemegang hak jaminan kebendaan
yg menuntut haknya dengan cara
menjual barang milik Debitur tanpa
memperhatikan Debitur dan
Kreditur lainnya.
• Untuk menghindari kecurangan2
Kreditur atau Debitur sendiri
Dasar Hukum Kepailitan:
• Pasal 1131 BW:
1. Debitur bertanggung jawab thd utang2nya
2. Melindungi Kreditur;
• Pasal 1132 BW:
1. Jaminan kebendaan berlaku thd semua
Kreditur;
2. Bila Debitur tdk melaksankan
kewajibannya, benda tsb akan dijual;
3. Hasil penjualan dibagikan kpd Kreditur
berdasarkan asas keseimbangan;
4. Terdapat Kreditur yang didahulukan
(Kreditur preferen & sparatis)
Pihak yg berhak mengajukan pailit:
1. Debitur sendiri;
2. Satu atau lebih Kreditur;
3. Kejaksaan untuk kepentingan umum;
4. BI dalam hal debiturnya bank;
5. BAPEPAM - LK (Badan Pengawas Pasar Modal
dan Lembaga Keuangan) untuk debiturnya:
Perusahaan efek, bursa efek, dll.
6. Menkeu untuk debitur: Persh Asuransi,
Reasuransi, Dana Pensiun, BUMN.
7. OJK berdasarkan UU OJK
Persyaratan Kepailitan:
• Debitur mempunyai dua atau lebih Kreditor;
• Debitur tidak membayar sedikitnya satu
utang yg telah jatuh tempo dan dapat
ditagih.
Yang dapat dinyatakan pailit:
1. Orang per orang;
2. Perserikatan dan perkumpulan tidak
berbadan hukum;
3. Perseroan, perkumpulan, koperasi dan
yayasan yang ber-Badan Hukum;
4. Harta peninggalan yang belum dibagikan
kepada ahli warisnya
Pengadilan yang berwewenang:
• PENGADILAN NIAGA
• KASASI MAHKAMAH AGUNG;
• TIDAK ADA BANDING
• SIFAT: FINAL AND BINDING
• ADA PUTUSAN SELA
UU No. 37 Th. 2004 ttg Kepailitan dan
PKPU; Ps. 1131, 1132 KUHPerdata:
• Kepailitan hanya meliputi harta pailit &
bukan Debitur-nya;
• Debitur tetap pemilik kekayaannya &
merupakan pihak yg berhak atasnya, ttp tdk
lagi berhak menguasainya atau
menggunakannya atau memindahkan haknya
atau mengagunkannya;
• Sita konservatoir (sita jaminan) secara umum
meliputi seluruh harta pailit
KREDITUR PREFEREN:
• Kreditur dengan hak istimewa mnrt Ps 1139
& Ps 1149 BW (tanpa kehilangan hak yg
diberikan kpd mereka untuk menahan
kebendaan milik Debitur yg diberikan oleh
UU), seperti pemegang hak previlege, hak
retensi, dll
KREDITOR SEPARATIS:
• Kreditur dengan jaminan kebendaan berupa
gadai, hipotek, hak atas panenan, hak
tanggungan, & jaminan fidusia (tanpa
kehilangan hak untuk menjual dan
memperoleh pelunasan terlebih dahulu dari
harta kebendaan Debitur, yg dijaminkan
secara kebendaan dan dijual tsb.
KREDITOR KONKUREN:
• Kreditur bersaing yang tidak mempunyai
agunan dan masing2 Kreditur mempunyai
hak atas boedel pailit Debitur secara
proporsional yaitu berdasarkan
perimbangan besarnya tagihan masing2 stlh
Kreditur preferen dan Kreditur separatis
terlunasi utangnya.
Urutan Prioritas Para Kreditur:
• Bila tdk ditentukan bahwa suatu piutang
merupakan hak istimewa yg berkedudukan lebih
tinggi dari pada piutang yg dijamin dengan suatu
hak jaminan (gadai, fidusia, hak tanggungan,
hipotek) :
• (1) Kreditur yg memiliki piutang yg dijamin
dengan hak jaminan;
• (2) Kreditur yg memiliki hak istimewa;
• (3) Kreditur konkuren.
Jika hak istimewa ditentukan hrs dilunasi
terlebih dahulu dr pd para Kreditur termasuk
para Kreditur pemegang hak jaminan, urutan
para Kreditur sbb:
• (1) Kreditur yg memiliki hak istimewa;
• (2) Kreditur yg memiliki piutang yg dijamin
dengan hak jaminan;
• (3) Kreditur konkuren
AKIBAT PKPU,
HAKIM PENGAWAS, DAN
PENGURUS
• PKPU adalah upaya debitur mengajukan
permohonan ke pengadilan untuk menunda
kewajiban pembayaran utang, dengan
maksud untuk mengajukan rencana
perdamaian yang meliputi tawaran
pembayaran sebagian atau seluruh utang
kepada kreditur.
AKIBAT PKPU

a) Debitor Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) kehilangan


Independensinya. Dalam proses Penundaan Kewajiban Pernbayaran Utang (PKPU)
Debitor masih tetap mempunyai wewenang untuk mengurus terhadap harta pailit,
dimana usaha Debitor tetap berjalan. Tetapi dalam hal bertindak menyangkut dengan
kepengurusan atau pemindahan hak atas harta kekayaan Debitor tidak lagi
indenpenden sebelum adanya Penundaan Kewajiban Pernbayaran Utang (PKPU),
sebab dalam bertindak tersebut pihak Debitor harus selalu didampingi oleh Pengurus.

b) Apabila Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Berakhir, Debitor


langsung Pailit. Apabila tidak terjadi perdamaian (akkord) atau karena Debitor
melakukan hal-hal yang merugikan terhadap perusahaan

c) Debitor Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Tidak dapat dipaksa


untuk membayar utang dan segala pelaksanaan eksekusi ditangguhkan.
Sebagaimana yang disyaratkan dalam ketentuan Pasal 242 ayat (1) bahwa selama
berlangsungnya penundaan pembayaran utang, maka Debitor Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU) tidak dapat dipaksakan untuk membayar utang-utangnya
dan segala tindakan eksekusi yang telah dimulai guna mendapatkan pelunasan utang
tersebut, harus ditangguhkan.

d) Sitaan berakhir dan diangkat. Apabila kita melihat hakekat dari Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang bukan merupakan sitaan umum seperti
halnya dengan kepailitan, maka dengan terjadinya Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang, semua sitaan yang telah terpasang segera berakhir.
AKIBAT PKPU

e) Perkara yang sedang berjalan ditangguhkan. Terhadap perkara yang semata-mata


mengenai tuntutan pembayaran suatu utang yang telah diakui oleh Debitor Penundaan
Kewajiban Pernbayaran Utang (PKPU), dimana Kreditor tidak mempunyai kepentingan untuk
mendapatkan suatu putusan guna melaksanakan haknya terhadap pihak ketiga, setelah dicatat
pengakuan, maka Hakim Pengawas dapat menangguhkan pengambilan keputusan mengenai
hal tersebut sampai dengan berakhirnya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

f) Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tidak berlaku bagi Kreditor


preferen. Didalam Pasal 244 Undang Undang No. 37 tahun 2004, dengan tetap
memperhatikan ketentuan Pasal 246 Undang Undang No. 37 tahun 2004, penundaan
kewajiban pembayaran utang tidak berlaku terhadap :
• tagihan yang dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek atau
hak agunan atas kebendaan yang lainnya ;
• tagihan biaya pemeliharaan, pengawasan atau pendidikan yang sudah harus dibayar
dan hakim Pengawas harus menentukan jumlah tagihan yang sudah ada dan belum
dibayar sebelum penundaan kewajiban pembayaran utang yang bukan merupakan
tagihan dengan hak yang diistimewakan
• tagihan yang diistimewakan terhadap benda tertentu milik Debitor maupun terhadap
seluruh harta Debitor yang tidak tercakup pada ayat (1) huruf b.

• Berlakunya masa Penangguhan eksekusi hak jaminan. Dalam proses Penundaan


Kewajiban Pembayaran Utang ada masa penangguhan pelaksanaan eksekusi hak jaminan
tersebut, yang berlaku selama masa Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang saja, yakni
masa tenggang waktu terhitung putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ditetapkan
sampai dengan maksimum 270 (dua ratus tujuh puluh) hari.
AKIBAT PKPU
• Sitaan berakhir dan diangkat. Apabila kita melihat hakekat dari Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU) yang bukan merupakan sitaan umum seperti halnya dengan
kepailitan, maka dengan terjadinya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, semua sitaan
yang telah terpasang segera berakhir.

• Perkara yang sedang berjalan ditangguhkan. Terhadap perkara yang semata-mata


mengenai tuntutan pembayaran suatu utang yang telah diakui oleh Debitor Penundaan
Kewajiban Pernbayaran Utang (PKPU), dimana Kreditor tidak mempunyai kepentingan untuk
mendapatkan suatu putusan guna melaksanakan haknya terhadap pihak ketiga, setelah dicatat
pengakuan, maka Hakim Pengawas dapat menangguhkan pengambilan keputusan mengenai
hal tersebut sampai dengan berakhirnya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

• Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tidak berlaku bagi Kreditor


preferen. Didalam Pasal 244 Undang Undang No. 37 tahun 2004, dengan tetap
memperhatikan ketentuan Pasal 246 Undang Undang No. 37 tahun 2004, penundaan
kewajiban pembayaran utang tidak berlaku terhadap :
• tagihan yang dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek atau hak
agunan atas kebendaan yang lainnya ;
• tagihan biaya pemeliharaan, pengawasan atau pendidikan yang sudah harus dibayar dan
hakim Pengawas harus menentukan jumlah tagihan yang sudah ada dan belum dibayar
sebelum penundaan kewajiban pembayaran utang yang bukan merupakan tagihan dengan
hak yang diistimewakan
• tagihan yang diistimewakan terhadap benda tertentu milik Debitor maupun terhadap
seluruh harta Debitor yang tidak tercakup pada ayat (1) huruf b.
Yang berperan dalam proses Kepailitan dan
PKPU
• Majelis Pemeriksa/Pemutus – Panitera
Pengganti
• Hakim Pengawas – Panitera Pengganti
• Kurator (pailit)= Pengurus (PKPU)
• Advokad/Surat Kuasa
• Debitor
• Para Kreditor
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM PENGAWAS DAN PENGURUS DALAM
PELAKSANAAN PUTUSAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU)
• Penundaan kewajiban pembayaran utang ini adalah suatu pengaturan baik bagi kedua belah
pihak dan gunanya. untuk mencegah agar supaya Debitor yang sudah dalam. keadaan berhenti
membayar, juga yang dalam keadaan sulit likuiditas atau kekurangan dana atau kesulitan
untuk mendapatkan pinjaman kredit, tidak dinyatakan pailit. Apabila dia dinyatakan pailit,
maka perusahaan dengan segala aset perusahaan atau harta benda pribadi keluarganya akan
dijual untuk membayar utang-utangnya dan usahanya akan berhenti sama sekali.

• Untuk mengantisipasi agar hak-hak Kreditor tidak dirugikan, maka dengan segera diangkat
Hakim Pengawas dan menunjuk seorang atau lebih Pengurus. Apabila hal yang demikian
tidak diijinkan oleh Pengadilan, maka tidak dapatlah Debitor selama Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU) berjalan melakukan tindakan-tindakan pemeliharaan dan.
penguasaan atas harta benda atau aset perusahaan.

• Dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara maupun Penundaan Kewajiban


Pembayaran Utang (PKPU) Tetap, Penunjukan seorang Hakim Pengawas dan Seorang atau
lebih Pengurus harus diberikan bersamaan dengan putusan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU) Sementara sebagaimana ketentuan Pasal 225 ayat (2) yang
menyatakan "Pengadilan harus mengabulkan Penundaan Sementara Kewajiban Pembayaran
Utang dan harus menunjuk seorang Hakim Pengawas dari Hakim Pengadilan serta
mengangkat satu atau lebih Pengurus yang bersama dengan Debitor mengurus harta Debitor".
HAKIM PENGAWAS DALAM PKPU

• Suatu hal yang baru yang ada pada Undang Undang No. 37 Tahun 2004 adalah seperti apa yang tercantum
dalam Pasal 225 ayat (2) Undang Undang No. 37 Tahun 2004, yaitu diangkat Hakim Pengawas dalam rangka
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

• Secara umum dalam Pasal 65 Undang Undang No. 37 Tahun 2004 diatur mengenai prinsip tanggung jawab
dari Hakim Pengawas. Dikatakan bahwa Hakim Pengawas bertugas mengawasi pengurusan dan pemberesan
harta pailit. Sebelum Pengadilan mengambil suatu ketetapan dalam sesuatu hal yang mengenai pengurusan atau
pemberesan harta pailit, Pengadilan harus terlebih dahulu mendengar pendapat dari Hakim Pengawas.

• Hakim Pengawas berhak untuk memperoleh segala keterangan yang diperlukan mengenai kepailitan/Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), mendengar saksi-saksi ataupun untuk memerintahkan diadakan
penyelidikan oleh ahli-ahli. Saksi-saksi tersebut harus dipanggil atas nama Hakim Pengawas. Jika terdapat saksi
yang tidak datang menghadap atau menolak memberikan kesaksiannya, maka terhadap mereka diberlakukan
ketentuan Pasal 140, 141 dan 148 HIR (Het Herziene Inlandach Reglement) atau Pasal 166, 167 dan 176
Reglemew Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Reglement Buitngewesten). Selanjutnya bila
saksi mempunyai tempat kedudukan hukum di luar kedudukan hukum Pengadilan yang menetapkan putusan
pemyataan pailit, Hakim Pengawas dapat melimpahkan pendengaran keterangan saksi kepada Pengadilan yang
wilayah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum saksi.

• Selanjutnya ketentuan Pasal 68 menentukan mengenal kemungkinan mengajukan banding atas putusan Hakim
Pengawas, sepanjang banding (banding ke Hakim Majelis pemutus perkara) tersebut harus telah diajukan dalam
jangka waktu 5 (lima) hari terhitung sejak saat ketetapan itu dikeluarkan, dengan pengecualian ketetapan
sebagaimana Pasal 22 huruf b, Pasal 33, Pasal 84 ayat (3), Pasal 104 ayat (2), Pasal 106, Pasal 125 ayat (1),
Pasal 127 ayat (1), Pasal 183 ayat (1), Pasal 184 ayat (3), Pasal 185 ayat (1), (2) dan ayat (3), Pasal 186, Pasal
188, Pasal 189.
PENGURUS DALAM PKPU

• Dalam putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), seperti yang dimaksud dalam
Pasal 225 ayat (2) , diangkat Pengurus (bewinvoerder) yang akan membantu Debitor menjalankan
kegiatannya. Pengurus yang diangkat tersebut haruslah independen dan tidak memiliki benturan
kepentingan, baik dengan Debitor maupun Kreditor.

• Independen dan tidak mempunyai benturan kepentingan yang dimaksud dalam Pasal 234 ayat
(3) adalah bahwa kelangsungan keberadaan Pengurus tidak tergantung padaa Debitor atau Kreditor
dan Pengurus tidak memiliki kepentingan ekonomis yang berbeda dari kepentingan ekonomis
Debitor dan Kreditor. Dalam hal ini yang dapat bertindak sebagai Pengurus adalah :
– orang perseorangan yang berdomisili di wilayah Negara Republik Indonesia, yang memiliki
keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus harta Debitor;
– terdaftar pada Departemen Kehakiman yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
hukum dan peraturan perundang-undangan.

• Mengenai jumlah Pengurus dapat berubah-ubah selama sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang (PKPU) belum selesai. Ini berarti selama sidang berlangsung, Kreditor konkuren berhak
untuk meminta diadakan penggantian atau penambahan Pengurus apabila ada permintaan seperti
itu, maka Hakim Pengawas wajib memenuhinya jika permintaan tersebut didasarkan atas
persetuiuan Rapat Kreditor dengan suara terbanyak biasa.

• Oleh karena dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Debitor tidak kehilangan
penguasaan dan haknya (beheer en beschikking) atas kekayaannya, tetapi kehilangan kebebasannya
dalam menguasai kekayaannya, maka antara Debitor dan Pengurus merupakan dwitunggal. Hal ini
karena salah satu antara mereka tidak dapat bertindak dengan sah tanpa yang lain, namun satu pihak
dapat menghalang-halangi diambilnya suatu tindakan hukum dengan tidak mau bekerjasama.
PENGURUS DALAM PKPU

• Namun undang-undang memberikan pengecualian dimana Pengurus mempunyai hak untuk


bertindak sendiri tanpa kerjasama dengan Debitor, yaitu apabila Debitor melanggar ketentuan Pasal
240 Undang Undang No. 37 Tahun 2004

• Jadi dalam hal ini Pengurus berhak melakukan segala sesuatu untuk memastikan bahwa harta
Debitor tidak dirugikan karena tindakan Debitor tersebut. Seorang Pengurus bertanggung jawab
terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas kepengurusan yang menyebabkan
kerugian terhadap harta Debitor. Dalam hal ini sudah tentu tanggung jawab untuk kerugian yang
disebabkan kesengajaannya karena kelalaian atas keteledorannya dalam menjalankan tugasnya
sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 234 ayat (4) Undang Undang No. 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

• Mengenai biaya pengurusan, dalam putusan. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)
haruslah dicantumkan besamya biaya pengurusan harta Debitor termasuk pula imbalan jasa bagi
Pengurus berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Departemen Kehakiman (vide Pasal 234 ayat
(5) Undang Undang No. 37 tahun 2004). Namun sesungguhnya mengenai imbalan jasa Pengurus ini
dapatlah dibagi menjadi 2, yaitu :
- dalam hal PKPU yang berakhir dengan perdamaian, besarnya imbalan jasa ditentukan
oleh Hakim dan dibebankan kepada Debitor dengan mempertimbangkan pekerjaan
yang telah dilakukan, kemampuan, dan tarif kerja dari Pengurus yang bersangkutan
dengan ketentuan paling tinggi 3 % dan nilai harta Debitor.
- dalam hal PKPU berakhir tanpa perdamaian, besarnya imbalan ditentukan oleh Hakim
dan dibebankan. kepada Debitor dengan mempertimbangkan pekerjaan yang telah
dilakukan, kemampuan, dan tarif kerja dan Pengurus yang bersangkutan dengan
ketentuan paling tinggi 5 % dari nilai harta Debitor.
Prosedur Permohonan Pailit

1. Panitera menyampaikan permohonan pailit


kepada Ketua Pengadilan Niaga paling lambat
2 (dua) hari setelah pendaftaran
2. Ketua Pengadilan Niaga mempelajari dan
menetapkan hari sidang paling lambat 3 (tiga)
hari setelah didaftarkan
3. Pemanggilan sidang dilakukan paling lambat 7
(tujuh) hari sebelum sidang pertama
Prosedur Permohonan Kepailitan
4. Sidang dilaksanakan paling lambat 20 hari
setelah tanggal permohonan pendaftaran
5. Sidang dapat ditunda paling lambat 25 hari
setelah tanggal permohonan didaftarkan
dengan alasan yang cukup
6. Putusan, paling lambat 60 hari setelah
permohonan didaftarkan
7. Penyampaian salinan putusan dilakukan
paling lambat 3 hari setelah tanggal putusan
SKEMA
KPN mempelajari,
Permohonan Menetapkan majelis
Pailit, diajukan Panitera menyampaikan hakim, hari
kepada KPN Kepada KPN sidang pertama
melalui panitera (maks. 2 hari) (maks. 3 hari)

Dgn alasan yg cukup


Sidang dapat ditunda Sidang Panggilan sidang
(maks. 25 hari) dilaksanakan (maks. 7 hari
(maks. 20) Sebelum sidang 1)

Salinan putusan
Putusan disampaikan kpd
(maks. 60 hari) yg berkepentingan
(maks. 3 hari
setelah putusan)
Proses Persidangan
• Proses persidangan perkara perdata niaga tidak jauh
berbeda dengan perkara perdata umum, hy dlm
sidang permohonan pailit tidak ada tahap replik dan
duplik.
1. Sidang I, Pemohon Pailit membacakan
permohonannya.
2. Sidang selanjutnya, Termohon Pailit dapat
mengajukan jawaban (tanggapan) atau mengajukan
permohonan PKPU
3. Sidang selanjutnya, proses pembuktian pembuktian
ini dilakukan secara sederhana
4. Sidang selanjutnya, kesimpulan dari para pihak
5. Sidang terakhir, pembacaan putusan.
Pembuktian Sederhana dalam
Perkara Kepailitan
Permohonan pernyataan pailit harus
dikabulkan apabila terdapat fakta atau
keadaan yang terbukti secara
sederhana bahwa persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2
ayat (1) telah dipenuhi
(Pasal 8 ayat (4) UUKPKPU)
Alat-alat bukti

• Mengacu kepada alat-alat bukti dalam


perkara perdata umum
(Pasal 164 HIR)
• Terdiri dari bukti: (1) surat, (2) saksi,
(3) persangkaan, (4) pengakuan dan
(5) sumpah
Permohonan PKPU

PKPU=
Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang
Pasal 222-264 UUKPKPU
Permohonan PKPU

• Dapat diajukan oleh Debitor dan


Kreditor
• Dapat diajukan pada waktu awal
persidangan atau di tengah persidangan.
Macam PKPU
1.PKPU Sementara
Pasal 226 UUKPKPU
2.PKPU Tetap
Pasal 229 ayat (1)UUKPKPU
Macam PKPU

Jika PKPU Tetap berakhir dan tidak


tercapai persetujuan terhadap rencana
perdamaian maka Debitor dinyatakan
pailit paling lambat pada hari
berikutnya.
Putusan
• Putusan diucapkan dalam sidang terbuka
untuk umum dan bersifat serta merta
(Pasal 8 ayat (7) UUKPKPU)

• Diucapkan paling lambat 60 (enam puluh)


hari setelah tanggal permohonan pernyataan
pailit didaftarkan (Pasal 8 ayat (5)
UUKPKPU)
Putusan
• Dalam putusan, harus diangkat Kurator dan
seorang Hakim Pengawas
(Pasal 15 ayat (1) UUKPKPU)
• Salinan putusan wajib disampaikan oleh juru
sita dengan surat kilat tercatat kepada
Debitor, pihak yang mengajukan permohonan
pailit, Kurator, dan Hakim Pengawas paling
lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal putusan
atas permohonan pernyataan pailit diucapkan
(Pasal 9 UUKPKPU)
Putusan Serta Merta
• Uit voerbaar bij voorad
”Putusan atas permohonan pernyataan pailit sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) yang memuat secara lengkap
pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus
diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum dan dapat
dilaksanakan terlebih dahulu, meskipun terhadap putusan
tersebut diajukan suatu upaya hukum”
(Pasal 8 ayat (7) UUKPKPU)
Maka
Kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau
pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit
diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi
atau peninjauan kembali
(Pasal 16 dan Pasal 69 UUKPKPU)
Putusan Serta Merta
• Ini berarti bahwa segala perbuatan
Kurator tetap sah meski putusan
dibatalkan akibat adanya Kasasi atau
Peninjauan Kembali
(Pasal 16 ayat (2) UUKPKPU)
Akibat Kepailitan
Sejak tanggal putusan pernyataan
pailit diucapkan maka Debitor demi
hukum kehilangan haknya untuk
menguasai dan mengurus
kekayaannya yang termasuk dalam
harta pailit.
(Pasal 24 ayat (1) UUKPKPU)

*pengecualian: Pasal 22 UUKPKPU


Perdamaian
(pasal 144-177 UUKPKPU)
Debitor pailit berhak menawarkan
perdamaian kepada semua kreditor
Diterima

Ditolak
Apabila ditolak, perdamaian
tidak dapat diajukan lagi
Pelaksanaan Eksekusi
Wewenang Melaksanakan Pengurusan Harta
Pailit
Tugas Kurator adalah melakukan pengurusan
dan/atau pemberesan harta pailit (Pasal 69
UUKPKPU)
dan
Tugas Hakim Pengawas mengawasi
pengurusan dan pemberesan harta pailit (Pasal
65 UUKPKPU)
Pelaksanaan Eksekusi
• Dalam perkara perdata umum, eksekusi dilakukan
atas perintah dan dibawah pimpinan KPN yang dulu
memeriksa dan memutus perkara tersebut dalam
tingkat pertama
• Sedangkan dalam perkara perdata niaga, yang
melaksanakan putusan pailit adalah Kurator bukan
KPN dan dalam perkara kepailitan tidak ada yang
memimpin eksekusi, sebab UU hanya menyatakan
bahwa dalam melakukan pemberesan dan pengurusan
harta pailit, Kurator diawasi oleh Hakim Pengawas.
Tata Cara Eksekusi

1. Panitia Kreditor
Panitia Kreditor adalah pihak
yang mewakili pihak Kreditor
Pasal 79 s.d 112 UUKPKPU
Tata Cara Eksekusi
2. Pencocokan Utang/Verifikasi
Piutang-piutang Kreditor atau utang-utang Debitor
yang dinyatakan pailit didata oleh Kurator untuk
dicocokkan mengenai benar tidaknya pengakuan
sebagai Kreditor, besarnya piutang Kreditor maupun
kedudukannya sebagai Kreditor.
Hal ini berguna untuk melindungi Debitor pailit
terhadap tagihan-tagihan yang tidak ada dasarnya dan
bagi pihak Kreditor sebagai perlindungan terhadap
kemungkinan utang-utang fiktif yang dibuat oleh
Debitor
Pasal 113 s.d 143 UUKPKPU
Tata Cara Eksekusi

3. Pemberesan Harta Pailit


Pelaksanaan Pemberesan oleh Kurator
Jika dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan
rencana perdamaian, rencana perdamaian yang
ditawarkan tidak diterima, atau pengesahan
perdamaian ditolak berdasarkan putusan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, demi hukum harta
pailit berada dalam keadaan insolvensi atau keadaan
tidak mampu membayar.
Sejak insolvensi terjadi maka dimulailah proses
pengurusan dan pemberesan harta pailit .
Pasal 178 s.d 203 UUKPKPU
Tata Cara Eksekusi

Penjualan di muka umum harta pailit (Lelang)


Dilakukan oleh Kurator/Balai Harta Peninggalan (BHP)
dengan perantaraan Kantor Lelang Negara (juru lelang)
dengan seizin Hakim Pengawas (penjualan di bawah
tangan dapat dilakukan hanya dengan izin Hakim
Pengawas)
Pengajuan permohonan lelang ke Kantor Lelang Negara
oleh Kurator/BHP harus dilampirkan salinan putusan
pailit dan bukti-bukti kepemilikan atas harta pailit yang
akan dilelang tersebut dan apabila harta pailit tersebut
berupa tanah juga dilengkapi dengan Surat Keterangan
Tanah (SKT) dari Kantor Pertanahan setempat
Pasal 185 UUKPKPU
Rehabilitasi (Pasal 215-221UUKPKPU)
Setelah kepailitan berakhir, Debitor Pailit/
ahli warisnya berhak mengajukan rehabilitasi
ke P Niaga yg memutus.
Rehabilitasi : pemulihan nama baik Debitor
Pailit, melalui putusan pengadilan yg berisi
keterangan bahwa Debitor telah memenuhi
kewajibannya.
Tidak ada upaya hukum terhadap putusan
rehabilitasi
Upaya Hukum terhadap Putusan Pailit

Tidak ada Upaya Hukum Banding

• Kasasi (Pasal 11, 12, dan 13 UUKPKPU)


• Peninjauan Kembali (Pasal 295, 296, 297,
dan 298 UUKPKPU)
Upaya Hukum

* Prosedur pengajuan upaya hukum dalam


perkara perdata niaga tidak berbeda
dengan perkara perdata biasa,
perbedaannya terletak pada jangka
waktu.
Perbedaan Mendasar antara
Kepailitan dengan PKPU
• Prosedur kepailitan mengenal adanya upaya
hukum atas putusan majelis hakim Pengadilan
Niaga, sedangkan prosedur PKPU tidak mengenal
adanya upaya hukum apapun.
• Dalam proses kepailitan yang melakukan
pengurusan harta debitur adalah kurator,
sedangkan dalam proses PKPU yamg melakukan
pengurusan harta debitur adalah pengurus.
• Dalam kepailitan debitur kehilangan haknya
untuk menguasai dan mengurus
kekayaannya yang termasuk dalam harta
pailit. Sedangkan dalam PKPU, debitur
masih dapat melakukan pengurusan
terhadap hartanya selama mendapatkan
persetujuan dari pengurus.
• Kepailitan tidak mengenal batas waktu
tertentu terkait penyelesaian seluruh proses
kepailitan setelah putusan pengadilan
Niaga. Sedangkan PKPU mengenal batas
waktu yakni PKPU dan perpanjangannya
tidak boleh melebihi 270 hari setelah
putusan PKPU sementara diucapkan.
Sekian

Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai