Anda di halaman 1dari 24

Tiara Syahbana

611.11.070
Defenisi Difteri

Etiologi Difteri

Epidemiologi Difteri

Patofisiologi Difteri

Manifestasi Klinis Difteri

Penanganan Difteri
Difteria adalah toksikoinfeksi yang
disebabkan oleh Corynebacterium diphteria
menyerang Saluran pernapasan bagian atas
dengan tanda khas timbulnya
“pseudomembran”. Kuman juga melepaskan
eksotoksin yang dapat menimbulkan gejala
umum dan lokal.
Corynebacterium diphtheria
merupakan kuman batang gram
positif, tidak bergerak, pleomorfik,
tidak berkapsul, tidak membentuk
spora, mati pada pemanasan 60ºC,
tahan dalam keadaan beku dan kering
Basil difteria mempunyai sifat :
1. Membentuk pseudomembran yang sukar
diangkat, mudah berdarah, dan berwarna
putih keabu-abuan.
2. Ciri khas Corynebacterium diphtheria
adalah kemampuannya memproduksi
eksotoksin baik in vivo maupun in vitro
Penyebaran difteri :
1. Udara, melalui Air ludah, batuk atau bersin
membawa serta kuman difter

2. Eksudat dari lesi kulit yang terinfeksi.

3.Benda, Makanan dan minuman yang


terkontaminasi

4. Kontak langsung dengan penderita


Corynebacterium diphteriae masuk
ke saluran pernapasan
Menempel pada lapisan superficial
lesi kulit atau mukosa pernapasan
Membentuk pseudomembran dan
melepaskan eksotoksin polipeptida 62-
KD kuat dan Menginduksi reaksi
radang lokal
Kelenjar getah bening membengkak
dan mengandung toksin. Terjadi
nekrosis jaringan lokal

Infeksi saluran pernapasan


membentuk tonsil pada
lokasi yang terkena difteri

demam kurang
radang lokal.
dari 38,9°C
1. Difteri hidung
Gejala difteri hidung :
1. pilek ringan tanpa atau disertai gejala
sistemik ringan.
2. Sekret hidung.
3. Tampak membran putih pada daerah septum
nasi.
2. Difteri Tonsil Faring
Gejala difteri tonsil faring :
1. nyeri tenggorokan.
2. demam sampai 38,5 °C
3. nadi cepat, tampak lemah, nafas berbau,
anoreksia, dan malaise.
4. edema ringan jaringan lunak leher yang
luas, akan menimbulkan bullneck.
3. Difteri Laring
Gejala klinis difteri laring :
1. stridor yang progresif.
2. suara parau dan batuk kering.
3. demam tinggi, lemah,sianosis,
pembengkakan kelenjar leher.
4. Difteri Kulit
Gejala difteri kulit :
1. dermatosis yang mendasari,
2. luka goresan, luka bakar atau impetigo
yang telah terkontaminasi sekunder.
3. Nyeri, sakit, eritema, dan eksudat khas.
4. Difteri Vulvovaginal, Konjungtiva,
dan Telinga

Gejala difteri Vulvovaginal, Konjungtiva,


dan Telinga :
1. Ulserasi
2. pembentukan membrane dan
perdarahan submukosa.
Pemeriksaan Diagnostik
identifikasi secara fluorescent antibody
technique

isolasi C. diphtheria degan pembiakan


pada media loeffler

tes toksinogenisitas secara in vivo


(marmot) dan in vitro (tes Elek)
1. Vaksin DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) pada
anak usia diatas 6 minggu sampai 7 tahun.
2. Vaksin Td (tetanus dan difteri) pada usia 7 –
18 tahun.
3. Vaksin TdaP (Adacel® atau Boostrix®)
diberikan 1 kali suntikan ke dalam otot,
vaksin ini dapat diberikan pada usia 11-65
tahun.
Nama Vaksin Difteri

Sasaran imunisasi Anak kurang dari 1 tahun dan semua orang dewasa.

Macam vaksin Toxoid

Dosis Anak-anak <7 tahun, 3 dosis dengan booster 2 kali .


Usia 7-18 tahun, 3 dosis dengan booster 1 kali.
Dewasa yang sudah imunisasi lengkap, diberikan booster.

Jadwal pemberian Anak-anak < 7 tahun dalam bentuk vaksin DPT


 Usia 2-4-6 bulan
 Booster usia 15-18 bulan
 Booster usia 4-6 tahun
Usia 7-18 tahun, tiga dosis dalam bentuk vaksin Td
 Dosis 1 dan 2 interval 4 minggu
 Dosis 2 dan 3 interval 6 bulan
 Booster 6 bulan setelah dosis ketiga
Dewasa
 Sebagai imunisasi primer, 1 dosis dalam bentuk Tdap
 Sebagai booster tiap 10 tahun, dalam bentuk vaksin Td

Cara pemberian Suntikan kedalam otot (IM)

Efektivitas 90 %

Kontra indikasi Alergi terhadap vaksin

Efek samping Demam, nyeri dan bengkak pada tempat suntikan reaksi alergi.
 PENGOBATAN UMUM

1. Isolasi selama 2-3 minggu.


2. Pemeriksaan EKG selama 2 kali berturut-
turut.
3. Pemberian cairan serta diet yang adekuat.
 PENGOBATAN KHUSUS
1. Antidiphtheriae serum (ADS) : 20.000 Unit /
hari selama 2 hari berturut-turut dengan
sebelumnya harus dilakukan uji kulit dan
mata.
Mekanisme kerja ADS :

Antidiphtheriae serum (ADS)

menetralisir toksik difteri dalam darah penderita.


 PENGOBATAN KHUSUS
2. Antibiotik.
Penisilin Prokain 50.000 Unit/KgBB/hari sampai
3 hari bebas demam. Pada pasien yang
dilakukan trakeostomi ditambahkan
kloramfenikol 75 mg/KgBB/hari dibagi 4 dosis.
Mekanisme kerja penisilin prokain :
menghambat pembentukan (sintesa) dinding sel
bakteri

Penisilin akan menghasilkan efek bakterisid


(membunuh kuman) pada mikroba yang sedang
aktif membelah.

dinding sel bakteri pecah sehingga bakteri


menjadi musnah.
 PENGOBATAN KHUSUS
3. Kortikosteroid.
 Komplikasi miokarditis dengan memberikan
prednison 2 mg/KgBB/hari selama 3-4
minggu.

 Komplikasi paralisis atau paresis otot, dapat


diberikan striknin ¼ mg dan vitamin B1 100
mg tiap hari selama 10 hari.
1. Respirasi : bronkopneumonia, atelektasis.
2. Kardiovaskuler: miokarditis
3. Urinaria : nefritis
4. Sistem saraf : Paralisis/ paresis palatum mole,
Paralisis/paresis otot-otot mata
 Umur pasien: Makin muda usianya semakin
jelek prognosisnya
 Perjalanan penyakit: makin terlambat
ditemukan penyakitnya semakin
memperparah keadaan
 Letak lesi difteri: bila di hidung tergolong
ringan
 Terdapatnya komplikasi miokarditis sangat
memperburuk prognosis
 Pengobatan: terlambat pemberian ADS,
prognosis semakin buruk.

Anda mungkin juga menyukai