Anda di halaman 1dari 26

UNDANG-UNDANG

PERTAMBANGAN DAN
PENGGOLONGAN BAHAN GALIAN

MK : Pengantar teknologi mineral


UNDANG-UNDANG PERTAMBANGAN
1. 1950 – 1959 : Indische Mijnwet 1899
2. 1960 – 1967 : UU No. 37 Prp Tahun 1960
3. 1967 – 2000 : UU No. 11 Tahun 1967
4. 2000 – sekarang : PP No. 75 Tahun 2001
(sebagai “Peraturan Transisi”).
1. 1950 – 1959
 Indonesia mewarisi Indische Mijnwet 1899 dari
ex Hindia-Belanda (dengan amandemen tahun
1910 dan 1918)
 muncul tuntutan politik :
 DPRS-RI menerima mosi Teuku Moh Hasan dkk
(1951) yang a.l. mendesak pemerintah untuk
segera menerbitkan Undang-Undang
Pertambangan Nasional.
Peraturan PerundanganPertambangan:
masa Hindia Belanda
 Undang-Undang yang pertama adalah
Indische Mijnwet yang diterbitkan pada tahun
1899
 Sejalan dengan perkembangan aktivitas
pertambangan di awal abad ke-20 dilakukan
beberapa tambahan dan perubahan pada
tahun 1910 dan 1918
 Mijn Ordonantie diterbitkan pada tahun 1906
 Prinsipnya : Pemerintah Pusat mengatur perijinan
untuk bahan galian logam, batubara, batu permata
dan beberapa bahan galian penting lainnya
Peraturan Perundangan Pertambangan:
masa Hindia Belanda (2)
 Penguasa daerah (mis. Residen) diberi wewenang
untuk mengatur perijinan bahan galian yang dianggap
kurang penting (lempung, batugamping, pasir, dll).
 Pada saat itu pengusahaan pertambangan besar
umumnya dimiliki oleh Pemerintah Hindia Belanda
(mis. Tambang batubara di Ombilin & Tanjung Enim
serta tambang timah di Bangka)
 Ada juga berupa usaha patungan dengan swasta
seperti tambang timah di Belitung dan Singkep
Peraturan Perundangan Pertambangan: masa
Hindia Belanda (3)
 Pihak swasta yang melakukan penambangan umumnya
dalam bentuk konsesi
 Untuk proyek besar mis. Nikel di Sultra, hak
pengusahaan berupa perjanjian atau kontrak khusus
dari pemerintah (5a contract) karena diatur pada pasal
5a Indische Mijnwet yang ditambahkan pada tahun 1910
 Intinya : pemerintah dapat melakukan sendiri
penyelidikan dan eksploitasi atau mengadakan
perjanjian dengan perorangan atau perusahaan;
perjanjian dapat dilaksanakan setelah disahkan dengan
undang-undang
Peraturan Perundangan Pertambangan:
masa Hindia Belanda (4)

 Pasal tsb mengalami revisi pada thn 1918


dimana kerjasama untuk kegiatan eksplorasi
saja tidak perlu disahkan dengan undang-
undang
2. 1960 – 1967
 UU No. 37 Prp Tahun 1960 merupakan
undang-undang pertambangan nasional yang
pertama.
 Penerbitannya dengan tegas mengacu pada :
a. Pasal 33 UUD 1945
b. Dekrit presiden RI tanggal 5 juli 1959.
c. Manifesto politik RI 17 Agustus 1959.
 UU No. 37 Prp Tahun 1960 memuat hal-hal dan konsep
baru yang tidak terdapat dalam Indische Mijnwet, a.l.
tentang :
a. Penggolonga bahan galian.
b. Kuasa Pertambangan (KP) dan Surat Ijin
Pertambangan Daerah (SIPD) sebagai dasar
hukum/ijin usaha pertambangan.
c. Pembentukan Dewan Pertambangan.
d. Konsep Pertambangan Rakyat.
e. Perusahaan Negara (PN) dan Perusahaan Daerah (PD)
dalam pertambangan.
 Tap. MPRS No. XXIII/MPRS/1966 yang
menggariskan Pembaharuan Kebijaksanaan
Landasan Ekonomi dan Pembangunaan
Nasional.
 UU No. 37 Prp Tahun 1960 perlu diganti untuk
memungkinkan masuknya Penanaman Modal
Asing (PMA) ke dalam pertambangan
Indonesia.
3. 1967 – 2000
 UU no. 11/1967 (Desember 1967) tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan.
 Berhasil dikembangkan dua macam bentuk
kontrak/perjanjian sebagai dasar hukum PMA
dibidang pertambangan:
a. Kontrak Karya (KK) untuk PMA dalam
pertambangan mineral.
b. Perjanjian Kerjasama Pengusaha Pertambangan
Batubara (PKP2B) untuk PMA dalam
pertambangan batubara.
3. 2000 – sekarang
 UU No. 22/1999 dan berlakunya otonomi
pemerintah daerah (sejak 2001), maka UU No.
11/1967 tidak dapat diberlakukan lagi.
 Untuk menggantikan UU No. 11/1967, pemerintah
menyiapakan RUU Pertambangan Mineral dan
Batubara (RUU PMB).
 Keputusan menteri dan Sumberdaya Mineral,
Kepmen. ESDM No. 1453.K/29/MEM/2000 tentang
“Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas
Pemerintah di Bidang Pertambangan Umum”.
 Peraturan pemerintah No. 75/2001 tentang
“Perubahan Kedua atas PP No. 32 Tahun 1969
tentang pelakasanaan UU No. 11 Tahun 1967”.
 UU No. 11 Tahun 1967 digantikan dengan UU
No 4 Tahun 2009
Perbedaan Krusial Undang-Undang Mineral No.11
Tahun 1967 Dan UU No 4 Tahun 2009.
 Disahkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), menggantikan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Pertambangan (UU No.11 Tahun 1967).
 Perubahan mendasar yang terjadi adalah perubahan dari sistem
kontrak karya dan perjanjian menjadi sistem perijinan, sehingga
Pemerintah tidak lagi berada dalam posisi yang sejajar dengan
pelaku usaha dan menjadi pihak yang memberi ijin kepada pelaku
usaha di industri pertambangan mineral dan batubara, terutama
untuk mengembalikan fungsi dan kewenangan negara terhadap
penguasaan sumber daya alam yang dimiliki, dan diharapkan
dapat membawa perbaikan dalam pengelolaan sektor
pertambangan di Tanah Air
 Jika dibandingkan dengan UU No 11 tahun 1967, UU
Minerba memang telah memuat beberapa perbaikan
yang cukup mendasar. Yang paling penting di
antaranya, adalah ditiadakannya sistem kontrak karya
bagi pengusahaan pertambangan yang digantikan
dengan sistem izin usaha pertambangan (IUP).
 UU Minerba juga mengakomodasi kepentingan
daerah, dengan memberikan kewenangan kepada
pemerintah daerah untuk dapat menjalankan fungsi
perencanaan, pembatasan luas wilayah dan jangka
waktu izin usaha pertambangan.
No Materi Pokok UU Nomor 11 Tahun 1967 UU Nomor 4 Tahun 2009
1 Judul Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan Mineral dan
Pertambangan Batubara
2 Prinsip Hak Penguasaan bahan galian  Penguasaan Minerba oleh
Penguasaan diselenggarakan Negara; Negara, diselenggarakan oleh
Negara (pasal 1) Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah
(pasal 4);
 Pemerintah dan DPR
menetapkan kebijakan
pengutamaan Minerba bagi
kepentingan nasional;
(pasal 5)
3 Penggolongan / Penggolongan bahan galian;  Pengelompokan usaha
Pengelompokan  Strategis; pertambangan; mineral dan
batubara;
 Vital;
 Penggolongan tambang
 Non strategis, Non vital
mineral; radioakif, logam,
(pasal 3)
buka logam, batuan;
(pasal 34)
4 Kewenangan  Bahan galian strategis (gol.  21 kewenangan berada di
Pengelolaan A) dan vital (gol.B) dilakukan tangan pusat;
oleh Menteri;
 14 kewenangan berada di
 Bahan galian non strategis tangan propinsi;
non-vital oleh Pemerintah
 12 kewenangan berada di
Daerah Tingkat I/ Propinsi;
tangan kabupaten / kota
(pasal 4)
(pasal 6-8)
5 Wilayah Secara terinci tidak diatur, kecuali  Wilayah pertambangan adalah
Pertambangan bahwa usaha pertambangan tidak bagian dari tata ruang
berlokasi di tempat suci, kuburan, nasional, ditetapkan
bangunan dll pemerintah setelah koordinasi
(pasal 16 ayat 3) dengan Pemda dan konsultasi
dengan DPR;

(pasal 9);

 Wilayah Pertambangan terdiri


dari Wilayah Usaha
Pertambangan (WUP), Wilayah
Pertambangan Rakyat (WPR),
Wilayah Pencadangan Nasional
(WPN)

(pasal 13)
6 Legalitas Rezim Kontrak berupa: Rezim Perijinan berupa:
Usaha  Kontrak / Perjanjian Karya  Ijin Usaha Pertambangan
(KK); (IUP);

 Kuasa Pertambangan (KP);  Ijin Pertambangan Rakyat


(IPR);
 Surat Izin Pertambangan
Daerah (SIPD);  Ijin Usaha Pertambang
Khusus (IUPK);
 Surat Izin Pertambangan
Rakyat (SIPR) (pasal 35)

(pasal 10-15)
7 Tahapan Enam tahapan, Dua tahapan, berkonsekuensi
Usaha berkonsekuensi pada adanya 6 pada adanya 2 tingkat
jenis pertambangan: perijinan:
 penyelidikan umum;  Eksplorasi,
meliputi:penyelidikan
 eksplorasi;
umum, eksplorasi, studi
 eksploitasi; kelayakan;

 pengolahan dan  Operasi produksi,


pemurnian; meliputi: kontruksi,
penambangan,
 pengangkutan;
pengolahan dan
 penjualan; pemurnian,
pengangkutan, penjualan;
(pasal 14)
(pasal 36)
8 Klasifikasi  Investor Domestik (PMDN), (pasal 38);
Investor dan berupa: KP, SIPD, PKP2B;  IPR bagi penduduk lokal,
Jenis Legalitas koperasi (pasal 67);
 Investor Asing (PMA), berupa:
Usaha
KK, PKP2B  IUPK bagi badan usaha
berbadan hukum Indonesia,
 IUP bagi badan usaha
baik BUMN/BUMD/badan
(PMA/PMDN, koperasi,
usaha swasta;
perseorangan;
(pasal 75)
9 Kewajiban  Kewajiban keuangan bagi  Pemeliharaan lingkungan:
Pelaku Usaha Negara konservasi, reklamasi;

 KP sesuai aturan berlaku: (pasal 96-100);


iuran tetap dan royalti
(merujuk PP No. 45/2003  Kepentingan nasional:
pengolahan dan pemurnian di
tentang Penerimaan Negara
dalam negeri (pasal 103-
Bukan Pajak Departemen
104);
ESDM)
 Pemanfaatan tenaga kerja
 KK/PKP2B sesuai kontrak,
setempat, partisipasi
yakni KK: iuran tetap dan
pengusaha lokal pada tahap
royalti, PKP2B: iuran tetap dan
produksi, program
Dana Hasil Penjualan Batubara
pengembangan masyarakat;
(DHPB) merujuk Keppres No.
75/1996 tentang ketentuan (pasal 106-108);
PKP2B)
 Pengunaan perusahaan jasa
 Minimalnya bahkan tidak pertambangan lokal dan/atau
diaturnya kewajiban soal nasional (pasal 124);
lingkungan, kemitraan dengan
pelaku usaha lokal,
pemanfaatan tenaga kerja
setempat, program
pengembangan masyarakat

 Kewajiban keuangan bagi


Negara; pajak dan PNBP.
Tambahan untuk IUPK:
pembayaran 10% keuntungan
bersih;
10 Pembinaan Pengawasan terpusat di tangan  Pusat, propinsi,
dan pemerintah atas pemegang KK, kabupaten / kota sesuai
Pengawasan KP, PKP2B kewenangan terhadap
pemegang IUP, IPR atau
IPK;

(pasal 139-142)

 IPR (bupati/walikota)

(pasal 143)
11 Ketentuan semua hak pertambangan dan KP pada saat UU ini mulai berlaku
Peralihan perusahaan Negara, swasta, badan  KK dan PKP2B yang telah ada
(terkait status lain atau perseorangan berdasarkan sebelum berlakunya UU ini
hukum investasi peraturan yang ada sebelum saat tetap diberlakukan sampai
existing) berlakunya UU ini, tetap dijalankan jangka waktu berakhirnya
sampai sejauh masa berlakunya, kontark / perjanjian;
kecuali ada penetapan lain menurut
 Ketentuan yang tercantum
PP yang dikeluarkan berdasarkan UU
dalam pasal KK dan PKP2B
ini.
dimaksud disesuaikan
(pasal 35)
selambat-lambatnya 1 tahun
sejak UU ini diundangkan,
kecuali mengenai penerimaan
Negara.

(pasal 169)
12. divestasi Tidak diatur Setelah 5 tahun beroperasi,
  badan usaha pemegang IUP
dan IUPK yang sahamnya
dimiliki asing, wajib
melakukan divestasi pada
pemerintah, pemda,BUMN,
BUMD atau badan usaha
swasta nasional
 
(pasal 112)
13. Perlindungan pemegang KP wajb mengembalikan Masyarakat yang terkena dampak
masyarkat tanah sedemikian rupa ,sehingga negatif langsung berhak mendapat
tidak menimbulkan penyakit atau ganti rugi yang layak,atau
bahaya lain bagi masyarakat mengajukan gugatan
(pasal30) (pasal 145)

14. penyidikan Tidak diatur  penyidik polri


 penyidik PPNS
(pasal 149)
15. Ketentuan pidana  Diatur , tetapi sudah tidak sesuai  Menteri, gubernur, bupati/walikota
lagi dengan situasi dan kondisi saat sesuai kewenangannya berhak
ini. memberi sanksi administratif pada
Misalnya : penjara selama-lamanya pemegang IUP, IPR dan IUP. Sanksi
6 tahun dan/atau denda setinggi- mulai dari peringatan hingga
tingginya Rp. 500.000,- bagi yang pencabutan ijin
tidak mempunyai KP tetapi (pasal 151)
melakukan usaha pertambangan  
(pasal 31)  Sanksi cukup keras, misalnya setiap
  orang yang melakukan usaha
 Tidak ada sanksi pidana terhadap pertambangan tanpa IUP,IPR, atau
pemberi/penerbit izin IUPK dihukum maksimal 10 tahun
dan denda maksimal Rp. 10 Miliar
 
 Setiap orang yang mengeluarkan
IUP, IPRatau IUPK yang
bertentangan dengan undang-
undang ini dan menyalahgunakan
kewenangannya diberi sanksi
pidana paling lama 2 (dua)tahun
penjara da denda RP.
200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah.
(pasal 165)
 
16. Jangka waktu  KP/KK/PKP2B Penyelidikan jangka waktu eksplorasi dan
Umum (1+1Tahun), eksploitasi diatur sebagai
KP/KK/PKP2B Eksplorasi berikut:
(3Tahun + 2 x 1 Tahun),  IUP Eksplorasi mineral
KK/PKP2B Studi Kelayakan logam (8 tahun) terdiri dari
(1 + 1Tahun), KK/PKP2B Penyelidikan umum (1
Konstruksi (3 Tahun), tahun), Eksplorasi (3 tahun
KP/KK/PKP2B Operasi + 2x1 tahun) dan studi
Produksi/Eksplotasi kelayakan (1+1 tahun);
termasuk pengolahan dan  IUP Eksplorasi Batubara (7
pemurnian serta pemasaran tahun) terdiri dari
(30 Tahun + 2 x 10 tahun). Penyelidikan Umum (1
tahun), Eksplorasi (2 tahun
+ 2x1 tahun) dan Studi
Kelayakam (2 tahun);
 IUP Operasi Produksi
mineral dan Batubara (20
tahun + 2 x 10 tahun)
terdiri dari konstrulsi (3
tahun) dan kegiatan
penambangan, pengolahan
dan pemurnian,
pengangkutan dan
penjualan (20 tahun).
 
PENGGOLONGAN BAHAN GALIAN

Anda mungkin juga menyukai