Anda di halaman 1dari 31

PERTEMUAN KE-2

Kedudukan Hukum Pajak


Kedudukan hukum Pajak
Hukum Pajak Materil & Formil
Pengelompokan Pajak
Tata Cara Pemungutan Pajak
Timbul & Hapusnya Utang Pajak
Pajak PPh 17
KEDUDUKAN HUKUM
Menurut prof. Dr.Rachmat Soemitro, SH., hukum pajak
mempunyai kedudukan diantara hukum-hukum sebagai berikut :
1. Hukum perdata, mengatur hubungan antara satu individu
dengan individu lainnya.
2. Hukum public mengatur hubungan antara pemerintah
dengan rakyatnya. Hukum ini dapat dirinci lagi sebagai
berikut :
 Hukum tata negara
 Hukum tata usaha (hukum adminitratif)
 Hukum pajak
 Hukum pidana
 Dengan demikian kedudukan hukum pajak
merupakan bagian dari hukum publik .
 Dalam mempelajari bidang hukum, berlaku apa yang
disebut Lex Specialis Derogat Lex Generalis,
yang artinya peraturan khusus lebih diutamakan dari
pada peraturan umum atau jika sesuatu ketentuan
belum atau tidak diatur dalam peraturan khusus,
maka akan berlaku ketentuan yang diatur dalam
peraturan umum.
Dalam hal ini peraturan khusus adalah hukum pajak.
Sedangkan peraturan umum adalah hukum publik
atau hukum lain yang sudah ada sebelumnya.
 Hukum pajak menganut paham imperatif, yakni
pelaksanaannya tidak dapat ditunda.
 Misalnya dalam hal mengajuan keberatan,
sebelum ada keputusan dari direktur Jenderal
Pajak bahwa keberatan tersebut diterima, maka
wajib pajak yang mengajukan keberatan terlebih
dahulu membayar pajak, sesuai dengan yang
telah ditetapkan.
 Berbeda dengan hukum pidana yang menganut
paham aportunitas, yakni pelaksanaannya dapat
ditunda setelah ada keputusan lain.
Pengertian hukum pajak
• Hukum pajak menurut Rochmat Soemitro adalah
suatu kumpulan peraturan yang mengatur antara
pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat
sebagai pembayar pajak.
• Dengan kata lain, hukum pajak menerangkan
mengenai siapa saja wajib pajak (subjek) dan apa
kewajiban-kewajiban mereka terhadap pemerintah,
hak-hak pemerintah, objek-objek apa saja yang
dikenakan pajak, cara penagihan, cara pengajuan
keberatan-keberatan, dan sebagainya.
• Hukum pajak dalam buku Bohari Pengantar hukum pajak,
Raja Grafindo Persada Jakarta,1995 adalah suatu
kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan
antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat
sebagai pembayar pajak.

Beberapa hal yang diatur dalam hukum pajak :


1. Siapa yang menjadi subjek pajak dan wajib pajak
2. Objek apa saja yang menjadi objek pajak
3. Kewajiban pajak terhadap pemerintah
4. Timbul dan hapusnya utang pajak
5. Cara penagihan pajak
6. Cara mengajukan keberatan dan banding
 Santoso Brotodihardjo menyatakan bahwa
hukum pajak juga disebut hukum fiskal adalah
keseluruhan peraturan-peraturan yang meliputi
wewenang pemerintah untuk mengambil
kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali
kepada rakyat melalui kas Negara.
 Istilah pajak sering disamakan dengan istilah
fiskal, yang berasal dari bahasa latin fiscal yang
berarti kantong uang atau keranjang uang. Istilah
fiskal yang dimaksud sekarang adalah kas negara
sedangkan fiscus disamakan dengan pihak yang
mengurus penerimaan negara atau disebut juga
administrasi pajak.
HUKUM PAJAK MATERIL DAN FORMIL
Ada 2 macam hukum pajak yaitu :
1. Hukum pajak materil, memuat norma-norma yang
menerangkan antara lain :
a. Keadaan
b. Perbuatan
c. Peristiwa hukum yang dikenai pajak (Objek pajak)
d. Siapa yang dikenakan pajak (Subjek pajak)
e. Berapa besar pajak yang dikenakan (Tarif)
f. Segala sesuatu yang timbul dan hapusnya utang pajak,
hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak
Contoh Undang-Undang Pajak Penghasilan.
2. Hukum pajak Formil, memuat bentuk/ tata cara
untuk mewujudkan hukum materil menjadi
kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materiil)
Hukum ini memuat antara lain;
 Tata cara penyelenggaraan (prosedur) penetapan
utang pajak.
 Hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap
para wajib pajak meganai keadaan, perbuatan dan
peristiwa yang menimbulkan utang pajak.
 Kewajiban wajib pajak misalnya menyelenggarakan
pembukuan pencatatan, dan hak-hak wajib pajak
misalnya mengajukan keberatan dan banding.
PENGELOMPOKAN PAJAK
1. Menurut golongannya
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus di pikul sendiri oleh
wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan
kepada orang lain.
Contoh : pajak penghasilan
b. Pajak tidak langsung,yaitu pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai
2. Menurut sifatnya
a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri
Wajib Pajak
b. Pajak Objektif yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya,
tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh : pajak pertambahan nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah.
3. Menurut lembaga pemungutannya
a. Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah
pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga
negara.
b. Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah
daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga
daerah.
Pajak daerah terdiri atas:
• Pajak propinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
• Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran,
dan Pajak Hiburan.
TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK
1. Stelsel Pajak
a. Stelsel Nyata
Pengenaan Pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang
nyata), pemungutan dilakukan pada akhir tahun pajak
setelah penghasilan sesungguhnya diketahui. Pajak lebih
realistis tapi baru dapat dikenakan di akhir periode.
b. Stelsel Anggapan (Fictieve stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang
diatur Undang-Undang. Tanpa menunggu akhir tahun dan
tidak berdasarkan keadaan sesungguhnya.
c. Stelsel Campuran
Merupakan kombinasi antara stelsel Nyata dan stelsel
anggapan. Pada awal tahun dihitung berdasarkan
anggapan dan akhir tahun disesuaikan dengan keadaan
yang sebebnarnya.
2. Asas Pemungutan Pajak
a. Asas Domisili
Negara berhak untuk mengenakan pajak atas seluruh
penghasilan wajib pajak diwilayahnya baik dari dalam
negeri maupun dari luar negeri. asas ini berlaku bagi
wajib pajak dalam negeri.
b. Asas Sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang
bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat
tinggal wajib pajak.
c. Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu
negara.
3. Sistem Pemungutan Pajak
a. Official Assesment system adalah suatu sistem
pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah
(FISKUS) untuk menentukan besarnya pajak yang
terutang oleh wajib pajak.
ciri-cirinya :
 wewenang untuk menentukan besarya pajak terutang ada
pada fiskus
 wajib pajak bersifat pasif
 utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan
pajak oleh fiskus
b. Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan
pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk
menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
ciri-cirinya adalah :
wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang
ada pada wajib pajak sendiri
wajib pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang.
fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

c. With Holding System


adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan
wajib pajak yang bersangkutan untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
ciri-cirinya wewenang menentukan besarnya pajak yang
terutang ada pada pihak ketiga pihak selain fiskus dan
wajib pajak.
TIMBUL DAN HAPUSNYA UTANG PAJAK

ada 2 ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak


:
1. Ajaran Formil
utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat
ketetapan pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan
pada officila assessment system.
2. Ajaran materil
utang pajak timbul karena berlakunya undang-
undang. Seseorang dikenai pajak karena suatu
keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan
pada Self Assessment System.
Hapusnya utang pajak
dapat disebabkan oleh beberapa hal :
1. Pembayaran
2. Kompensasi
3. daluarsa
4. pembebasan dan penghapusan.
HAMBATAN PEMUNGUTAN PAJAK

 Penghindaran pajak atau perlawanan terhadap pajak adalah


hambatan-hambatan yang terjadi dalam pemungutan pajak
sehingga mengakibatkan berkurangnya penerimaan kas negara.
 Perlawanan terhadap pajak terdiri dari perlawanan aktif dan
perlawanan pasif.

Perlawanan pasif terhadap pajak


 Perlawanan yang inisiatifnya bukan dari wajib pajak itu sendiri
tetapi terjadi karena keadaan yang ada di sekitar wajib pajak itu.
 Hambatan-hambatan tersebut berasal dari struktur ekonomi,
perkembangan moral dan intelektual penduduk, dan teknik
pemungutan pajak itu sendiri.
Perlawanan aktif terhadap pajak
• Perlawanan aktif adalah perlawanan yang
inisiatifnya berasal dari wajib pajak itu sendiri. Hal
ini merupakan usaha dan perbuatan yang secara
langsung ditujukan terhadap fiscus dan bertujuan
untuk menghindari pajak atau mengurangi
kewajiban pajak yang seharusnya dibayar.
• Ada 3 cara perlawanan aktif terhadap pajak, yaitu:
1. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance),
2. Pengelakan Pajak (Tax Evation),
3. Melalaikan Pajak.
1. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)
• Penghindaran pajak terjadi sebelum SKP keluar. Dalam
penghindaran pajak ini, wajib pajak tidak secara jelas
melanggar undang-undang sekalipun kadang-kadang
dengan jelas menafsirkan undang-undang tidak sesuai
dengan maksud dan tujuan pembuat undang-undang.

Penghindaran pajak dilakukan dengan 3 cara, yaitu:


a. Menahan Diri
• wajib pajak tidak melakukan sesuatu yang bisa
dikenai pajak.
Contoh:
• Tidak merokok agar terhindar dari cukai tembakau
• Tidak menggunakan ikat pinggang dari kulit ular atau buaya
agar terhindar dari pajak atas pemakaian barang tersebur.
• Sebagai gantinya, menggunakan ikat pinggang dari plastik.

b. Pindah Lokasi
• Memindahkan lokasi usaha atau domisili dari lokasi yang tarif
pajaknya tinggi ke loksi yang tarif pajaknya rendah. Contoh: Di
Indonesia, diberikan keringanan bagi investor yang ingin
menanamkan modalnya di Indonesia Timur. Mereka harus
memikirkan tentang transportasi, akomodasi, SDM, SDA,
serta fasilitas-fasilitar yang menunjang usaha mereka.
c. Penghindaran Pajak Secara Yuridis
• Biasanya dilakukan dengan memanfaatkan kekosongan
atau ketidak jelasan undang-undang. Hal inilah yang
memberikan dasar potensial penghindaran pajak secara
yuridis.

2. Pengelakan Pajak (Tax Evasion)


• Pengelakan pajak terjadi sebelum SKP
dikeluarkan. Hal ini merupakan pelanggaran
terhadap undang-undang dengan maksud
melepaskan diri dari pajak/mengurangi dasar
penetapan pajak dengan cara menyembunyikan
sebagian dari penghasilannya.
Wajib pajak di setiap negara terdiri dari
1. wajib pajak besar (berasal dari multinational
corporation yang terdiri dari perusahaan-
perusahaan penting nasional)
2. dan wajib pajak kecil (berasal dari profesional
bebas yang terdiri dari dokter yang membuka
praktek sendiri, pengacara yang bekerja sendiri,
dll).
Kecenderungan wajib pajak melakukan
penghindaran atau pengelakan pajak (dengan
asumsi negara yang mempunyai sistem penegakan
hukum yang bagus dan orang-orang yang tidak
mudah disuap).
3. Melalaikan Pajak
• Melalaikan pajak terjadi setelah SKP keluar.
Melalaikan pajak adalah menolak membayar
pajak yang telah ditetapkan dan menolak
memenuhi formalitas-formalitas yang harus
dipenuhi oleh wajib pajak dengan cara
menghalangi penyitaan.
• Jika wajib pajak telah menerima SKP, maka dia
harus membayar pajak sesuai dengan SKP
tersebut.
• Jika wajib pajak tidak melakukannya, maka fiscus
akan mengirim surat teguran.
• Jika belum dibayar juga, maka diterbitkanlah surat
paksa yang kekuatannya sama dengan putusan
pengadilan yang berlaku.
• Setelah 2 x 24 jam wajib pajak belum membayar
juga, maka diterbitkan surat penyitaan yaitu surat
perintah untuk melakukan penyitaan pada harta
wajib pajak itu.
• Wajib pajak akan melakukan usaha untuk menghalangi
penyitaan itu dengan cara kasar dan cara halus.

Cara kasar : yaitu saat juru sita datang, dilepaskan anjing


herder untuk mengusir juru sita tersebut. Ataupun
mengancam

Cara halus : yaitu dengan cara


mengalihkan/memindahtangankan semua harta wajib
pajak ke tangan orang lain atau keluarganya secara pura-
pura.
Untuk memunculkan harta yang tersembunyi ini, maka
wajib pajak disandera. Karena melalaikan pajak bukanlah
perbuatan pidana, maka jika wajib pajak disandera, biaya
makan dan minum ditanggung oleh Direktorat Jenderal
Pajak.
 Sandera diberlakukan untuk orang yang berutang, baik
utang publik maupun perdata (menurut HIR).
 Tetapi, ada edaran dari MA bahwa untuk utang perdata,
orang yang berutang tidak disandera karena posisi orang
yang berutang lebih lemah.
 Untuk utang pajak termasuk utang publik. Karena itu
wajib pajak yang tidak membayar pajak akan disandera.
TARIF PAJAK

5 macam Tarif pajak


1. Tarif tetap, adalah tarif yang jumlah pajak nya bersifat
tetap walaupun objek pajaknya jumlahnya berbeda-beda
2. Tarif proporsional, tarif yang persentasenya tetap
walaupun jumlah objek pajaknya berubah-ubah.
3. Tarif progresif, tarif pajak yang semakin tinggi objek
pajaknya maka semakin tinggi pula persentase tarif
pajaknya. Contoh : PPH
4. Tarif regresif, tarif pajak yang semakin tinggi objek
pajaknya maka semakin rendah persentasenya
tarif pajaknya
5. Tarif pajak degresif, tarif pajak yang apabila semakin
tinggi objek pajaknya maka semakin rendah tarif pajaknya.
Tarif Pajak

1. Tarif Progresif (meningkat)


 Tarif pemungutan pajak yg persentasenya
semakin besar bila jumlah yg dijadikan dasar
pengenaan pajak semakin besar
2. Tarif Degresif (menurun)
 Tarif pemungutan pajak yg persentasenya
semakin kecil bila jumlah yg dijadikan dasar
pengenaan pajak semakin besar.

Rika Lidyah,S.E.,M.Si
3. Tarif Proportional (sebanding)
 Tarif pemungutan pajak yg menggunakan persentase tetap
tanpa memperhatikan jumlah yg dijadikan dasar pengenaan
pajak.
4. Tarif Tetap
 Tarif pemungutan pajak yg besar nominalnya tetap tanpa
memperhatikan jumlah yg dijadikan dasar pengenaan
pajak.
5. Tarif Advalorem
 Suatu tarif dgn persentase tertentu yg dikenakan atau
ditetapkan pada harga atau nilai suatu barang
6. Tarif Spesifik
 Tarif dengan suatu jumlah tertentu atas suatu jenis barang
tertentu atau suatu satuan jenis barang tertentu.

Rika Lidyah,S.E.,M.Si
TARIF PROGRESIF
CONTOH :
• PASAL 17 UU PAJAK PENGHASILAN
TERLAMPIR

Anda mungkin juga menyukai