Rupture Perineum
Rupture Perineum
RUPTURE PERINEUM
Pembimbing : dr. Rusmaniah, Sp. OG
Luka perineum didefinisikan sebagai adanya robekan pada jalan lahir maupun
karena episiotomi pada saat melahirkan janin. Robekan perineum terjadi
pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga terjadi pada
persalinan berikutnya.
Di seluruh dunia pada tahun 2009 terjadi 2,7 juta kasus robekan (ruptur)
perineum pada ibu bersalin. Angka ini diperkirakan mencapai 6,3 juta pada
tahun 2020, seiring dengan bidan yang tidak mengetahui asuhan kebidanan
dengan baik dan kurang pengetahuan ibu tentang perawatan mandiri ibu di
rumah.
Prevalensi ibu bersalin yang mengalami robekan perineum di Indonesia pada golongan
umur 25-30 tahun yaitu 24%, dan pada ibu umur 32-39 tahun sebesar 62
TINJAUAN PUSTAKA
ETIOLOGI
1. Kepala janin terlalu besar
DEFINISI 2. Persalinan tidak dipimpin
sebagaimana mestinya
Rupture perineum 3. Sebelumnya pada
adalah robekan yang perineum terdapat banyak
terjadi pada jaringan parut
perineum sewaktu 4. Pada persalianan dengan
persalinan. distosia bahu
5. Partus pervaginam dengan
tindakan.
FAKTOR RESIKO
• Penggunaan forceps
• Berat bayi lebih dari 4 kg
• Primiparitas
• Induksi
• Anastesi epidural
• Kala 2 memanjang lebih dari 1 jam
• Distosia bahu
• Etnik asian
• Episiotomi mediana
KLASIFIKASI
• Ruptur Perineum Spontan
Luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa
dilakukan tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada
saat persalinan dan biasanya tidak teratur
DERAJAT 1
Robekan terjadi hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai kulit
perineum.
DERAJAT 2
Robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinea transversalis, tetapi tidak
melibatkan kerusakan otot sfingter ani.
DERAJAT 3
Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani dengan
pembagian sebagai berikut:
IIIa. Robekan < 50% sfingter ani eksterna
IIIb. Robekan > 50% sfingter ani ekterna
IIIc. Robekan juga meliputi sfingter ani interna.
DERAJAT 4
Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani dan mukosa rektum.
PEMERIKSAAN FISIK
Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat II atau III, jika
dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang
bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri
dan kanan masing-masing diklem terlebih dahulu, kemudian digunting
Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan. Awalnya
otot dijahit dengan catgut. Kemudian selaput lendir vagina dijahit dengan catgut
secara interuptus atau kontinu.
• Derajat III
Laserasi derajat III meluas melewati kulit, membran mukosa, dan badan
perineum, dan melibatkan sfinkter anus. Sama seperti teknik menjadi pada
laserasi derajat 2, namun otot-otot levator ani dijahit terlebih dahulu
dengan jahitan interuptus.
• Derajat IV
Laserasi derajat IV meluas sampai mukosa rektum sampai ke lumen rektum.
Teknik menjahit : Awalnya dinding depan rektum yang robek dijahit.
Kemudian fasia perirektal dan fasia septum rektovaginal dijahit dengan
catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani
yang terpisah oleh karena robekan di klem dengan klem Pean lurus,
kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu
kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit
robekan perineum tingkat II.
PENATALAKSANAAN
NON MEDIKAMENTOSA
1.Menghindari atau mengurangi dengan menjaga jangan sampai
dasar panggul didahului oleh kepala janin dengan cepat.
2.Kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat
dan lama
MEDIKAMENTOSA
1. Penatalaksanaan farmakologis
Berikan dosis tunggal sefalosporin golongan II atau III dapat
diberikan intravena sebelum perbaikan dilakukan
2. Manajemen rupture perineum
Penjahitan robekan perineum
1. Siapkan alat dan bahan.
2. Pastikan pasien tidak memiliki alergi terhadap Lidocain atau obat-
obatan sejenis
3. Suntikan 10 ml Lidocain 0.5% di bawah mukosa vagina, di bawah kulit
perineum dan pada otot-otot perineum. Masukan jarum pads ujung
laserasi
dorong masuk sepanjang luka mengikuti garis tempat jarum jahitnya
akan masuk atau keluar.
4. Tunggu 2 menit. Kemudian area dengan forsep hingga pasien tidak
merasakan nyeri.
5. Jahit mukosa vagina secara jelujur dengan benang 2-0, lihat ke dalam
luka untuk mengetahui letak ototnya.
6.Carilah lapisan subkutis persis dibawah lapisan kulit, lanjutkan dengan
jahitan subkutikuler kembali keatas vagina, akhiri dengan simpul mati
pada bagian dalam vagina.
7. Potong kedua ujung benang dan hanya sisakan masing-masing 1 cm.
8.Jika robekan cukup luas dan dalam, lakukan colok dubur dan pastikan
tidak ada bagian rektum terjahit.
PERAWATAN POST OPERATIF
PROGNOSIS
Prognosis umumnya bonam
REFERENSI
1. Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan Dasar dan Rujukan.Jakarta: KementerianKesehatan RI.
2013.(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).
2. PriyatiniT,Ocviyanti D, Kemal A. Ilmu Bedah Dasar Obstetri dan Ginekologi. Bina
Pustaka.2014 (Priyatini, et al., 2014).
3. Cunningham, F.G. Leveno, K.J. Bloom, S.L. Hauth, J.C. Rouse, D.J. Spong, C.Y.Williams
Obstectrics. 23rd Ed. McGraw-Hill. 2009.(Cunningham, et al.,2009).
4. Wiknjosastro, H. Ilmu Bedah Kebidanan. Ed 1 Jakarta:Yayasan Bina Sarwono
Prawirohardjo. 2007: Hal 170-6(Prawirohardjo, et al., 2010).
5. Sofian, Amru. 2012. Sinopsis Obstetri (Edisi 3). Jakarta: Buku Kedokteran EGC.