Anda di halaman 1dari 77

ILMU UKUR TANAH

DANI MULYANA, ST
PENGERTIAN :

• Ilmu yang mempelajari tentang pengukuran


tanah baik secara memenjang maupun
melintang
Pengukuran Jarak di bedakan menjadi beberapa macam antara lain :

1. Penguran jarak tidak lansung


Pengukuran ini biasanya menggunakan
instrumen ukur jarak takimetri dan metode
optik.
1. Pengukuran jarak langsung
Pengukuran ini biasanya menggunakan
instrumen atau alat ukur jarak langsung,
misal mistar, alat ukur langkah, alat ukur
elektronik dll.
 Jenis – jenis alat ukur sederhana
• Kayu ukur
• Rantai ukur
• Mistra
• Pita ukur
• Roda ukur
• Speedometer
• Curvimeter
• pedometer
PETA
• Pengertian
Adalah bayangan yang diperkecil dari sebagian
kecil atau sebagian besar permukaan bumi.
• Fungsi
1. Menunjukan posisi atau lokasi relatif (letak
suatu tempat dalam hubungannya dengan
tempat lain di permukan bumi)
2. Memperlihatkan ukuran
3. Memperlihatkan betuk
4. Mengumpulkan dan menyeleksi data –data
dari suatu daerah dan menyajikannya di
atas peta dengan memakai simbol.
• Tujuan
1. Untuk komunikasi informasi ruang
2. Untuk menyimpan informasi
3. Untuk analisis data spasial (seperti
perhitingan volume)
4. Membant dalam suatu pekerjaan
 jenis jenis peta
1. Berdasarkan skala
• Peta skala besar, antara 1 : 5.000 s/d 1 :
250.000
• Peta skala sedang, antara 1 : 250.000 s/d 1
: 500.000
• Peta skala kecil, antara 1 : 500.000 s/d 1 :
1.000.0000
• Peta kadaster, antara 1 : 100 s/d 1 : 5.000
2. Berdasarkan isinya
• Peta umum
adalah peta yang menggambarkan segala
sesuatu yang terdapat pada suatu daerah
yang dipetakan, contoh peta jalan di wilayah
Jawa Barat
• Peta khusus
Adalah peta yang menampakkan suatu
keadaan atau kondisi khusus suatu daerah
tertentu atau keseluruhan daerah bumi,
contoh hasil tambang, pertanian, perkebunan,
iklim dll.
3. Berdasarkan sifatnya
• Peta stasioner
Adalah peta yang sifat datanya
menggambarkan keadaan permukaan bumi
yang relatif tetap atau relatif stabil, contoh :
peta geologi, peta kontur, peta kedalama laut,
peta tofografi dll
• Peta dinamis
adalah peta yang sifat datanya
menggambarkan keadan permukan bumi
yang bersifat dinamis atau berubah – ubah,
contohnya : peta penyebaran penduduk, peta
jaringan transportasi, peta jaringan irigasi dll.
4. Berdasarkan bentuknya
• Peta dasar (peta biasa)
Peta yang menggambarkan keadaan suatu wilayah
yang belum diberi data, dengan bigitu kita dapat
membuat berbagai jenis peta yang kita inginkan
• Peta timbul
Peta dalam bentuk 3 dimensidengan perbedaan
tinggi rendah tanah yang dibuat berdasarkan
bentuk permukaan bumi yang sebenarnya, misal
peta relief
• Peta digital
Peta yang datanya terdapat pada pita magnetik,
sedangkan pengolahan dan penyajiannya
menggunakan komputer, misal Googel map
 Skala
• Pengertian
Adalah perbandingan ukuran antara keadaan /
penggambaran di dalam peta / gambar,
dengan ukuran keadaan sesungguhnya

Ukuran di dalam gambar


• Skala = Ukuran sebenarnya
• Skala dibagi menjadi 3 bagian

No sSkala Besaran Keguanaan


1 Skala 1:1000 ; 1:500 ; • Gambar situsai
diperkecil 1:200 ; 1:100 ; • Peta
1:50
2 Skala besar 1:20 ; 1:10 ; 1:5 ; • Gambar detail
1:2 ; 1:1
3 Skala 2:1 ; 5:1 ; 50:1 ; • Gambar sel
diperbesar 100:1 ; 1000:1 • Gambar mesin
• Berhubungan
dengan microscopik
PENGUKURAN SIPAT DATAR (WATERPASS)

• Pengertian Sipat Datar


Istilah sipat datar berarti konsep penentuan
beda tinggi antara dua titik atau lebih dengan
garis bidik memdatar/ horizontal yang
diarahkan pada rambu –rambu yang berdiri
tegak atau vertical.
Pengukuran ini terbagi menjadi dua macam,
yaitu profil memanjang dan profil melintang
 Fungsi dari pengukuran beda tinggi
ini, antara lain :
• Merancang jalan raya, jalan baja, dan saluran-
saluran yang mempunyai garis gradien paling
sesuai dengan topografi yang ada.
• Merencanakan proyek-proyek konsruksi
menurut evaluasi terencana.
• Menghitung volume pekerjaan tanah.
• Menyelidiki ciri-ciri aliran di suatu wilayah.
• Mengembangkan peta-peta yang
menunjukkan bentuk tanah secara umum.
 Digunakan untuk mementukan ketinggian titik-titik
yang menyebar dengan kerapatan tertentu untuk
membuat garis-garis ketinggian (kontur).
1. Pengukuran sipat datar resiprokal (reciprocal
levelling).
Adalah pengukuran sipat datar dimana alat sipat
datar tidak dapat ditempatkan antara dua
station. Misalnya pengukuran sipat datar
menyeberangi sungai/lembah yang lebar.
2. Pengukuran sipat datar teliti (precise levelling).
Adalah pengukuran sipat datar yang
menggunakan aturan serta peralatan sipat datar
teliti.
 Prinsip pengukuran beda tinggi.

• Keterangan gambar :
• a dan b :
bacaan rambu atau tinggi garis mendatar/ garis bidik dititik A dan B
• Ha dan Hb :
Ketinggian titik A dan B diatas bidang referensi
• ∆Hab :
Beda tinggi antara titik A dan titik B
 Prosedur Lapangan Menggunakan
Waterpass
• Operasi sifat datar membutuhkan kerja sama dari dua
petugas, yaitu pemegang alat dan pemegang rambu
ukur pada saat pembacaan demi dicapainya hasil yang
konsisten. Ketepatan survey tergantung dari ketelitian
membuat garis bidik horizontal, kemampuan
pemegang rambu ukur dalam memegang rambu ukur
secara vertical, dan presisi rambu ukur yang dibaca.
Ketepatan alat yang memakai nivo gelembung gas juga
harus memperhatikan penyetelan tabung nivo dan
presisi sejajar suatu nivo dan garis bidik. Tidak boleh
terjadi penurunan alat di antara waktu bidik belakang
dan bidik muka pada stasiun alat. (Wirshing, 1995)
 Syarat – Syarat Pemakaian Alat Ukur Sipat
Datar
a) Syarat dinamis : sumbu I vertical
b) Syarat statis :
1. Garis bidik teropong sejajar garis arah
nivo.
2. Garis arah nivo tegak lurus sumbu I
(sumbu vertical)
3. Garis mendatar diafragma tegak lurus
sumbu I
 Pengoperasian Alat
• Waterpass harus disetel sebelum memulai operasi sifat datar.
Setelah alat disetel, operasi waterpass terdiri dari memasang,
mendatarkan, dan melakukan pembacaan sampai ketepatan
tertentu. Pembacaan terdiri dari penentuan posisi dimana salib
sumbu tampak memotong rambu ukur dan mencatat hasil
pembacaan tersebut. Tiap alat yang dipasang memerlukan satu
pembacaan bidik belakang untuk menetapkan tinggi alat dan paling
sedikit satu pembacaan bidik muka untuk menentukan elevasi titik
di sebelah muka ( sebuah titik stasiun atau elevasi ). Pembacaan
halus biasanya sampai 0,01 ft kecuali digunakan target pada rambu
ukur. Target tunggal yang dibaca dapat menimbulkan kesalahan tak
sengaja. Tambahan bidik muka dapat dilakukan terhadap titik-titik
lain yang dsapat dilihat dari tempat alat dipasang apabila elevasi
titik-titiki ini juga diperlukan. Tergantung pada tipe survei dan alat
yang dipakai, baik benang tengah, semua ketiga benang salib
sumbu, atau cara dengan mikrometer dapat digunakan untuk
melakukan pembacaan. (Wirshing, 1995)
 Cara – Cara Pengukuran Menggunakan Sipat
Datar
1. Pada posisi tepat diatas salah satu titik yang
akan ditentukan adalah selisih tingginya.
• Keterangan:

• ta : tinggi alat di A
• T : tinggi garis bidik
• HA : tinggi titik A
• b : bacaan rambu di B
• HB : tinggi titik B
• ab : beda tinggi dari A ke B = ta – b
• Tinggi titik B : Hb = Ha + hab
2. Pada posisi ditengah-tengah antar 2 (dua) titik
dengan atau tanpa memperhatikan apakah posisi
tersebut membentuk satu garis lurus terhadap titik
yang akan diukur tersebut.
3. Pada posisi selain dari kedua metode tersebut
sebelumnya, dalam hal ini alat didirikan di
sebelah kiri atau kanan dari salah satu titik
yang akan ditentukan selisih tingginya.
 Keterangan :
• hab =a–b
• Hba =b–a
• Bila titik C diketahui = Hc, maka
• Hb =T–b
• Ha =T–a
 Pengukuran Sipat Datar Memanjang

• ketinggian titik-titik sepanjang jalur


pengukuran dan pada umumnya digunakan
sebagai kerangka vertikal bagi suatu daerah
pemetaan. Sipat datar memanjang terbagi
menjadi sipat datar terbuka dan tertutup.
• Cara pengukuran:
1. Letakkan rambu ukur di titik A dan B.
2. Letakkan alat antara titik A dan titik B (usahakan jarak antara alat dengan
titik A maupun titik B sama).
3. Baca Rambu A (BA, BT, BB). Hitung koreksi dengan cara BT=(BA+BB):2
4. Baca rambu B (BA, BT, BB). Hitung koreksi dengan cara BT=(BA+BB):2
5. Koreksi maksimum 2mm.
6. Hitung beda tinggi dengan mengurangi BT muka dan BT belakang.
7. Hitung jarak alat dengan titik A
dA=(BA A – BB A)x100
8. Hitung jarak alat dengan titik B
dB=(BA B – BB B)x100
9. Hitung jarak AB=dA+dB
10. Pada slag berikutnya, rambu A menjadi bacaan muka dan sebaliknya,
rambu B menjadi bacaan belakang
• Adapun yang perlu diperhatikan dalam
pengukuran ini adalah:
a. Usahakan jarak antara titik dengan alat sama.
b. Seksi dibagi dalam jumlah yang genap.
c. Baca rambu belakang, baru kemudian dibaca
rambu muka.
d. Diukur pulang pergi dalam waktu satu hari
e. Jumlah jarak muka=jumlah jarak belakang.
f. Jarak alat ke rambu maksimum 75 m.
 Metode Penghitungan Beda Tinggi

• Penghitungan beda tinggi antara dua titik yang


diukur dengan waterpass dapat dihitung dengan
rumus :
• ΔH = BTB – BTM
• Keterangan :
• BTB : Benang tengah belakang
• BTM : Benang tengah muka
 Istilah-istilah :
• 1 slag adalah satu kali alat berdiri untuk
mengukur rambu muka dan rambu belakang.
• 1 seksi adalah suatu jalur pengukuran
sepanjang ± 1-2 km yang terbagi dalam slag
yang genap dan diukur pulang pergi dalam
waktu satu hari. (Nurjati, 2004 )
 Sipat Datar Tertutup

• Sipat datar memanjang tertutup yaitu suatu pengukuran sipat datar


yang titik awal dan titik akhir sama /berimpit.
• Agar didapat hasil yang teliti maka perlu adanya koreksi, dengan
asumsi bahwa beda tinggi pergi sama dengan beda tinggi pulang.
• C = k / (n-1)
C = Koreksi
k = kesaahan
n = banyaknya titik
(n-1) = banyak slag (beda tinggi)
 Metode Pulang Pergi

• Pada saat pembacaan rambu, digunakan metode pulang pergi, yaitu setelah mengukur beda tinggi
AB, maka, rambu A dipindahkan ke titik C untuk mengukur beda tinggi BC sehingga akan kita
dapatkan beda tinggi BC. Setelah itu, rambu B dipindahkan ke titik D sehingga akan di dapat beda
tinggi CD. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kesalahan pembacaan rambu yang diakibatkan skala
nol pada rambu yang dikeluarkan oleh pabrik tidak berada pada skala nol sebenarnya. Untuk
mengoreksi data beda tinggi yang didapat, digunakan rumus:

8√d; dimana d = jarak titik (km)

setelah semua data terkoreksi, maka beda tinggi antara dua titik dapat diketahui dengan rata-rata
beda tinggi antara ulang dan tinggi.
∆h = (∆H pergi – ∆H pulang )/ 2
 Pengertian Slag, Seksi dan Sirkuit

• 1 slag adalah satu kali alat berdiri untuk


mengukur rambu muka dan rambu belakang.
• 1 seksi adalah suatu jalur pengukuran
sepanjang ± 1-2 km yang terbagi dalam slag
yang genap dan diukur pulang pergi dalam
waktu 1 hari.
• 1 kring / sirkuit adalah suatu pengukuran sipat
datar yang sifatnya tertutup sehingga titik
awal dan titik akhirnya adalah sama.
 Pengukuran Beda Tinggi Dengan Dua Kali
Berdiri Pesawat (Double Stand)
• Metode sipat darat adalah proses penentuan
ketinggian dari sejumlah titik atau pengukuran
perbedaan elevasi. Perbedaan yang dimaksud adalah
perbedaan tinggi di atas air laut ke suatu titik tertentu
sepanjang garis vertikal. Perbedaan tinggi antara titi-
titik akan dapat ditentukan dengan garis sumbu pada
pesawat yang ditunjukkan pada rambu vertikan. Tujuan
dari pengukuran penyipat datar adalah mencari beda
tinggi antara dua titik yang diukur. Misalnya bumi, bumi
mempunyai permukaan ketinggian yang tidak sama
atau mempunyai selisih tinggi. Apabila selisih tinggi
dari dua buah titik dapat diketahui maka tinggi titik
kedua dan seterusnya dapat dihitung setelah titik
pertama diketahui tingginya
o Sebelum digunakan alat sipat datar mempunyai
syarat yaitu :
Garis bidik harus sejajar dengan garis jurusan
nivo. Dalam keadaan di atas, apabila
gelembung nivo tabung berada di tengah
garis bidik akan mendatar. Oleh sebab itu,
gelembung nivo tabung harus di tengah
setiap kali akan membaca skala rambu.
1. Station, merupakan titik dimana rambu ukur ditegakan, bukan
tempat alat sipat datar ditempatkan. Tetapi pada pengukuran
horizontal, stasion adalah titik tempat berdiri alat.
2. Tinggi alat, adalah tinggi garis bidik di atas tanah dimana alat sipat
datar didirikan.
3. Tinggi garis bidik, adalah tinggi garis bidik di atas bidang referensi
ketinggian (permukaan air laut rata-rata)
4. Pengukuran ke belakang, adalah pengukuran ke rambu yang
ditegakan di station yang diketahui ketinggiannya, maksudnya
untuk mengetahui tingginya garis bidik. Rambunya disebut rambu
belakang.
5. Pengukruan ke muka, adalah pengukuran ke rambu yang
ditegakan di station yang diketahui ketinggiannya, maksudnya
untuk mengetahui tingginya garis bidik. Rambu di sebut rambu
muka.
6. Titik putar (turning point), adalah station dimana pengukuran ke
belakang dan ke muka dilakukan pada rambu yang ditegakan di
station tersebut.
• Mendirikan waterpass di antara dua titik target merupakan
pekerjaan yang sering dijumpai dilapangan. Penempatan waterpass
di antara dua titik target ini tidak perlu segaris dengan kedua titik
tersebut, yang penting jarak diantara waterpass dan titik-titik
tersebut diusahakan sama atau hampir sama panjangnya. Dalam
aplikasi sesungguhnya jarak-jarak antara titik-titik tersebut
panjangnya tidak diukur (secara optis) dengan alat waterpas, tetapi
diukur dengan alat ukur jarak langsung (misalnya pita ukur, EDM
dan lainnya). Pengukuran jarak secara optis dengan alatwaterpas ini
digunakan untuk membandingkan dengan hasil yangdiperoleh dari
pengukuran jarak langsung tersebut ataupun untukmengecek
bacaan benang tengahnya, apakah telah memenuhi ketentuan
bahwa bt = ½ (ba + bb) Satu kedudukan waterpas di antara dua titik
target yang ditegakkan rambu ukur disebut slag, pengukuran dalam
satu hari terdiri dari beberapa slag yang dikenal dengan istilah seksi,
sedangkan trayek adalah panjang pengukuran dari beberapa seksi,
yang merupakan panjang dari satupekerjaan projek.
 Spesifikasi teknik pengukuran waterpass
adalah sebagai berikut :
1. Maksud pengukuran waterpass adalah untuk menentukan
ketinggian titik-titik terhadap bidang referensi tertentu
yang akan digunakan sebagai jaring sipat datar pemetaan.
2. Alat ukur yang dipakai adalah waterpass
3. Jalur pengukuran dibagi menjadi beberapa seksi
4. Tiap seksi dibagi menjadi slag yang genap
5. Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang
dan rambu belakang menjadi rambu muka.
6. Pengukuran waterpass dilakukan dengan cara double
stand, ring
7. Toleransi kesalahan pembacaan stand 1 dengan stand 2
adalah < 2 mm
8. Pembacaan rambu dengan tiga benang (benang atas,
tengah, dan bawah)
 LANGKAH KERJA
1. Siapkan alat ukur waterpass di atas kaki tiga, dan siapkan pula alat tulis untuk mencatat hasil
pengukuran
2. Buka kaki tiga dari pengunci
3. Berdirikan dan dalam keadaan tidak terkunci tinggikan sampai kira-kira sebatas dada,
kemudian kuncikan kembali
4. Renggangkan ketiga kakinya membentuk segitiga sama sisi dengan jarak antar kaki sekitar 60
cm dan kepala kaki tiga dalam keadaan mendatar
5. Keluarkan alat ukur dari tempatnya, kemudian pasang di atas kepala kaki tiga yang sudah
disiapkan tadi, pasang skrup yang ada di kepada kaki tifa pada lubang yang ada di bagian
bawah alat ukur cukup kuat agar antara kaki tiga dan alat betul-betul menjadi satu kesatuan.
Lalu injak alat injakan yang ada di kaki tiga
6. Atur teropong sejajar dengan dua buah skrup pendatar
7. Putar kedua skup pendatar ke atas atau kebawah secara bersamaan dan skrup ketiga sebagai
pengatur sampingan, sampai gelembung nivo tepat ditengah kotak
8. Untuk memenuhi syarat garis bidik sejajar garis nivo, atur gelembung nivo tabungnya agar
tepat ada ditengah dengan menggunakan skrup pengatur nivo tabung
9. Arahkan tropong ke sasaran, berupa rambu ukur yang didirikan tegak diatas titik pengukuran
10.Cek benang diafragma terlihat atau tidak. Bila tidak terlihat putar-putar skrup pemokus
difragma sampai benang diafragma tersebut terlihat jelas
11.Tentukan dua titik A dan B
12.Bagi panjang PQ dalam beberapa slag
13.Baca benang tengah di tiap slag, dengan menganggap bacaan bt yang berlawanan dengan arah
pengukuran menjadi arah belakang (b), yang searah menjadi arah muka (m) dan catat pada
lembar kerja. Hitung beda tinggi tiap-tiap slag
 Sipat Datar Profil
• Sipat datar profil bertujuan untuk menentukan bentuk permukaan tanah
atau tinggi rendahnya permukaan tanah sepanjang jalur pengukuran, baik
secara memanjang maupun melintang.
• Pengukuran profil dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran tinggi
rendahnya permukaan tanah sepanjang jalur pengukuran, yaitu dengan
mengukura ketinggian dari masing-masing titik. Hasil pengukuran ini
merupakan informasi untuk perencanaan jalan raya, jalan kereta api,
irigasi jalur pipa dan lain-lain, seperti dalam:

1. Menentukan gradien yang cocok untuk pekerjaan konstruksi.


2. Menghitung volume pekerjaan.
3. Menghitung volume galian dan timbunan yang perlu disiapkan.

• Pengukuran Sipat Datar Profil dibagi menjadi dua pekerjaan yaitu sipat
datar profil memanjang dan sipat datar profil melintang sedangkan pada
tahap penggambaran, biasanya dilakukan penggambaran situasi sepanjang
jalur pengukuran sipat datar profil memanjang maupun melintang dengan
skala yang berbeda agar kondisi tanah secara vertikal akan lebih jelas
terlihat. (Nurjati, 2004 )
A. Profil Memanjang
 Pelaksanaan pengukuran Sipat datar profil
memanjang tidak jauh berbeda dengan sipat
datar memanjang, yaitu melalui jalur pengukuran
yang nantinya merupakan titik ikat bagi sipat
datar profil melintangnya, sehingga mempunyai
ketentuan sebagai berikut :
• Pengukuran harus dilakukan sepanjang garis
tenah (as) jalur pengukuran dan dilakukan
pengukuran pada setiap perubahan yang
terdapat pada permukaan tanah.
• Data ukuran jarak dengan pita ukur dan dicek
dengan jarak optis.
Profil Memanjang Tampak Atas
 Profil Memanjang Alat di Atas Titik
1. Tempatkan alat sipat datar diatas patok (A).
2. Lakukan centering, sehingga alat tepat di atas titik A
3. Gelembung nivo ketengahkan dengan 3 skrup klap
4. Ukur tinggi alat diatas patok
5. Bidik rambu pada titik 1 kemudian baca BA, BT dan BB.
6. Hitung d (jarak) dari alat ke rambu, d=(BA-BB).100
7. Lakukan hal yang sama (v, vi, vii) pada setiap titik relief (ii,
iii, dst) ini pada seksi AB, untuk pengukuran pada seksi BC,
maka alat isa dipindahkan pada titik B.
8. Lakukan urut-urutan dari nomor i s/d vii.
9. Hitungan : H1 = HA+∆HA1
• H2 = HA+∆HA2
• Hn = HA+∆HAn (Nurjati, 2004 )
 Profil Melintang
Pelaksanaan pengukuran sipat datar profil melintang
dilakukan setelah pengukuran sipat datar profil
memanjang, jarak antar potongan melintang dibuat
sama, sedangkan pengukuran kearah samping kiri dan
kanan as jalur memanjang lebarnya dapat ditentukan
sesuai perencanaan dengan pita ukur misalnya pada jalan
raya, potongan melintang dibuat dari tepi yang satu ke
tepi yang lain. Arah potongan melintang tegak lurus
dengan as, kecuali pada titik tikungan (contoh pada titik
B) maka potongan diusahakan membagi sudut terseut
sama besar atau bila perlu dibuatkan 2 buah potongan
melintang yang masing-masing tegak lurus pada arah
datang dan arah belokan selanjutnya.
 Arah Potongan Melintang
 Cara Pengukuran : Alat di Atas Titik
1. Tempatkan alat di atas titik A.
2. Lakukan centering.
3. Gelembung nivo ketengahkan dengan 3 skrup
klap.
4. Ukur tinggi alat diatas patok.
5. Bidik rambu diatas titik 1. Baca BA, BT dan BB.
6. Hitung jarak optis dari alat ke rambu 1, d =(BA-
BB).100
7. Lakukan hal yang sama (v,vi,vii) pada titik-titik 2,
3, 4 dan seterusnya sebagai titik-titik relief.
8. Demikian juga point 1 s/d 8 dilakukan pada
setiap potongan melintang.
 Poligon
• Poligon adalah serangkaian titik-titik yang dihubungkan dengan
garis lurus sehingga titik-titik tersebut membentuk sebuah
rangkaian (jaringan) titik atau poligon. Pada pekerjaan pembuatan
peta, rangkaian titik poligon digunakan sebagai kerangka peta, yaitu
merupakan jaringan titik-titik yang telah tertentu letaknya di tanah
yang sudah ditandai dengan patok, dimana semua benda buatan
manusia seperti jembatan, jalan raya, gedung maupun benda-
benda alam seperti danau, bukit, dan sungai akan diorientasikan.
Kedudukan benda pada pekerjaan pemetaan biasanya dinyatakan
dengan sistem koodinat kartesius tegak lurus (X,Y) di bidang datar
(peta), dengan sumbu X menyatakan arah timur – barat dan sumbu
Y menyatakan arah utara – selatan. Koordinat titik-titik
poligon harus cukup teliti mengingat ketelitian letak dan ukuran
benda-benda yang akan dipetakan sangat tergantung pada
ketelitian dari kerangka peta.
 Macam-macam Poligon
1. Poligon Menurut Bentuknya.
2. Poligon Menurut Titik Ikatnya.
1. Poligon Menurut Bentuknya.
a. poligon terbuka
Poligon terbuka adalah poligon yang titik
awal dan titik akhirnya merupakan titik yang
berlainan (tidak bertemu pada satu titik).
b. Poligon Tertutup
Poligon tertutup atau kring adalah poligon
yang titik awal dan titik akhirnya bertemu
pada satu titik yang sama. Pada poligon
tertutup, koreksi sudut dan koreksi koordinat
tetap dapat dilakukan walaupun tanpa titik
ikat.
2. Poligon Menurut Titik Ikatnya
a. Poligon Terikat Sempurna
Suatu poligon yang terikat sempurna dapat terjadi
pada poligon tertutup ataupun poligon terbuka, suatu
titik dikatakan sempurna sebagai titik ikat apabila
diketahui koordinat dan jurusannya minimum 2 buah
titik ikat dan tingkatnya berada diatas titik yang akan
dihasilkan.
a) Poligon tertutup terikat sempurna :
Poligon tertutup yang terikat oleh azimuth dan
koordinat.
b) Poligon terbuka terikat sempurna :
Poligon terbuka yang masing-masing ujungnya
terikat azimuth dan koordinat.
b. Poligon Terikat Tidak Sempurna
Suatu poligon yang terikat tidak sempurna
dapat terjadi pada poligon tertutup ataupun
poligon terbuka, dikatakan titik ikat tidak
sempurna apabila titik ikat tersebut diketahui
koordinatnya atau hanya jurusannya.
a) Poligon tertutup tidak terikat sempurna :
Poligon tertutup yang terikat pada
koordinat atau azimuth saja.
b) Poligon terbuka tidak terikat sempurna :
1) Poligon terbuka yang salah satu ujungnya terikat oleh azimuth
saja, sedangkan ujung yang lain tidak terikat sama sekali.
Poligon semacam ini dapat dihitung dari azimuth awal dan yang
diketahui dan sudut-sudut poligon yang diukur, sedangkan
koordinat dari masingmasing titiknya masih lokal.
2) Poligon terbuka yang salah satu ujungnya terikat oleh koordinat
saja, sedangkan ujung yang lain tidak terikat sama sekali.Poligon
semacam ini dapat dihitung dengan cara memisalkan azimuth
awal sehingga masing-masing azimuth sisi poligon dapat
dihitung, sedangkan koordinat masing-masing titik dihitung
berdasarkan koordinat yang diketahui. Oleh karena itu pada
poligon bentuk ini koordinat yang dianggap betul hanyalah pada
koordinat titik yang diketahui (awal) sehingga poligon ini tidak
ada orientasinya.
3) Poligon terbuka yang salah satu ujungnya terikat oleh azimuth
dan koordinat, sedangkan ujung yang lain tidak terikat. Poligon
jenis ini dapat dikatakan satu titik terikat secara sempurna
namun belum terkoreksi secara sempurna baik koreksi sudut
maupun koreksi koordinat, tetapi sistim koordinatnya sudah
benar.
4) Poligon terbuka yang kedua ujungnya terikat oleh
azimuth. Pada poligon jenis ini ada koreksi azimuth,
sedangkan koordinat titik-titik poligon adalah koordinat
lokal.
5) Poligon terbuka yang kedua ujungnya terikat oleh
koordinat. Jenis poligon ini tidak ada koreksi sudut tetapi
ada koreksi koordinat.
6) Poligon terbuka yang salah satu ujungnya terikat oleh
koordinat, sedangkan ujung yang lain terikat azimuth.
Pada poligon ini tidak ada koreksi sudut dan koreksi
koordinat.
7) Poligon terbuka yang salah satu ujungnya terikat oleh
azimuth dan koordinat saja, sedangkan ujung yang lain
terikat koordinat. Jenis poligon ini tidak ada koreksi
sudut tetapi ada koreksi koordinat.
8) Poligon terbuka yang kedua ujungnya terikat oleh
azimuth dan koordinat, sedangkan ujung yang lain tidak
terikat azimuth. Poligon ini ada koreksi sudut tetapi tidak
ada koreksi koordinat.
c. Poligon Tidak Terikat/Bebas
• Poligon tertutup tanpa ikatan sama sekali
(poligon lepas)
• Poligon terbuka tanpa ikatan sama sekali
(poligon lepas), pengukuran seperti ini
akan terjadi pada daerah-daerah yang
tidak ada titik tetapnya dan sulit
melakukan pengukuran baik dengan cara
astronomis maupun dengan satelit.
Poligon semacam ini dihitung dengan
orientasi lokal artinya koordinat dan
azimuth awalnya dimisalkan sembarang.
 Rumus Umum Perhitungan Poligon

• untuk mendapatkan koordinat titik 1, 2, 3


dan 4 maka dilakukan pengukuran sudut
(β1, β2,β3, β4) dan jarak (dB1, d12, d23,
d34, d4C)
 Rumus koordinat secara umum :
• Syarat Geometris Hitungan Koordinat
1. Syarat Sudut
• Apabila dipakai pada poligon tertutup dimana titik
awal dan titik akhir sama maka rumus diatas akan
berubah :
Untuk poligon tertutup yang diukur sudut dalamnya
maka :
syarat sudut :

syarat absis :
 syarat ordinat :

Untuk poligon tertutup yang diukur sudut luarnya maka :


 syarat sudut :

 syarat absis

 syarat ordinat
 Toleransi Pengukuran
 Cara Pengukuran

• Memasang alat theodolit pada titik awal dan aturlah alat


tersebut.
• Posisi teropong biasa arahkan alat pada titik sebelumnya
(titik tetap, bila ada) dan kemudian pada titik selanjutnya,
putarlah teropong pada posisi luar biasa arahkan ke titik
seperti pada posisi teropong biasa.
• Ukurlah jarak antar titik secara langsung dengan pita ukur.
• Kemudian pindahkan alat theodolit ke titik selanjutnya,
lakukan langkah 1 s.d 3, demikian seterusnya sampai titik
terakhir apabila poligon terbuka dan kembali ke titik awal
apabila poligon tertutup.
 Cara Perhitungan :
• Hitunglah azimuth awal dan akhir apabila
diketahui.
• Hitunglah salah penutup sudut.
• Koreksikan masing-masing sudut pengukuran.
• Hitunglah azimuth masing-masing titik/arah.
• Hitunglah selisih absis (ΔX ) dan selisih ordinat
(ΔY )
• Hitung salah penutup absis dan salah penutup
ordinat.
• Koreksikan masing-masing selisih absis dan selisih
ordinat.
• Hitung koordinat masing-masing titik.

Anda mungkin juga menyukai