Anda di halaman 1dari 38

REFERAT

SINUSITIS
Yolanda Yasinta Ina Tuto, S.Ked | 1508010035
Pembimbing :
dr. Elsye R. F. Thene, Sp.Rad

BAGIAN RADIOLOGI
Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana
RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES
2019
PENDAHULUAN
Sinusitis LATAR BELAKANG

Inflamasi sinus paranasal

KOMPLIKASI :
- Penyebab gangguan kesehatan
TERSERING di dunia - Komplikasi orbita
- PREVALENSI MENINGKAT dari - Komplikasi intra cranial
tahun ke tahun
- Gangguan kualitas hidup berat

PENGENALAN DINI YANG CEPAT DAN TATALAKSANA YANG


ADEKUAT PENTING UNTUK MENGURANGI RESIKO
KOMPLIKASI BERAT.
TUJUAN PENULISAN :
• Memberikan sumber tambahan
wawasan mengenai sinusitis baik
secara klinis maupun radiologis
• Menjadi salah satu syarat dalam ISI :
kepaniteraan klinik SMF/Bagian
Radiologi RSUD Prof. Dr. W.Z. Anatomi sinus paranasal, definisi
Johannes Kupang sinusitis, etiologi sinusitis, klasifikasi
sinusitis, manifestasi klinis sinusitis,
langkah penegakkan diagnosis
sinusitis, pemeriksaan penunjang
yang digunakan, modalitas radiologi
yang penting dalam mendiagnosis
sinusitis, dan bagaimana tatalaksana
sinusitis.
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI
DEFINISI
• peradangan yang terjadi pada rongga sinus paranasal.
• bisa terjadi pada salah satu dari keempat sinus yang ada
(maksilaris, etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis).
• Apabila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis,
• Apabila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis
EPIDEMIOLOGI
• Banyak ditemukan di seluruh dunia, terutama di tempat dengan polusi
udara tinggi.
• Iklim yang lembab, dingin, dengan konsentrasi pollen yang tinggi terkait
dengan prevalensi yang lebih tinggi dari sinusitis.
• PERHATI-KL (2007): sinusitis urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat
utama.
• Insiden terbesar : Sinusitis maksilaris.
ETIOLOGI
Faktor Infeksius Faktor Non-Infeksius
- Infeksi virus - Rhinitis alergika
- Infeksi bakteri - Barotrauma
- Infeksi campuran - Iritan kimia
KLASIFIKASI
Letak Anatomi Onset VAS Penyebab
− Sinusitis − Akut − Ringan − Rhinogenik
maksilaris − Subakut − Sedang − Dentogenik
− Sinusitis − Kronis − Berat
frontalis
− Sinusitis
etmoid
− Sinusitis
sfenoid
DIAGNOSIS
• Anamnesis
• Pemeriksaan Fisik
• Pemeriksaan Penunjang
Anamnesis
• Gejala Utama : Ingus mukopurulen, ingus belakang hidung, hidung
tersumbat, nyeri wajah, hiposmia dan anosmia
• Gejala Tambahan : nyeri kepala, halitosis/bau mulut, nyeri daerah gusi
atau gigi rahang atas, batuk, nyeri telinga, kelelahan
• Gejala factor resiko, jika ada :
− Curiga rhinitis alergi : gejala ingus encer, bersin, hidung gatal jika
terpajan allergen
− Curiga refluks laringofaringeal : gejala suara serak, ingus belakang
hidung, rasa mengganjal di tenggorok, rasa panas di dada
• Dapat disertai keluhan gangguan kualitas tidur
• Jika terdapat keluhan bengkak di mata, penglihatan ganda, penurunan
penglihatan, nyeri dan bengkak di dahi yang berat, nyeri kepala berat
dengan kaku kuduk dipikirkan kemungkinan komplikasi sinusitis ke
orbita atau intracranial.
Pemeriksaan Fisik
• Pemeriksaan rinoskopi anterior dan atau nasoendoskopi dapat ditemukan:
− Secret mukopurulen dari meatus medius
− Edema dan/atau hiperemis dan/atau polip di meatus medius
− Ingus di belakang hidung
− Septum deviasi/konka paradox/defleksi prosesus unsinatus ke lateral
• Dapat ditemukan bengkak dan nyeri tekan di pipi dan kelopak mata bawah (pada sinus
maksila)
• Dapat ditemukan bengkak dan nyeri di dahi dan kelopak mata atas (pada sinusitisi frontal)
• Dapat ditemukan tanda komplikasi sinusitis, berupa:
− Edema/hiperemis periorbita
− Diplopia
− Oftamoplegia
− Penurunan visus
− Tanda-tanda meningitis
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan transluminasi
• Pemeriksaan mikrobiologi atau biakan hapusan hidung
• Pemeriksaan radiologi : Foto waters & CT-Scan
Pemeriksaan Radiologi
• Pemeriksaan foto kepala dengan berbagai posisi
yang khas
– Foto kepala posisi anterior-posterior (AP atau posisi
Caldwell)
– Foto kepala lateral
– Foto kepala posisi Waters
– Foto kepala posisi Submentoverteks
– Foto Rhese
• Pemeriksaan CT-Scan (gold standard)
Foto Waters
• Posisi ini adalah posisi yang paling sering digunakan.
• Tujuan : memproyeksikan tulang petrosum supaya terletak dibawah
antrum maksila sehingga kedua sinus maksilaris dapat dievaluasi
seluruhnya.
• Pengambilan : menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga
dagu menyentuh permukaan meja. Bidang yang melalui kantus medial
mata dan tragus membentuk sudut lebih kurang 35 derajat dengan film.
• Proyeksi waters dengan mulut terbuka dapat memberikan pandangan
terhadap semua sinus paranasal, termasuk sinus sfenoid. Foto rontgen
ini digunakan untuk melihat sinus maksilaris, sinus ethmoidalis, sinus
frontalis, rongga orbita, sutura zigomatiko frontalis, dan rongga nasal.
Foto Kepala Lateral
• Pengambilan : kaset dan film diletakkan pararel terhadap
bidang sagital utama tenggorokan.
• Posisi lateral kurang berarti karena sinus paranasal kanan dan
kiri saling tumpang tindih, baik yang terpisah agak jauh
seperti sinus maksila maupun yang hanya dipisahkan oleh
septum tulang seperti sinus frontal, etmoid, dan sfenoid.
Perkembangan yang asimetri kedua sisi, proses patologik
pada satu sisi, atau perubahan pada kedua sisi yang terjadi
bersamaan, dapat memberikan kesan yang salah.
Foto Chadwell
• Pengambilan : kepala menghadap kaset, bidang midsagital
kepala tegak lurus pada film -> meletakkan hidung dan dahi
diatas meja sedemikian rupa sehingga garis orbito-meatal
(yang menghubungkan kantus lateralis mata dengan batas
superior kanalis auditorius eksterna) tegak lurus terhadap
film. Sudut sinar rontgen adalah 15 derajat kraniokaudal
dengan titik keluarnya nasion.
• Proyeksi ini memberikan pandangan terbaik untuk sinus
frontal dan pandangan cukup baik untuk sel-sel etmoid,
sedangkan sinus sfenoid sebagian tumpang tindih.
Foto Submentoverteks
• Pengambilan : meletakkan film pada vertex, kepala pasien
menengadah sehingga garis infraorbito meatal sejajar dengan
film.
• Posisi ini memberikan gambaran yang baik untuk melihat
dasar tengkorak. Dinding tulang sinus maksila dan sfenoid
tampak dengan baik. Dinding tulang etmoid juga tampak,
tetapi tumpang tindih dengan struktur hidung yaitu konka dan
palatum durum. Sedangkan sinus frontal ditutupi oleh
bayangan mandibular.
Posisi Rhese
• Pengambilan : kepala diputar 45 derajat ke arah sisi yang
berlawanan untuk melihat kanalis optikum dan region
sfenoetmoid.
• Posisi ini baik untuk mengevaluasi kanalis optikus dan
bagian posterior sinus etmoid karena bebas dari tumpang
tindih dengan sisi satunya.
Pemeriksaan CT-Scan
• Hasil pemeriksaan CT-Scan lebih akurat dibandingkan dengan
radiografi konvensional, karena CT-Scan dapat memberikan
gambaran lesi tulang dan jaringan lunak sekitarnya secara lebih
jelas. CT-Scan dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis dan
menggambarkan invasi lokal kedalam jaringan lunak yang berdekatan.
CT-Scan menggambarkan kandungan air yang tinggi pada lesi melalui
atenuasi yang rendah (hipodens).
• Keuntungan : memiliki resolusi kontras yang baik dan memberikan
detail anatomis yang tepat.
• Kerugian : biaya yang tinggi untuk peralatan dan pemindaian dan
menimbulkan radiasi ionisasi dosis tinggi pada setiap pemeriksaan.
• Gambaran sinusitis akut: air fluid level, penebalan mukosa,
dan completeopacification sinus. Apabila terdapat darah di
sinus misalnya karena trauma, mungkin dapat meniru air fluid
level dalam sinus, namun mudah dibedakan dengan
pengukuran kepadatan.
• Gambaran sinusitis kronis: dapat ditemukan penebalan
mukosa, completeopacification, maupun remodeling tulang.
PENATALAKSANAAN
Tujuan utama:
• Mempercepat penyembuhan
• Mencegah komplikasi
• Mencegah perubahan menjadi kronik.
Penatalaksanaan
Sinusitis Akut Sinusitis Kronis
• Medikamentosa • Dosis amoksisilin dapat
first line drug : amoksisilin ditingkatkan sampai 90
(40mg/kgbb/hari), diberikan mg/kgbb/hari, diberikan
selama 10-14 hari. selama 4-6 minggu sebelum
diputuskan untuk
• Pembedahan pembedahan
• Sefotaksim atau seftriakson
dengan klindamisin dapat
diberikan pada kasus
resisten.
PENATALAKSANAAN
• Terapi Tambahan
- Dekongestan
- Steroid
• Pembedahan
KOMPLIKASI
• Komplikasi orbita
• Komplikasi intracranial
• Komplikasi paru
KESIMPULAN
• Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi
karena alergi atau infeksi virus, bakteri maupun jamur.
• Keluhan utama sinusitis adalah hidung tersumbat disertai
nyeri atau tekanan pada wajah dan sekret purulen, yang
seringkali turun ke tenggorokan (post nasal drip).
• Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
• Pada anamnesis, pasien akan mengeluhkan keluhan sesuai
dengan manifestasi klinis sinusitis.
• Pada pemeriksaan fisik, dapat dilakukan pemeriksaaan
rinoskopi anterior dan pemeriksaan fisik pada daerah wajah.
• Pemeriksaan radiologi yang penting untuk dilakukan adalah pemeriksaan
foto polos konvensional dimana dapat dilakukan proyeksi waters tunggal
atau dengan tambahan proyeksi lateral merupakan proyeksi yang paling
baik dalam menilai keadaan sinus paranasal, sedangkan untuk gold
standard dapat dilakukan pemeriksaan CT-Scan. Pemeriksaan CT-Scan
memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan foto polos konvensional
karena dapat memberikan gambaran anatomis yang lebih jelas, dan dapat
digunakan untuk mengevaluasi komplikasi yang dapat ditimbulkan dari
sinusitis.
• Prinsip penatalaksanaan sinusitis adalah mempercepat penyembuhan,
mencegah komplikasi dan mencegah perubahan menjadi kronik, baik
secara medikamentosa maupun pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mangunkusumo Endang, Soetjipto Damajanti. Sinusitis. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Jakarta: FKUI, 2010.
2. Hilger, Peter A. Penyakit pada Hidung. In: Adams GL, Boies LR. Higler PA, editor. Buku ajar
penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC; 1997.p.200.
3. Anonim. 2005. Sinusitis, dalam Kapita Selekta Kedokteran, ed. 3. Media Ausculapius FK UI.
Jakarta : 102-106
4. Soetjipto D., Wardhani RS. Guideline Penyakit THT diIndonesia, PP. PERHATI-‐KL, 2007, hal 63
5. Trimartani. Dalam: Panduan Praktik Klinis di Bidang Telinga Hidung Tenggorok – Kepala
Leher. PERHATI-KL, 2015.
6. Hilger PD. Disease of Parasanal Sinuses. Adam GL Boies LRJK Hilger. Fundametal of
Oyolaryngology,6th ed. Philadelphia ; Sounders Company,2011: p.49 – 270
7. Nizar W. Anatomi Endoskopik Hidung-Sinus Paranasalis dan Patifisiologi Sinusitis. Kumpulan
Naskah Lengkap Pelatihan Bedah Sinus Endoskopik Fungsional Juni 2000.p 8-9
8. Laszlo I. Radiologi Daerah Kepala dan Leher. Dalam: Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepal & Leher Jilid 2. Edisi 13. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997. 2-9
9. Kusuma, I. T. Jenis Gigi sebagai Faktor Penyebab Sinusitis Maksila ditinjau secara CT-Scan.
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin. Makassar, 2014.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai