Anda di halaman 1dari 55

KELOMPOK 18:

ROBERTO DANIEL
ADRIAN WIRAHAMEDI
CAECILLIA LINDA
ASTRID APRILIA
CHRISTIAN EGIA
ANANTA MANGGALA
SHAFIRA MARSA
RESMIAN PUJA
AJENG NIAR
TUJUAN PEMBELAJARAN
 Mengetahui dan memahami definisi hipersensitivitas
 Mengetahui dan memahami etiologi hipersensitifitas
 Mengetahui dan memahami patofisiologi hipersensitifitas
 Mengetahui dan memahami jenis reaksi hipersensitivitas
 Mengetahui dan memahami faktor pencetus hipersensitivitas
 Mengetahui dan memahami penyakit yang berhubungan dengan
hipersensitivitas
 Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang (untuk
menegakan diagnosis)
 Mengetahui dan memahami penatalaksanaan hipersensitivitas
Alergi
Reaksi penjamu yang berubah bila, terpajan dengan bahan
yang sama untuk kedua kalinya atau lebih
Keadaan hipersensitif yang didapat melalui pajanan terhadap
alergen tertentu, dan pajanan ulang menimbulkan manifestasi
akibat kemampuan bereaksi yang berlebihan
 Keadaan berubah reaktifitas, ditandai dengan reaksi tubuh
berupa respon imun yang berlebihan terhadap suatu, yang
dianggap sebagai benda asing
 ALERGI MAKANAN
 ALERGI JAMUR
 ALERGI SERBUK SARI
 ALERGI KECOA
 ALERGI SENGATAN SERANGGA
 ALERGI LATEX
 ALERGI OBAT
 Reaksi tersebut dasar dari reaksi alergi dengan perantara IgE
 Ikatan silang antara Ag dan IgE yang diikat sel mast dan
basofil melepas mediator vasoaktif
 Terdapat anafilaksis sistemik rinitis, asma, urtikaria, alergi
makanan
 Di sebut juga dengan reaksi sitotoksik yang diperantai oleh
IgG/IgM
 Ab terhadap Ag dalam permukaan sel menimbulkan destruksi
sel dengan bantuan komplemen
 Terjadi adanya reaksi transfusi, anemia hemolitik, autoimun
 Disebut juga reaksi kompleks imun yang dirangsang oleh
pengendapan komplek Ag-Ab dalam sirkulasi jaringan
 Dan ditemukan pada infeksi mikroba
 Terdapat terjadi seperti serum sickness, vaskulitis dengan
nekrosis
 Tergantung pada limfosit T yang tersintosasi saat kontak
dengan antiogen yang terikat makrofag
 Limfosit T akhirnya berproliferasi dan melepaskan berbagai
sitokin yang mengakibatkan akumulasi sel radang terlokasi
dan adanya kerusakan jaringan
 Dan terjadi adanya dermatitis kontak
 Defisiensi Limfosit T supressor
 Kelainan pada mekanisme umpan balik mediator
 Faktor Genetik
 Faktor Llingkungan
 Limfosit T berperan dalam respom IgE.
 Limfosit T supressor yang berperan menekan reaksi
imun yang berlebihan.
 Defisiensi T supressor menunjukkan hubungan
dengan peningkatan kadar IgE
o Peningkatan histamin menginduksi mekanisme
umpan balik (-) teerhadap respon IgE.
o Pada penderita alergi mekanisme umpan balik (-)
berkurang/tidak ada.
 Keturunan pendertita alergi cenderung mengalami
alergi.
 Kemampuan produksi IgE dipengaruhi oleh faktor
genetik yg bergubungan dengan sistem HLA.
 Gejala alergi timbul apabila ambang reaktivitas
imunologik seseoran dilampaui
 Hal ini dipengaruhi oleh : pemaparan alergen, dosis
alergen, infeksi virus dan lain”.
 Hipersensitifitas Tahap I :
 Dermatitis
 Asma
 Rinitis Alergik
 Urtikaria
 Anafilaksis
 Caused By:
 Rubber, metal (nickel), jewelry, cosmetics, fragrances and
perfume, plants (such as poison ivy)
 Dikarenakan adanya antigen yang masuk dan merangsang,
basofil dan sel mast dan mengeluarkan histamin dan SRS-A.
 Makanan (coklat, Es,)
 Lingkungan (suhu, serbuk sari,)
 Histamin merangsang kelenjar mukus, menyebabkan edem
yang dikarenakan permeabilitas meningkat
Ikatan silang antara antigen dan IgE yang diikat sel mast dan
basofil melepas mediator vasoaktif yang mengakibatkan
peningkatan permeabilitas yang menimbulkan rasa gatal di
kulit dan warna merah di kulit
 terjadi karena adanya pelepasan protein dari jenis sel darah
putih tertentu, Protein ini merupakan senyawa yang dapat
memicu reaksi alergi atau menyebabkan reaksi lebih berat.
Pelepasan protein ini dapat disebabkan oleh reaksi sistem
imun.
 Reaksi ini umumnya disebabkan oleh gigitan serangga,
makanan, dan obat.
 Anafilaksis biasanya ditunjukkan oleh beberapa gejala
termasuk diantaranya ruam gatal, pembengkakan
tenggorokan, dan tekanan darah rendah
METODE
 METODE IN VIVO
- Tes kulit
- Tes provokasi
 METODE IN VITRO
Metode In vivo
 Prinsip test ini adalah adanya IgE spesifik pada permukaan basofil
atau sel matosit pada kulit akan merangsang pelepasan histamin,
leukotrien dan mediator lain bila IgE tersebut berikatan dengan
alergen yang digunakan pada uji kulit, sehingga menimbulkan reaksi
positif berupa bentol (wheal) dan kemerahan (flare).
Tes Kulit
1. Scratch : Epicutaneus Test

Pemeriksaan ini didasari dengan membuat laserasi superficial kecil dari 2


mm pada kulit pasien dan diikuti dengan menjatuhkan antigen konsentrat.
2. Prick : Epicutaneus

Hal ini digambarkan dimana satu tetesan


konsentrat antigen ke dalam kulit . kemudian
jarum steril 26 G melalui tetesan tadi
ditusukkan ke dalam kulit bagian superficial
3. Intradermal test

Tes intradermal lebih sensitive namun kurang


spesifik dibandingkan dengan skin prick test
terhadap sebagian besar alergen, tetapi lebih
baik daripada uji kulit lainnya dalam
mengakses hipersensitivitas terhadap
Hymenoptera (gigitan serangga) dan penisilin
4. Patch test

digunakan untuk mendeteksi zat yang


memberikan alergi jika terjadi kontak
langsung dengan kulit. Metode ini sering
digunakan oleh para ahli kulit untuk
mendiagnosa dermatitis kontak yang
merupakan reaksi alergi tipe lambat, dimana
reaksi yang terjadi baru dapat dilihat dalam 2
– 3 hari.
Metode In vitro
1. Metode RAST (Radioalergosorbent)

Pengambilan 2cc serum darah dan


diproses dengan mesin komputerisasi
khusus dan hasilnya dapat diketahui
setelah 4 jam
Tes Provokasi
Jenis – jenis :
Tes provokasi bronkial : alergen hirup
 Guna : penyakit asma dan pilek alergi
 Diganti dengan (skin prick test dan RAST )
Tes provokasi makanan
 Diganti dengan ( Skin prick test dan RAST )
Tes provokasi obat : gunakan metode DBPC / uji samar ganda
 Cara : berikan obat dg dosis dinaikan scr bertahap lalu ditunggu reaksinya dengan interval
15 – 30 menit.
Penatalaksanaan Hipersensitivitas
 Menghindari allergen
 Terapi farmakologis
 Imunoterapi
 Profilaksis
 KORTIKOSTEROID
 ANTIBIOTIK
 TOPIKAL
 Terapi ideal adalah menghindari kontak dengan allergen penyebab dan
eliminasi.
 Terapi simtomatis dilakukan melalui pemberian antihistamin dengan atau
tanpa vasokonstriktor atau kortikosteroid per oral atau local.
 Untuk gejala yang berat dan lama, bila terapi lain tidak memuaskan dilakukan
imunoterapi melalui desensitisasi dan hiposensitisasi atau netralisasi
Referensi
 http://kidshealth.org
 Boedina Siti, Imunologi Diagnosis dan Prosedur Lboratorium. FKUI Jakarta.
 http://www.webmd.com
 Garna Karnen, Imunologi Dasar edisi ke-10. FKUI Jakarta.
 Imunologi dasar edisi ke -9 karnen garna baratawidjaja
 Sistem imun, imunisasi & penyakit imun prof.Dr.dr.A. Samik Wahab,SpA.

Anda mungkin juga menyukai