Anda di halaman 1dari 42

PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS

DALAM SITUASI DARURAT

Ir. Sofwan, MM
Direktorat Kesehatan Lingkungan
Ditjen Kesehatan Masyarakat
Kementerian Kesehatan
Penyebab Darurat/ Situasi Khusus
Penanganan Darurat Pembuangan Limbah B3 ilegal
di TPS liar Ds. Panguragan Wetan, Kabupaten Cirebon
20 – 23 Desember 2017
Sebelum penanganan darurat Setelah penanganan darurat

Tujuan : Penanganan:
• Mengurangi dampak buruk pembuangan limbah B3 medis dan • Pengangkutan limbah B3 medis dan non medis sebanyak 1
non medis ilegal di areal publik yang membahayakan kontainer ke PT. PPLi untuk dikelola lebih lanjut
kesehatan manusia dan lingkungan hidup • Pengangkutan limbah campuran botol kaca dan sampah ke
Prediksi jenis dan jumlah limbah: inisinerasi di tanur semen PT. Indocement Palimanan
• Limbah B3 medis dari Fasilitas Kesehatan Masyarakat sebanyak 32 truk
(Fasyankes) : botol ampul, tabung darah dll • Penutupan tanah uruq bersih sisi bagian Barat dengan 12
• Limbah B3 non medis seperti Lampu TL dll truk dan penanaman pohon
• Limbah domestik/sampah Usulan tindak lanjut:
• Bagian Timur : 700mx 2m x 3 m = 3500m3 • Penutupan TSP oleh Pemda Kab. Cirebon
• Bagian Barat : 500 mx 1m x 1m= 500 m3 • KIE kepada masyarakat bahaya limbah medis dan sampah
PENANGANAN DARURAT LIMBAH
Kategori Darurat/ Situasi Khusus ;
• Penghentian peralatan pengolah (rusak, perawatan)
• Berhentinya transporter
• Bencana Alam
Situasi khusus yang dimaksud adalah kondisi
dimana pengelolaan limbah medis fasyankes
terhenti atau terganggu pengelolaannya akibat
bencana atau darurat lainnya.

Sedangkan darurat lain dapat terjadi karena


berhentinya suatu sistem akibat dari
permasalahan pengelolaan limbah, transportasi
atau pengangkutan limbah dan pengolahan
limbah medis atau faktor lainnya.
LANGKAH PENANGANAN LIMBAH
PADA KONDISI DARURAT/ SITUASI KHUSUS
• Organisasi/ Tim
• Koordinasi lintas sektor dan program
• Pembiayaan
• Rapid Health Assessment (Penilaian cepat)
• Inventarisasi Fasyankes
• Alternatif Teknologi Pengolahan
• SDM
Organisasi / Tim
• Kelembagaan/ organisasi ini melibatkan dinas
terkait, yaitu dinas lingkungan hidup dan
kehutanan, dinas kesehatan, dan pihak lainnya
termasuk pihak swasta dalam pelaksanaan
pengangkutan dan pengolahan akhir limbah.
Dalam Tim/ organisasi penanganan limbah medis
dalam kondisi darurat, maka perlu ada -
pembagian peran yg jelas
Pembagian peran dan tanggung jawab
• Kondisi situasi khusus harus ada kejelasan dan
pembagian kewenangan tugas dalam pengelolaan limbah
medis.
• Umumnya instansi yang lebih dekat dengan tugas dan
fungsi terkait penanganan limbah medis dalam keadaan
darurat yaitu dinas lingkungan hidup provinsi/
kabupaten/ kota.
• Untuk pengelolaan pada saat bencana, pembagian peran
dilakukan dari mulai tingkat desa/ kelurahan, kab/kota,
provinsi dan pusat, peran juga disesuaikan dengan satu
garis komando pada saat bencana, untuk pengelolaan
limbah masuk dalam klaster kesehatan lingkungan.
KEMENKES
SINERGI DAN HARMONISASI 1. Advokasi/ Sosialisasi
DALAM PENGELOLAAN LIMBAH 2. Peningkatan kapasitas
3. Pembinaan/ Pengawasan
MEDIS FASYANKES 4. Regulasi/ NSPK KEMENHUB
5. Pendanaan 1. Izin alat transportasi
6. Monev & pelaporan PEMDA
KLHK 1. Pembinaan
1. Pembinaan 2. Regulasi/ Perda
2. Pengawasan PEMERINTAH 3. Peningkatan Kapasitas SDM
3. Perijinan (PUSAT/ 4. Pendanaan
4. Regulasi DAERAH) 5. Pengolahan/ Sarana pemusnah
5. Advokasi/Sosialisasi 6. Perijinan TPS

PENGELOLAAN LIMBAH
PROFESI/PT MEDIS FASYANKES
1. Peningkatan kapasitas Rumah Sakit/Fasyankes
2. Kajian/ penelitian 1.Penyiapkan sarana
3. Penyiapan SDM
2.SDM
SWASTA 3.Pendanaan
1. Transportasi/ Transporter SWASTA/
FASYANKES 4.Memenuhi perizinan
PROFESI/PT
2. Jasa Penyediaan Fasilitas 5.Monev dan pelaporan
Pengolahan 6.SOP
Koordinasi Lintas Program dan Lintas Sektoral
serta pihak swasta
• Diperlukan koordinasi antara semua pihak terkait
dengan pengelolaan limbah medis pada situasi darurat.
Pembagian peran dan kewenangan juga dapat ditentukan
melalui pertemuan koordinasi ini.
Pembiayaan

• Perencanaan pembiayaan pengelolaan limbah medis mulai


dari pemilahan sampai dengan pemusnahan diperlukan
secara menyeluruh pada situasi khusus dan sumber
pembiayaannya.
• Pembiayaan khusnya dapat membagi beban alokasi
pengelolaan pengelolaan limbah situasi khusus yang
diberikan ke fasyankes, pemerintah dan mana yang
dibebankan pihak swasta.
Pelaksanaan RHA (Rapid Health Assessment)

• Dalam implementasi RHA perlu teknis pelaksanaan assesment/kajian dan analisis sehingga
diperoleh informasi yang akurat terkait limbah daerah situasi khusus. Hasil RHA
menggambarkan permasalahan limbah yang ada dan rekomendasi yang dapat digunakan
untuk solusi. RHA ini adalah kegiatan pengumpulan data dan informasi dengan tujuan
untuk menilai kerusakan dan mengidentifikasi kebutuhan dasar yang diperlukan segera
sebagai respon dalam suatu kejadian bencana atau situasi khusus pengelolaan limbah
fasyankes.

• Pada RHA ini diharapkan diperolehnya situasi permasalahan pengelolaan limbah yang
terjadi saat itu, mulai dari sumber limbah medis sampai dengan pengolahan akhir, sehingga
dapat memudahkan dalam mencari solusi jangka pendek dan menengah. Assessment ini
juga menggali potensi dan kemampuan fasyankes serta peran pemerintah dan swasta.
Inventarisasi Fasyankes

• Pentingnya menginventarisasi jumlah fasyankes dan


kemungkinan timbulan limbah di wilayah dalam situasi
khusus dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara
umum kondisi pengelolaan limbah medis dan tumpukan
limbah yang perlu untuk segera ditangani. Hal ini juga untuk
mempersiapkan sarana dan prasana serta untuk perhitungan
kebutuhan biaya pengolaan limbah medis pada saat keadaan
darurat.
Inventarisasi perusahaan pengangkut dan

pengolah limbah medis

• Inventarisasi jumlah perusahaan pengangkut


limbah dan perusahaan pengolah di satu wilayah
maupun yang ada di wilayah terdekat berguna
untuk memudahkan kecepatan penanganan
limbah pada kondisi darurat/ khusus.
Alternatif Teknologi Pengolahan
• Informasi mengenai teknologi pengolahan limbah
alternatif sangat perlukan pada saat terjadinya situasi
khusus di satu wilayah. Gambaran alternatif teknologi
pengolahan untuk menghitung besarnya beban biaya dan
teknis lainnya yang diperlukan.
Sumber Daya Manusia (SDM)
• SDM sangat penting dalam rangka menghadapi situasi khusus seperti
bencana dan berhentinya sistem pengolahan limbah fasilitas pelayanan
kesehatan. Kebutuhan SDM harus dsesuaikan dengan luas wilayah
terdampak dan besarnya timbulan limbah pada fasyankes. Penugasan SDM
dilakukan dalam rangka melakukan upaya pengelolaan limbah seperti
pengumpulan sementara, pengangkutan dan pemusnahan akhir.

• Perlu adanya peningkatan kapasitas SDM dalam pengelolaan limbah medis


fasyankes dan pembentukan Tim Gerak Cepat (TGC). SDM yang melakukan
pengelolaan kondisi khusus harus dibagi secara jelas peran masing unit
terkait seperti ; puskesmas, dinas kesehatan kab/ kota, Dinas Lingkungan
Hidup Provinsi dan kab/kota, atau organisasi profesi.
Fasilitas
Sarana dan prasarana untuk pengelolaan limbah medis dalam situasi khusus
• Pemerintah daerah sudah memiliki inventarisasi sarana dan prasarana pengelolaan
limbah medis untuk situasi khusus dan berhentinya sistem yang mencakup sarana
transportasi, buffer stock wadah limbah medis, TPS/ depo dan tempat pengolahan
akhir. Juga terkait dengan pengolahan sementara yang bisa dilakukan.
• Mencakup metode, SOP, ketersediaan alat, bahan, dan lahan untuk melakukan
pengolahan tersebut.

Penyiapan SOP / Pedoman


• SOP situasi khusus dan berhentinya sistem merupakan hal yang penting dalam
pengelolaan limbah medis mulai dari pemilahan sampai pengangkutan. SOP
merupakan instruksi tertulis yang dipakai untuk kegiatan baik rutinitas maupun
kondisi tertentu.
DISKUSI
DISKUSI KELOMPOK
• Setiap kelas dibagi 3 Kelompok @ 10 orang
• Masing-masing membahas kasus limbah fasyankes
• Setiap kelompok menyampaikan hasil diskusi
• Waktu diskusi : 30 menit
• Presentasi Hasil : 10 menit
Kelompok 1 (RS) :
Penemuan Limbah Fasyankes di TPA Sampah
Penemuan limbah medis di TPA domestic kota Tubo, yang
terjadi tahun 2005 diperkirakan dari beberapa fasyankes
khususnya RS di kabupaten Tubo bahkan juga ditemukan
dari RS diluar kabupaten. Diperkirakan timbulan limbah
mencapai 120 Ton yang ditemukan dalam plastic kuning
dan hitam. Hasil investigasi ke beberapa RS yang
limbahnya ditemukan di TPA merasa bahwa limbah
sebenarnya telah diangkut oleh pihak ke3, dan telah
membayar.
Beberapa RS menyatakan dalam waktu 2 bulan terakhir
limbah tidak diangkut oleh pihak ketiga, karena berbagai
alas an, sehingga limbah melebihi kapasitas TPS B3 yang
ada. Keterbatasan sarana pengangkutan dan ketidak
tersediaan pengolah limbah RS yang berijin di daerah
menjadi salah satu penyebab ditemukannya limbah medis
fasyankes di TPA domestic.
1. Upaya apa yang cepat untuk menangani kasus tersebut,
dan
2. Langkah apa yang perlu dilakukan sehingga
permasalahan ini tidak terulang lagi.
Kelompok 2 (DINKES)
Pengelolaan Limbah Medis Pada Kondisi Bencana :
Indonesia sebagai negara yang rawan bencana, dan hamper setiap tahun terjadi
bencana dengan berbagai penyebab ; banjir, longsor, gempa dan lainnya.
Bencana alam, adalah suatu peristiwa alam yang mengakibatkan dampak besar bagi
populasi manusia. Peristiwa alam dapat berupa banjir, letusan gunung berapi, gempa
bumi, tsunami, tanah longsor, badai salju, kekeringan, hujan es, gelombang panas,
hurikan, badai tropis, taifun, tornado, kebakaran liar dan wabah penyakit.
Upaya penanganan kesehatan pada saat dan pasca bencana, antara lain terkait dengan
penanganan masalah sanitasi di pengungsian, masyarakat dan di fasilitas pelayanan
kesehatan, Bencana yang terjadi di Palu tahun 2018 salah satunya pemerintah harus
menangani permaslahan terkait dengan pengelolaan sampah medis yang berasal dari
fasilitas pelayanan kesehatan baik Rumah Sakit maupun yang berasal dari unit
pelayanan kesehatan lainnya. Diperkirakan timbulan sampah medis mencapai 200 kg/
hari.
Saat itu di Provinsi Sulawesi Tenggara tidak tersedia alat
pengolah limbah/ incinerator berijin, namun keberadaan
incinerator sebenarnya ada di RSU dan beberapa puskesmas.
Pada kondisi normal umumnya fasyankes di Prop Suteng
dalam pengelolaan limbah medisnya berkerjasama dengan
Transporter, dan karena kondisi bencana tidak mereka
menghentikan pengelolaan.
• Langkah-langkah dan upaya apa yang harus dilakukan oleh
pemerintah daerah untuk menangani masalah pengelolaan
limbah pada kondisi bencana tersebut, dilihat dari aturan
hukum, teknis, pendanaan, SDM, manajemen pengelolaan,
dll.
Kelompok 3
Terbatasnya perusahaan pengolah limbah B3 yang sudah mempunyai izin dari Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan, yaitu baru ada 6 perusahaan yakni 5 berada di Pulau Jawa dan 1 di Kalimantan Timur. Jumlah
perusahaan tersebut sangat kurang, jika dibandingkan dengan jumlah fasilitas pelayanan kesehatan di
Indonesia, seperti jumlah Rumah Sakit (RS) sebanyak 2852 RS, 9909 Puskesmas dan 8841 klinik. Sementara itu
timbulan limbah yang dihasilkan dari fasilitas pelayanan kesehatan khusnya RS dan Puskesmas sebesar 296,86
ton/hr (Oktober 2018) namun di sisi lain, kapasitas pengolahan yang dimiliki oleh pihak ke-3 baru sebesar 151,6
Ton/hari.

Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan September tahun 2018, terdapat 95 RS yang
mempunyai insinerator berizin dengan total kapasitas 45 ton/hari. Sementara, data dari E-Monev Limbah medis
pada Desember 2017 oleh Direktorat Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, terdapat 22% RS yang
pengelolaan limbah medisnya memenuhi standar. Di sisi lain, terdapat RS yang mempunyai insinerator tetapi
tidak operasional karena belum berizin.

Keterbatasan jumlah dan kapasitas perusahaan pengolah limbah medis yang berizin untuk menjangkau RS dan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya, terutama di luar Pulau Jawa yang mengakibatkan penumpukan limbah
medis. Sampai dengan 29 Maret 2018, dari 71 RS sudah terjadi penumpukan limbah medis sebesar 285 Ton
(Sumber PERSI). Penumpukan limbah medis yang bersifat infeksius ini tentunya dapat berdampak dalam
pencemaran di lingkungan dalam Fasyankes khususnya bagi petugas RS, pasien maupun masyarakat di luar RS.
Terjadinya kasus penumpukan limbah medis di fasyankes seperti data diatas disebabkan karena belum
terbangunnya sistem pengolahan limbah medis fasyankes di setiap wilayah.
Akibat terjadinya ketidakseimbangan antara timbulan limbah medis
fasyankes dengan kapasitas pengolahan limbah fasyankes serta
lemahnya pengawasan dari instansi berwenang, sehingga terjadi
kasus penyalahgunaan limbah medis oleh masyarakat ataupun
oknum untuk kepentingan ekonomi. Beberapa kasus yang pernah
terjadi antara lain kasus vaksin palsu, pembuangan limbah medis ke
perkebunan dan pantai, serta kasus pembuangan limbah di TPS
illegal di Cirebon.
Melihat permasalahan diatas maka menjadi pilihan salah satu solusi
Pemerintah daerah harus berperan dalam pengolahan limbah medis
diwilayahnya secara tuntas.
• Langkah-langkah apa yang perlu disiapakan oleh Pemerintah
daerah dalam pengelolaan limbah berbasis wilayah (sentralisasi
di daerah) ; menyangkut manajemen dan teknis.
Strategi Pengelolaan Kedaruratan
Limbah Medis Fasyankes
1. Memilki SOP Darurat
2. Menyiapkan teknologi non incinerasi
3. MOU dengan 2 perusahaan
4. Penguatan jejaring dengan sektor terkait
DALAM FASYANKES
PENGURANGAN
(INTERNAL)

PEMILAHAN

PEWADAHAN

PENGANGKUTAN INTERNAL
TAHAPAN PENGELOLAAN
LIMBAH MEDIS dan PENYIMPANAN
PEMBAGIAN PERAN
PENGOLAHAN IN-SITE
DEPO

PENGANGKUTAN EKSTERNAL

PENGOLAHAN OFF-SITE
LUAR FASYANKES
(EXTERNAL)
PENIMBUNAN
Pengelolaan Limbah Medis dlm
Kondisi Khusus
• Pada kondisi darurat seperti untuk penanggulangan keadaan bencana dimana tidak
dimungkinkan untuk melakukan Pengelolaan Limbah B3 sebagaimana mestinya,
penguburan dapat dilakukan pula terhadap Limbah infeksius setelah dilakukan
desinfeksi sebelumnya.
• Penguburan Limbah B3 merupakan cara penanganan khusus terhadap limbah
medis meliputi Limbah: 1. patologis; dan 2. benda tajam, apabila pada lokasi
dihasilkannya Limbah dimaksud tidak tersedia alat pengolahan Limbah B3 berupa
insinerator.

Lampiran VI
peraturan menteri lingkungan hidup dan kehutanan republik indonesia nomor :
p.56/menlhk-setjen/2015
Dalam hal suatu lokasi belum terdapat fasilitas
dan/atau akses jasa Pengelolaan Limbah B3, Limbah
benda tajam antara lain berupa jarum, siringe, dan
vial, dan/atau limbah patologis berupa jaringan
tubuh manusia, bangkai hewan uji, dapat dilakukan
pengelolaan dengan cara penguburan. Penguburan
Limbah benda tajam, dan/atau Limbah patologis
hanya dapat dilakukan oleh penghasil Limbah, yaitu
fasilitas pelayanan kesehatan.
Beberapa persyaratan penguburan limbah B3
yang harus dipenuhi meliputi:
1. Lokasi kuburan Limbah hanya dapat diakses oleh petugas.
2. Lokasi kuburan Limbah harus berada di daerah hilir sumur atau badan air lainnya.
3. Lapisan bawah kuburan Limbah harus dilapisi dengan lapisan tanah penghalang
berupa tanah liat yang dipadatkan dengan ketebalan paling rendah 20 cm (dua
puluh centimeter), untuk penguburan Limbah patologis.
4. Limbah yang dapat dilakukan penguburan hanya Limbah medis berupa jaringan
tubuh manusia, bangkai hewan uji, dan/atau Limbah benda tajam (jarum, siringe,
dan vial).
5. Tiap lapisan Limbah harus ditutup dengan lapisan tanah untuk menghindari bau
serta organisma vektor penyakit lainnya.
6. Kuburan Limbah harus dilengkapi dengan pagar pengaman dan diberikan tanda
peringatan.
7. Lokasi kuburan Limbah harus dilakukan pemantauan secara rutin.
Fasilitas Penguburan Limbah
Benda Tajam dan Patologis
Sketsa fasilitas penguburan Sketsa fasilitas penguburan Limbah Sketsa fasilitas penguburan limbah
limbah benda tajam (needle pit) benda tajam dengan dimensi patologis dengan dimensi ukuran 1,8 m
berukuran 1,8 m x 1m x 1m (satu koma x 1m x 1m (satu koma delapan meter
delapan meter kali satu meter kali satu kali satu meter kali satu meter).
meter)
Needle Cutter and Needle Pit
NEEDLE PIT
Terima Kasih
TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini peserta mampu melakukan pengelolaan limbah
medis dalam situasi darurat

Tujuan Pembelajaran Khusus


o Menyusun rencana kesiap siagaan pengelolaan limbah medis
dalam situasi darurat
o Melakukan pengelolaan limbah medis dalam situasi darurat sesuai
skenario yang disusun

Anda mungkin juga menyukai