Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH FIQH KONTENPORER

“STATUS ANAK ZINA DAN INSEMINASI ”


Disusun Oleh :
Dian Tri Utami
Nanda Sulistiawati
Prodi : Ekonomi Syariah
Dosen Pembimbing :
MOHAMMAD FAIZAL, S. SOS.I., MH.I
Latar Belakang
Anak zina adalah anak yang yang lahir dari hubungan zina, yaitu
hubungan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan diluar
akad nikahyang sah. Ajaran syariat Islam mengajarkan kita untuk tidak
boleh berputus asa dan menganjurkan untuk senantiasa berikhtiar
(usaha) dalam menggapai karunia Allah SWT. Demikian halnya di ntara
pancamaslahat yang diayomi oleh maqashid asy-syari’ah (tujuan
filosofis syariah Islam) adalah hifdz an-nasl (memelihara fungsi dan
kesucian reproduksi) bagi kelangsungan dan kesinambungan generasi
umat manusia. Allah telah menjanjikan setiap kesulitan ada solusi
(QS.Al-Insyirah:5-6) termasuk kesulitan reproduksi manusia dengan
adanya kemajuan teknologi kedokteran dan ilmu biologi modern yang
Allah karuniakan kepada umat manusia agar mereka bersyukur dengan
menggunakannya sesuai kaedah ajaran-Nya. Inseminasi buatan
merupakan hasil terapan sains modern yang pada prinsipnya bersifat
netral sebagai bentuk kemajuan ilmu kedokteran dan biologi.

Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Anak Zina?
2. Apa yang menyebabkan timbulnya Inseminasi?
PEMBAHASAN
Anak Zina
Tidak dapat dipungkiri lagi musibah perzinaan sudah
mulai merebak di negara ini. Kata ‘zina’ mulai
disamarkan dengan istilah yang samar dan agak menarik,
WIL (Wanita Idaman Lain), PIL (Pria Idaman Lain), PSK
(Penjaja Seks Komersial), Gadis Pendamping dan yang
sejenisnya yang mengesankan permasalahan ini mulai
dianggap ringan oleh sebagian kaum muslimin di negeri
ini.
Ditambah lagi dengan ditinggalkannya syariat islam
secara umum dan khususnya hukuman bagi para pezina.
Sehingga hal-hal ini mendukung tersebarnya penyakit ini
dilingkungan kaum muslimin. Padahal semaraknya
perzinaan membuahkan banyak permasalahan..
Nasab anak zina
Anak zina pada asalnya dinasabkan kepada ibunya sebagaimana
anak mula’anahdinasabkan kepada ibunya. Sebab keduanya sama-sama
terputus nasabnya dari sisi bapaknya.

Anak Zina dan Warisan


Hukum dalam warisan anak zina dalam semua keadaannya
sama dengan hukum waris anak mula’anah karena terputusnya
nasab mereka dari sang bapak. Masalah waris mewaris bagi anak
zina adalah bagian dari konsekwensi nasabnya.
a) Anak zina dengan lelaki yang menzinahi ibunya.
Hubungan waris mewaris antara anak zina dengan bapaknya
ada dengan adanya sebab pewarisan (Sabaab al-Irts) yaitu Nasab.
Ketika anak zina tidak dinasabkan secara syar’I kepada lelaki
tersebut maka tidak ada waris mewarisi diantara keduannya. Dengan
demikian maka anak zina tersebut tidak mewarisi dari orang tersebut
dan kerabatnya dan juga lelaki tersebut tidak mewarisi harta dari
anak zina tersebut.
b) Anak zina dengan ibunya
Sedangkan dengan ibunya maka terjadi saling mewarisi dan anak
zina tersebut sama seperti anak-anak ibunya yang lainnya. karena ia
adalah anaknya sehingga masuk dalam keumuman firman
Allah Ta’ala :
Artinya: “Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka
untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama
dengan bahagian dua orang anak perempuan dan jika anak itu
semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga
dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja,
Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi
masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang
meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak
mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya
mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa
saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian
tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan)
sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu,
kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat
(banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Anak Hasil Inseminasi
Inseminasi merupakan terjemahan dari artificial
insemination. Artificial artinya buatan atau tiruan,
sedangkan insemination berasal dari kata latin. Inseminatus
artinya pemasukan atau penyampaian. artificial
insemination adalah penghamilan atau pembuahan buatan.
Jadi, insiminasi adalah penghamilan buatan yang
dilakukan terhadap wanita dengan cara memasukan sperma
laki-laki ke dalam rahim wanita tersebut dengan
pertolongan dokter, istilah lain yang semakna adalah kawin
suntik, penghamilan buatan dan permainan buatan (PB).
Yang dimaksud dengan bati taqbung (Test tubebaby) adalah
bayi yang di dapatkan melalui proses pembuahan yang
dilakukan di luar rahim sehingga terjadi embrio dengan
bantuan ilmu kedokteran. Dikatakan sebagai kehamilan,
bayi tabung karena benih laki-laki yang disedut dari zakar
laki-laki disimpan dalam suatu tabung.
Hukum Inseminasi Buatan
Adapun mengenai status anak hasil inseminasi
buatan dengan donor sperma dan/atau ovum menurut
hukum Islam adalah tidak sah dan statusnya sama
dengan anak hasil prostitusi atau hubungan perzinaan.
Dan kalau kita bandingkan dengan bunyi pasal 42 UU
Perkawinan No. 1 tahun 1974, “anak yang sah adalah
anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat
perkawinan yang sah” maka tampaknya memberi
pengertian bahwa anak hasil inseminasi buatan dengan
donor itu dapat dipandang sebagai anak yang sah.
Namun, kalau kita perhatikan pasal dan ayat lain dalam
UU Perkawinan ini,terlihat bagaimana peranan agama
yang cukup dominan dalam pengesahan sesuatu yang
berkaitan dengan perkawinan.
Adapun tentang inseminasi buatan dengan bukan sperma
suami atau sperma donor para ulama mengharamkannya
seperti pendapat Yusuf Al-Qardlawi yang menyatakan bahwa
islam juga mengharamkan pencakukan sperma (bayi tabung).
Apabila pencakukan itu bukan dari sperma suami.
Dengan demikian, mengenai hukum inseminasi buatan
dan pada manusia harus diklasifikasikan persoalannya secara
jelas, setidaknya dengan syarat-syarat sebagai berikut:

1. Bila dilakukan dengan sperma atau ovum suami isteri sendiri,


baik dengan cara mengambil sperma suami kemudian
disuntikkan ke dalam vagina, tuba palupi atau uterus isteri,
maupun dengan cara pembuahannya di luar rahim, kemudian
buahnya (vertilized ovum) ditanam di dalam rahim istri; maka
hal ini dibolehkan, asal keadaan suami isteri tersebut benar-
benar memerlukan inseminasi buatan untuk membantu
pasangan suami isteri tersebut memperoleh keturunan.
2. Sebaliknya, kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor
sperma dan ovum, maka diharamkan dan hukumnya sama dengan zina.
Sebagai akibat hukumnya, anak hasil inseminasi itu tidak sah dan nasabnya
hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkannya.
3. Benar-Salahkah Inseminasi Buatan?
a) Segi Agama
Dalam hukum Islam tidak menerima cara pengobatan ini dan tidak
boleh menerima anak yang dilahirkan sebagai anak yang sah, apalagi jika
anak yang dilakukan perempuan karena nantinya akan mempersoalkan
siapa walinya jika anak tersebut menikah. Bolehkah “ayah” yaitu suami
yang memiliki gangguan reproduksi dapat diterima sebagai walinya? Selain
masalah agama juga muncul soal hukum dalam pembagian harat. Bolehkah
anak yang dilahirkan AID mewarisi harta “ayah” juga dalam hal lain-lain
yang berkaitan dengan pewarisan. Di negara barat, yang mana inseminasi
benih penderma dilakukan dengan giatnya, mereka atasi masalah Undang-
Undang dengan menjalani proses “adopsi” secara sah. Tetapi kedudukan di
negara Indonesia masih belum jelas.
b) Segi Sosial
Posisi anak menjadi kurang jelas dalam tatanan masyarakat, terutama
bila sperma yang digunakan berasal dari bank sperma atau sel sperma yang
digunakan berasal dari pendonor, akibatnya status anak menjadi tidak jelas.
Selain itu juga, di kemudian hari mungkin saja terjadi perkawinan antar
keluarga dekat tanpa di sengaja, misalnya antar anak dengan bapak atau
dengan ibu atau bisa saja antar saudara sehingga besar kemungkinan akan
lahir generasi cacat akibat inbreeding. Lain halnya dengan kasus seorang
janda yang ditinggal mati suaminya, dan dia ingin mempunyai anak dari
sperma beku suaminya.
c) Segi Hukum
Dilihat dari segi hukum pendonor sperma melanggar hukum. Contoh
kasus pada bulan Juni 2002, pengadilan di Stockholm, Swedia menjatuhkan
hukuman kepada laki-laki yang mengaku sebagai pendonor sperma kepada
pasangan lesbian yang akhirnya bercerai. Dan diberi sanksi untuk memberi
tunjangan terhadap 3 orang anak hasil inseminasi spermanya, sebesar 2,5
juta perbulan. Dalam kasus ini akan timbul sikap etis dan tidak etis. Sikap
etis timbul dilihat dari sikap pendonor sperma yang telah memberikan
spermanya kepada pasangan lesbian,
karena berusaha untuk membantu pasangan
tersebut untuk mempunyai anak. Sedangkan sikap
tidak etis muncul dari pasangan lesbian yang bercerai,
karena telah menuntut pertanggungjawaban kepada
pendonor sperma yang mengaku sebagai ayahnya
untuk memberikan tunjangan hidup bagi ke-3 anak
hasil inseminasi spermanya.
Dengan demikian maka inseminasi buatan harus
berlandaskan nilai etika tertentu, karena
bagaimanapun juga perkembangan dalam dunia
bioteknologi tidak lepas dari tanggung jawab
manusia sebagai agen moral dan subjek moral.
Kesimpulan
Sebagaimana kita ketahui bahwa inseminasi buatan pada manusia
dengan donor sperma dan/atau ovum lebih banyak mendatangkan
mudharat daripada maslahah. Maslahah yang dibawa inseminasi buatan
ialah membantu suami-isteri yang mandul, baik keduanya maupun
salah satunya, untuk mendapatkan keturunan atau yang mengalami
gangguan pembuahan normal. Namun mudharat dan mafsadahnya jauh
lebih besar, antara lain berupa:
1. Percampuran nasab, padahal Islam sangat menjada
kesucian/kehormatan kelamin dan kemurnian nasab, karena nasab itu
ada kaitannya dengan kemahraman dan kewarisan.
2. Bertentangan dengan sunnatullah atau hukum alam.
3. Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi, karena terjadi
percampuran sperma pria dengan ovum wanita tanpa perkawinan yang
sah.
4. Kehadiran anak hasil inseminasi bisa menjadi sumber konflik dalam
rumah tanggal.
5. Anak hasil inseminasi lebih banyak unsur negatifnya daripada anak

Anda mungkin juga menyukai