Anda di halaman 1dari 14

Puisi Lama

Puisi lama telah lahir sebelum kesusastraan Indonesia mendapat


pengaruh dari kebudayaan barat. Masyarakat pada masa itu yang
cenderung statis dan bersifat kolektif, melahirkan bentuk puisi yang
sangat terikat oleh berbagai aturan. Puisi lama harus mengandung rima,
memiliki jumlah larik tertentu, bahkan juga ditentukan jumlah suku kata
dalam satu larik terutama dalam pantun.
Ada beberapa jenis puisi lama yang patut Anda ketahui, yaitu: (a)
mantra, (b) bidal, (c) pantun, (d) karmina, (e) talibun, (f) seloka, (g)
gurindam, dan (h) syair,

Yang sampai saat ini masih dikenal masyarakat terutama pantun,


gurindam, dan syair.
Pantun
Perhatikan pantun berikut.
1. Lihatlah semut sedang berbaris 2. Anak kecil bermain gasing
Mengangkat nasi bergotong-royong Tertawa ring sambil bergumam
Marilah adik jangan menangis Mondar-mandir bukanlah pusing
Mendekat sini abang ‘kan tolong Badan panas bukanlah demam
Pantun dipergunakan untuk menyatakan berbagai perasaan serta
untuk menasihati. Pantun merupakan puisi lama asli Indonesia dan termasuk
jenis sastra yang sangat terikat oleh berbagai aturan, di antaranya:
a. Tiap larik terdiri atas 8--12 suku kata
b. Tiap bait terdiri atas 4 larik
c. Dua larik pertama (1 dan 2) merupakan sampiran, sedangkan dua
larik berikutnya (3 dan 4) merupakan isi pantun
d. Bersajak sengkelang/silang dengan rima akhir a – b – a – b
Karmina
Pantun yang terdiri atas 2 larik disebut pantun kilat atau karmina.
Seperti halnya pantun, karmina juga memiliki sampiran dan isi. Karmina
berima akhir a-a. Namun coba Anda perhatikan secara saksama, karmina
ternyata memiliki juga rima tengah.

Pinggan tak retak, nasi tak dingin Pinggan tak retak, nasi tak dingin
Tuan tak hendak, kami tak ingin Tuan tak hendak, kami tak ingin

Dengan demikian, pada dasarnya rima karmina sama dengan rima pantun, yaitu a-b-a-b.
Gurindam
Saat ini gurindam kurang menyeruak ke permukaan dinamika kehidupan
manusia dibandingkan dengan pantun, yang juga merupakan bagian dari
jenis puisi lama. Demikian juga dalam tataran pembelajaran di sekolah
menengah, gurindam mulai kurang difungsikan sebagai salah satu alat
pendidikan. Padahal sebagai sebuah karya sastra lama, gurindam memiliki
beberapa keistimewaan, antara lain mengandung nilai-nilai pembangun
karakter bangsa. Hal ini tampak dalam ciri khas gurindam, yang berisi nasihat
atau petuah, pelajaran, dan filsafat hidup.
Gurindam ialah susunan kalimat yang berisi nasihat atau petuah, yang
setiap baitnya terdiri atas 2 larik. Larik pertama merupakan sebab atau
alasan, sedangkan larik kedua merupakan akibat atau balasan.
Biasanya gurindam terdiri atas kalimat majemuk, yang kemudian dibagi
menjadi 2 larik bersajak induk kalimat dan anak kalimat. Selain itu antara
larik pertama dan larik kedua, menunjukkan adanya hubungan sebab
akibat. Kebanyakan gurindam bersajak sempurna a-a, namun ada pula
yang bersajak paruh a-b.
Penyair gurindam yang sangat terkenal ialah Raja Ali Haji,
dengan karyanya yang berjudul Gurindam XII. Sesuai dengan judulnya,
gurindam ini memiliki 12 pasal.
Ini gurindam pasal yang ketiga:
Apabila terpelihara mata,
sedikitlah cita-cita.

Apabila terpelihara kuping,


khabar yang jahat tiadalah damping.

Apabila terpelihara lidah,


niscaya dapat daripadanya paedah.
Berikut ini contoh yang
dipetik dari Gurindam XII Bersungguh-sungguhlah engkau memeliharakan tangan,
pasal ketiga. daripada segala berat dan ringan.

Apabila perut terlalu penuh,


keluarlah fi’il yang tiada senunuh.

Anggota tengah hendaklah ingat,


di situlah banyak orang yang hilang semangat.

Hendaklah pelihara kaki,


daripada berjalan yang membawa rugi.

(Puisi Lama, 1985:81)


Makna yang terkandung dalam Gurindam XII pasal ketiga ini ialah:
Apabila terpelihara mata,
sedikitlah cita-cita.
 Hendaklah mempergunakan mata untuk melihat yang bermanfaat dan
baik-baik saja, maka keinginan yang berlebihan akan dapat dicegah.
Apabila terpelihara kuping,
khabar yang jahat tiadalah damping.
 Jauhkan diri dari segala macam bentuk gunjingan dan hasutan
Apabila terpelihara lidah,
niscaya dapat daripadanya paedah.
 Orang yang dapat menjaga ucapannya, niscaya akan mendapatkan
manfaat.
Gurindam dan karmina masing-masing terdiri atas dua larik. Sekarang
perhatikan baik-baik contoh gurindam berikut, agar Anda dapat
membedakan gurindam dengan karmina.

GURINDAM KARMINA

Kurang pikir kurang siasat Dahulu parang sekarang besi


Tentu dirimu kelak tersesat Dahulu sayang sekarang benci

Orang malas jatuh sengsara Sebab pulut santan kelapa


Orang rajin banyak saudara Sebab mulut badan binasa
SYAIR PERAHU

Inilah gerangan suatu madah,


mengarangkan syair terlalu indah,
membetuli jalan tempat berpindah,
Di sanalah i`tikat diperbetuli sudah.

Wahai muda, kenali dirimu,


inilah perahu tamsil tubuhmu,
Syair tiadalah berapa lama hidupmu,
ke akhirat jua kekal diammu.
Perhatikan kutipan Syair
Perahu karya Hamzah Fansuri Hai muda arif-budiman,
hasilkan kemudi dengan pedoman,
berikut.
alat perahumu jua kerjakan,
itulah jalan membetuli insan.

Perteguh jua alat perahumu,


hasilkan bekal air dan kayu,
dayung mengayuh taruh di situ,
supaya laju perahumu itu.

(Puisi Lama, 1985: 71)


Syair ialah susunan kalimat yang dipergunakan untuk melukiskan
atau menceritakan sesuatu yang mengandung unsur mitos ataupun
sejarah. Setiap bait syair terdiri atas 4 larik, yang setiap lariknya terdiri
atas 8 -12 suku kata. Syair bersajak sama a-a-a-a, serta tidak memiliki
sampiran. Keempat larik syair merupakan satu rangkaian cerita yang
utuh yang menggambarkan isi. Biasanya syair tidak hanya terdiri atas 1
bait, karena syair berbentuk cerita atau pelukisan panjang.
Syair merupakan puisi lama yang berasal dari Arab. Namun karena disukai
masyarakat Melayu pada masa itu, menyebabkan syair tumbuh subur di
Indonesia. Penggubah syair yang terkenal di Indonesia diantaranya bernama
Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi dengan Syair Perihal Singapura Dimakan Api
dan Hamzah Fansuri seorang ahli suluk dengan Syair Perahu, Syair Dagang, dan
Syair si Burung Pingai.

Anda mungkin juga menyukai