Anda di halaman 1dari 68

PENGERTIAN FRAKTUR

PELVIC

Nur Fadly1510711043

Physics Study Program


Faculty of Mathematics and Natural Sciences
PHYSI S Institut Teknologi Bandung
 Fraktur adalah Putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan
epifisis atau tulang rawan sendi. Fraktur tidak selalu
disebabkan oleh trauma yang berat, kadang2 trauma
ringan saja dapat menimbulkan fraktur bila tulangnya
sendiri terkena penyakit tertentu. Juga trauma ringan
terus menerus dapat menimbulkan fraktur.
 Fraktur pelvis termasuk fraktur tulang proksimal femur
dan acetabulum.
Fraktur pelvis dapat mengenai orang muda dan tua.
Biasanya, pasien yang lebih muda dapat mengalami
fraktur pelvis sebagai akibat dari trauma yang signifikan,
sedangkan pasien lansia dapat mengalami fraktur pelvis
akibatPhysics
trauma ringan.
Study Program - FMIPA | Institut Teknologi Bandung

PHYSI S
 Fraktur pelvis secara potensial merupakan cidera yang
paling berbahaya, karena dapat menimbulkan perdarahan
eksanguinasi. Sumber perdarahan biasanya pleksus
vascular yang melekat pada dinding pelvis, tetapi dapat
juga dari cidera pembuluh darah iliaka, iliolumbal, atau
femoral. Bila terdapat tanda – tanda renjatan
hipovolemik, maka harus dilakukan transfuse darah dini.
Selain itu, pasien dapat juga diberikan aplikasipakaian
antirenjatan pneumatik. Reduksi dari fraktur yang tidak
stabil juga dapat mengurangi perdarahan. Pada fraktur
pelvis, fraktur dimana perdarahan paling sering terjadi
adalah sacrum atau ilium, ramus pubis bilateral, separasi
dari simfisis
Physics Studypubis, dan| Institut
Program - FMIPA dislokasi dari artikulasio
Teknologi Bandung
sakroiliaka
PHYSI S
KOMPLIKASI
 Nyeri sacroiliaca sering ditemukan setelah fraktur pelvis
tak stabil dan kadang memerlukan artrodesis pada sendi
sacroiliaca. Cidera saraf skiatika biasanya sembuh tetapi
kadang memerlukan eksplorasi. Cidera uretra berat bisa
menimbulkan striktur uretra, inkontinensia dan impotensi
(Apley, 1995)
Ruptur uretra posterior paling sering disebabkan oleh
fraktur tulang pelvis. Fraktur yang mengenai ramus atau
simfisis pubis dan menimbulkan kerusakan pada cincin
pelvis dapat menyebabkan robekan uretra pars prostate-
membranacea. Fraktur pelvis dan robekan pembuluh darah
yang berada di kavum pelvis menyebabkan hematom yang
luas di kavum retzius sehingga jika ligamentum pubo-
prostatikum ikut robek, prostat beserta buli-buli akan
terangkat ke Program
Physics Study cranial. (Purnomo,
- FMIPA | Institut Teknologi2007)
Bandung

PHYSI S
 Ruptur uretra anterior , cidera dari luar yang sering menyebabkan
kerusakan uretra anterior adalah straddle injury (cidera
selangkangan) yaitu uretra terjepit diantara tulang pelvis dan benda
tumpul. Jenis kerusakan uretra yang terjadi berupa kontusio dinding
uretra, rupture parsial, atau rupture total dinding uretra. Pada
kontusio uretra pasien mengeluh adanya perdarahan per-uretram
atau hematuria. Jika terdapat robekan pada korpus spongiosum,
terlihat adanya hematom pada penis atau butterfly hematom. Pada
keadaan ini seringkali pasien tidak dapat miksi. (Purnomo, 2007)
 Fraktur Acetabulum
Terjadi apabila kaput femoris terdorong ke dalam pelvis. Fraktur ini
menggabungkan antara kerumitan fraktur pelvis dengan kerusakan
sendi. Ada 4 tipe fraktur acetabulum yaitu fraktur kolumna anterior,
fraktur kolumna posterior, fraktur melintang, dan fraktur kompleks.
Gambaran klinis agak tersamarkan krena mungkin terdapat cidera
lain yang lebih jelas/mengalihkan perhatian dari cidera pelvis yang
lebih mendesak. Pemeriksaan foto sinar-X perlu dilakukan (Apley,
Physics Study Program - FMIPA | Institut Teknologi Bandung
1995)
PHYSI S
 Cidera pada sacrum dan koksigis
Pukulan dari belakang atau jatuh pada tulang ekor dapat
mematahkan sacrum dan koksigis. Terjadi memar yang luas
dan nyeri tekan muncul bila scrum atau koksigis dipalpasi dari
belakang atau melalui rectum. Sensasi dapat hilang pada
distribusi saraf sakralis. Sinar-X dapat memperlihatkan ; 1)
fraktur yang melintang pada sacrum dapat disertai fragmen
bawah yang terdorong ke depan, 2) fraktur koksigis kadang
disertai fragmen bagian bawah yang menyudut ke depan, 3)
suatu penampilan normal kalau cidera hanya berupa strain
pada sendi sacrokoksigeal.(Apley, 1995)
Kalau fraktur bergeser, sebaiknya docoba untuk melakukan
reduksi. Fragmen bagian bawah dapat terdesak ke belakang
lewat rectum. Reduksi bersifat stabil, suatu keadaan yang
menguntungkan. Pasien dibiarkan untuk melanjutkan aktifitas
normal, tetapi dianjurkan untuk menggunakan suatu cincin
karet atau bantalan Sorbo bila duduk. Kadang disertai keluhan
sulit kencing.(Apley, 1995)
Physics Study Program - FMIPA | Institut Teknologi Bandung

PHYSI S
MANIFESTASI UMUM FRAKTUR
PELVIS

NAMA : WIANI ISNARIA H


NRP : 1510711080
Fraktur panggul

sering merupakan bagian dari salah satu


traumamultipel yang dapat mengenai organ-
organ lain dalam panggul.
keluhan berupa gejala pembengkakan, deformitas serta per
darahansubkutan sekitar panggul. penderita datang dalam
keadaan anemiadan syok karena perdarahan yang hebat.
pengkajian awal yang perlu dilakukan adalah riwayat
kecelakaansehingga luasnya trauma tumpul
dapat diperkirakan. Sedangkan
untuktrauma penetrasi, pengkajian yang perlu dilakukan adal
ah posisi masuknya dan kedalaman. klien dapat menunjukkan
trauma abdomen akut.
Pada kedua tipe trauma terjadi hemoragi baik baik internalmaupun
eksternal. jika terjadi ruptu perineum, manifestasi
peritonitis berisiko muncul,seluruh drainase abdomen perlu dikaji
untuk mengetahui isi drainase tersebut.
Bilas abdomen umumnya dilakukan untuk mengkaji adanyaperdarah
an diseluruh abdomen
yang Mengalami luka, dengan cara
memasukkan cairan kristaloid ke dalam rongga peritoneum diikutide
ngan paracentesis 'rainase isi abdomen, catat dan dokumentasikan
warna dan jumlah drainase.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
FRAKTUR PELVIS
ULTAZMI ALFINA (1510711042)
 Setiap penderita trauma panggul harus dilakukan
pemeriksaan radiologis dengan prioritas
pemeriksaan rongent posisi AP (Antero
Posterior).

 Pemeriksaan rongent posisi lain yaitu oblik, rotasi


interna dan eksterna bila keadaan umum
memungkinkan.

 CT-Scan digunakan untuk menentukan klasifikasi


atau untuk mengkonfirmasi fraktur.
 Kateterisasi
Ureterogram
Sistogram retrograd dan postvoiding
Pielogram intravena
Aspirasi diagnostik dengan lavase peritoneal
PENGKAJIAN

ARIANI PUTRI DEWI (1510711002)


AGNES CHRISTINE (1510711063)
PENGKAJIAN
DATA SUBYEKTIF
a) Identitas Klien : Tn. X (55 tahun)
b) Keluhan Utama : Kejatuhan pohon besar pada
area panggulnya
c) Riwayat Penyakit :-
d) Upaya Pengobatan : -
PENGKAJIAN PRIMER
a) Airway : Baik, tidak ada sumbatan.
b) Breathing : Pasien tampak sianosis. Hasil rontgen paru normal . Data
tambahan: RR=35 x/menit. Terlihat adanya penggunaan otot bantu napas,
pola napas cepat dan pendek. Saturasi O2 75%.
c) Circulasi : TD=70/- mmHg, N=130 x/menit. Kaki kiri teraba dingin dan nadi
tidak teraba pada nadi femoral pasien. Data tambahan: CRT pada kaki kiri
5 detik.
d) Disability : Pasien sadar dan orientasi baik. Data tambahan: kesadaran
Awareness, keadaan umum lemah, klien tidak dapat berjalan.
e) Exposure : Abdomen lunak dan tidak ada pembengkakan. Tampak darah
pada meatus uretra. Teraba pembengkakan pada palpasi pelvis. Hasil
rontgen pelvis tampak pelebaran dan pergeseran pada simfisis pubis.
PENGKAJIAN SEKUNDER
f) Sign and Symptoms : pasien mengalami hipotensi dengan TD sistolik 70 mmHg dan
nadi 130 x/menit. Pasien tampak sianosis. Kaki kiri teraba dingin dan nadi tidak
teraba pada nadi femoral pasien. Tampak darah pada meatus uretra. Teraba
pembengkakan pada palpasi pelvis. Hasil rontgen pelvis tampak pelebaran dan
pergeseran pada simfisis pubis. Data tambahan: klien mengatakan nyeri pada area
pinggulnya dan tidak mampu berjalan.
g) Alergi : -
h) Medikasi : Pemberian 1500 ml cairan cristaloid selama dalam ambulan. Pemasangan
CVC subclavian oleh dokter selanjutnya diberikan transfuse darah 2 kantong
WBC dan 4 kantong FFP. Pemberian infus norepinephrine. Hasil rontgen paru
normal, rontgen pelvis tampak pelebaran dan pergeseran pada simfisis pubis.
i) Past Illness : -
j) Last Meal : -
k) Environment / Event : Pasien kejatuhan pohon besar pada area panggulnya.
A
L
G
O
R
I
T
M
A
Physics Study Program - FMIPA | Institut Teknologi Bandung

PHYSI S
FUNGSI DAN JENIS
CAIRAN KRISTALOID
Sri Choirillaily
1510711001

Physics Study Program


Faculty of Mathematics and Natural Sciences
Institut Teknologi Bandung
 Resusitasi : ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut
cairan tubuh
 Rumatan : ditujuan untuk memelihara keseimbangan
cairan tub
Physicsuh
Studydan nutrisi
Program yangTeknologi
- FMIPA | Institut diperlukan
Bandung oleh tubuh
PHYSI S
Resusitasi: Kristaloid
 Kristaloid berisi elektrolit (contoh kalium,
natrium, kalsium, klorida).
 Kristaloid tidak mengandung partikel onkotik
dan karena itu tidak terbatas dalam ruang
intravascular
 Tonisitas kristaloid menggambarkan
konsentrasi elektrolit yang dilarutkan dalam
air, dibandingkan dengan yang dari plasma
tubuh.
 Ada 3 jenis tonisitas kritaloid, diantaranya:
Physics Study Program - FMIPA | Institut Teknologi Bandung

PHYSI S
1. Cairan Isotonik
 “isotonik” (iso, sama; tonik, konsentrasi)
maksudnya ketika kristaloid berisi sama
dengan jumlah elektrolit plasma.
 Osmolaritasnya mendekati serum = 285
mOsmol/L, sehingga terus berada di dalam
pembuluh darah
 Untuk mengatasi defisit volume sirkulasi,
menurunkan viskositas darah, dan dapat
digunakan sebagai fluid challenge test
Physics Study Program - FMIPA | Institut Teknologi Bandung

PHYSI S
 Untuk hipovolemi (kekurangan cairan
tubuh, dimana tekanan darah terus
menurun).
 Memiliki risiko terjadinya overload
(kelebihan cairan), khususnya pada
penyakit gagal jantung kongestif dan
hipertensi.
 Contoh : Ringer Laktat (RL), dan normal
salin, (NaCl 0,9%), dan Dextrose 5% in ¼
NS. Physics Study Program - FMIPA | Institut Teknologi Bandung

PHYSI S
2. Cairan Hipertonik
 “hipertonik” (hiper, tinggi, tonik, konsentrasi)
maksudnya kristaloid berisi lebih elektrolit dari
plasma tubuh
 Osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum
(285 mOsmol/L), sehingga “menarik” cairan dan
elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh
darah.
 Untuk meningkatkan curah jantung bukan hanya
karena perbaikan preload, tetapi peningkatan
curah jantung tersebut mungkin sekunder.

Physics Study Program - FMIPA | Institut Teknologi Bandung

PHYSI S
 Memiliki resiko hipernatremia dan
hiperkloremia.
 Contoh larutan kristaloid hipertonik:
 Dextrose 5% dalam ½ Normal Saline
 Dextrose 5% dalam Normal Saline
 Saline 3%
 Saline 5%
 Dextrose 5% dalam RL
 NaCl 45%
Physics Study Program - FMIPA | Institut Teknologi Bandung

PHYSI S
3. Cairan Hipotonik
 “hipotonik” (hipo, rendah; tonik,
konsentrasi)
maksudnya jika kristaloid mengandung
elektrolit lebih sedikit dari plasma dan
kurang terkonsentrasi.
 Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan
serum (285 mOsmol/L) cairan “ditarik”
dari dalam pembuluh darah keluar ke
jaringan sekitarnya
Physics Study Program - FMIPA | Institut Teknologi Bandung

PHYSI S
 Digunakan pada saat sel mengalami
dehidrasi, misalnya pada pasien
hemodialisis dalam terapi diuretik, juga
pada pasien hiperglikemia dengan
ketoasidosis diabetik

 Contoh larutan kristaloid hipotonis:


Dextrose 5% dalam air, ½ Normal Saline

Physics Study Program - FMIPA | Institut Teknologi Bandung

PHYSI S
Physics Study Program - FMIPA | Institut Teknologi Bandung

PHYSI S
Physics Study Program - FMIPA | Institut Teknologi Bandung

PHYSI S
FUNGSI INFUS NOREPINEPHRIN

Physics Study Program


Faculty of Mathematics and Natural Sciences
Institut Teknologi Bandung
 Norepinephrine merupakan amine endogen
dihasilkan oleh medulla adrenal dan
end terminal of post ganglionic nerve fibers
 Norepinephrine menunjukkan dominasi
aktivitas α adrenergik. Yang
menimbulkan vasokonstriksi hebat pada
arterial dan vena.
 Akibatnya, terjadi peningkatan tahanan
perifer dan tekanan darah sistolik dan
diastolik.
Physics Study Program - FMIPA | Institut Teknologi Bandung

PHYSI S
 Norepinephrine memiliki efek agonis reseptor β2
yang kecil.
Aktivitas β adrenergik yang lemah dapat
membantu mempertahankan cardiac output.
 Pemberian Infus kontinyu 4-16 µg/menit,
digunakan untuk mengatasi hipotensi refrakter.
 Campuran norepinephrine dengan larutan glukosa
5% memberikan derajat keasaman yang cukup
untuk mencegah oksidasi cathecolamine

Physics Study Program - FMIPA | Institut Teknologi Bandung

PHYSI S
 Pemberian norepinephrine intravena menyebabkan
vasokonstriksi hebat pada vaskularisasi skeletal
muscle, hepar, kidney, dan kulit.
 Meskipun terjadi vasokonstriksi yang berlebihan
khususnya sirkulasi hepatosplanchnic dan renal,
namun beberapa penelitian menunjukkan : bahwa
norepinephrine mampu meningkatkan tekanan
darah tanpa menimbulkan penurunan fungsi
organ khususnya bila terjadi penurunan tonus
vaskuler seperti pada syok septik.

Physics Study Program - FMIPA | Institut Teknologi Bandung

PHYSI S
Akibat Norepinephrine
 Vasokonstriksi perifer dapat menurunkan
aliran darah jaringan sehingga terjadi
asidosis metabolik.
 Peningkatan afterload akibat
vasokonstriksi akibat norepinephrine dapat
menambah beban jantung dan
menyebabkan terjadinya gagal jantung,
iskemi miokard, dan oedem pulmonal.

Physics Study Program - FMIPA | Institut Teknologi Bandung

PHYSI S
Daftar Pustaka
Diva, Putu dkk. 2017. Terapi Cairan. Bali: /SMF
Ilmu Anestesi dan Reanimasi

Physics Study Program - FMIPA | Institut Teknologi Bandung

PHYSI S
CVC
CENTRAL VENOUS CATHETER

Elia Eka Saputrie


Annisa Putri Riana
CVC ADALAH?
Sebuah selang digunakan untuk
memberikan cairan atau obat-obatan tanpa
perlu suntikan berulang-ulang. Ini dipasang di
dalam pembuluh darah dekat jantung dan
sebagian selang ini terletak di luar tubuh Anda.
C
V
C
TUJUAN
1. Mengukur tekanan vena sentral, secara tidak langsung juga
untuk mengetahui kecukupan volume intra vaskuler.
2. Memudahkan pemberian obat-obat intra vena terutama
yang mengiritasi pembuluh darah perifer.
3. Pemberian nutrisi parenteral dan cairan dengan
osmolaritas tinggi
4. Memudahkan pemantauan pada pasien dengan syok,
edema paru, tamponade jantung, dan pasca operasi.
MANFAAT CVC
Pemasangan kateter vena sentral paling
bermanfaat untuk pasien yang mengalami
sakit kronis, dirawat dalam waktu lama, dan
memerlukan akses intravena (infus) yang
berulang kali atau secara terus-menerus,
untuk memasukkan cairan, obat, atau nutrisi.
Hal ini karena kateterisasi vena dapat
dipasang untuk waktu yang lebih lama
dibanding pilihan infus lainnya.
INDIKASI
- Syok hipovolemik / hemoragik
- monitor volume cairan tubuh
- monitor tekanan vena sentral
- Antibiotik jangka panjang
- Pereda rasa sakit jangka panjang
- Obat kemoterapi
- Obat yang dapat menyebabkan flebitis apabila dimasukkan pada
vena perifer (termasuk kalsium klorida, salin hipertonik, kalium
klorida, dan vasopresor seperti dopamin dan epinefrin)
- Rehidrasi berlanjut (pemberian cairan)
- Pengambilan darah harus sering dilakukan karena kondisi pasien
- Pengambilan sel induk darah perifer
- Akses vena periferal tidak dapat dilakukan
- Cuci darah dibutuhkan
KONTRAINDIKASI
 Sepsis lokal (semua route)
 Diathesa hemorrhagik atau pengobatan antikoagulan
(vena subclavia & vena jugularis interna)
 Penyakit paru berat (kusus akses ke vena subclavia)
 Aneurysma arteria carotis (kusus akses ke vena
jugularis interna)
PROSEDUR PEMASANGAN
1. Terlentangkan penderita, dengan sedikit-dikitnya kepala turun 15°
untuk menggembungkan pembuluh leher dan untuk mencegah
emboli udara. Bila telah dipastikan tidak ada cedera servikal, maka
kepala penderita dapat diputar menjauhi tempat punksi vena.
2. Bersihkan kulit sekeliling tempat punksi vena dan pasang kain
steril keliling daerah ini. Dalam melakukan prosedur ini harus
menggunakan sarung tangan yang steril.
3. Bila penderitanya sadar, gunakan anestesi lokal ditempat punksi
vena.
4. Gunakan jarum kaliber besar yang disambung kepada suatu
semprit 10 ml, masukkan 0,5 sampai 1 ml air garam (saline), ke
dalam pusat segitiga yang dibentuk oleh kedua caput otot
sternokleidomastoideus dan tulang clavicula (akses melalui vena
jugularis interna).
5. Setelah kulit dipunksi, arahkan sudut jarum keatas, untuk
mencegah jaringan kulit (plug) menyumbat jarum.
PROSEDUR
PEMASANGAN
6. Arahkan jarum keujung bawah (ekor), paralel dengan permukaan
sagital, dengan sudut 30° posterior dengan permukaan depan.
7. Majukan jarum dengan lambat sambil mencabut tutup semprit
dengan perlahan.
8. Kalau tampak aliran darah bebas didalam semprit yang berwarna
agak gelap, cabut semprit dan tutup jarumnya untuk mencegah
emboli udara. Kalau pembuluh belum dimasuki, cabut jarum dan
arahkan jarumnya kembali dengan 5°-10° ke lateral. Catatan: apabila
akses yang dipakai vena femoralis, vena cubiti atau vena subclavia,
maka jarum punksi dimasukkan ke vena cubiti atau vena femoralis
atau vena subclavia. Khusus untuk vena subclavia arah jarum punksi
dari lateral masuk di daerah sulkus deltoideo-pektoralis di bawah
1/3 tengah tulang klavikula ke arah ingulum
9. Masukkan kawat pemandu sambil memantau electrocardiogram
untuk ketidaknormalan irama atau bisa dipakai c-arm x-ray.
PROSEDUR
PEMASANGAN
10. Cabut jarum sambil menahan kawat pemandu dan
majukan kateter melalui kawat pemandu sampai ke vena
cava superior dekat atrium kanan. Sambungkanlah
kateter dengan pipa/ selang infus.
11. Tambatkanlah kateter ke kulit (misalnya dengan jahitan),
berikan salep antiseptik dan tutup dengan kasa steril.
12. Kateter bisa disambung dengan selang monitor tekanan
vena sentral atau botol infus. 13. Dapatkan film dada
untuk mengetahui posisi kateter intravena dan
komplikasi pneumothorax atau hematothorax yang
mungkin terjadi.
PROSEDUR RS
1. DPJP ICU / yang mewakili melakukan penilaian klinis dan
memutuskan untuk dilakukan pemasangan kateter CVC
2. DPJP / yang mewakili dan perawat memberikan informasi dan
penjelasan kepada keluarga pentingnya pemasangan CVC, alasan,
prosedur, dan komplikasi dari pemasangan
3. Jika keluarga menyetujui tindakan tersebut keluarga diminta untuk
menanda tangani formulir persetujuan tindakan ( informed
consent)
4. Radiografer dihubungi untuk memberitahu bahwa akan dilakukan
tindakan pemasangan CVC, kecuali pemasangan CVC dilakukan
pada keadaan emergensi.
5. Perawat PJ pasien menyiapkan pasien dan menjelaskan pada pasien
terkait prosedur tindakan , bila pasien sadar dan kooperatif.
PROSEDUR RS
6. Perawat PJ pasien menyiapkan alat – alat dan fasilitas yang
dibutuhkan untuk tindakan (lihat IK Pemasangan Kateter Vena
Sentral).
7. DPJP / yang mewakili melakukan tindakan pemasangan CVC (lihat
Pemasangan Kateter Vena Sentral).
8. Selama proses pemasangan CVC perawat melakukan observasi tanda –
tanda vital dan status hemodinamik
9. Selesai tindakan DPJP menilai CVP membuat surat permintaan
rontgen thorak , Perawat PJ pasien melakukan monitoring dan
dokumentasi.
10. Setelah 30 menit pemasangan CVC segera dilakukan rontgen thorak
oleh radiografer untuk menilai CVC pada posisi yang tepat , dan
hasilnya diharapkan 30 menit kemudian.
KOMPLIKASI
1. Pneumothorax atau hematothorax
2. Trombosis vena
3. Cedera arteri atau syaraf
4. Fistula arteriovena
5. Chylothorax
6. Infeksi
7. Emboli udara
FFP (Fresh Frozen Plasma)
Plasma beku segar

Oleh:
NOVIA APRILIANAWATI
Kandungan

Plasma

Faktor koagulasi (pembekuan darah)  F VIII


minimal 70% dari kadar plasma segar normal

komplemen
Indikasi
• Perdarahan yg tidak dpt dihentikan dgn bedah
• Peningkatan PTT atau APTT minimal 1,5 kali dr
nilai normal
• Bukan krn Trombositopeni : Hitung trombosit
>
70.000/mm3
• Sirosis hepatis, terapi warfarin
PERLU DI PERHATIKAN
• Reaksi alergi akut dapat terjadi dengan
pemberian cepat
• Jarang terjadi reaksi anafilatik berat
• Hipovolemia bukan suatu indikasi
• Diberikan segera setelah thawing dengan alat
transfusi darah standar
• Faktor koagulasi labil, cepat terdegradasi,
berikan maksimal 30 menit setelah thawing
Dosis
• Untuk mencapai konsentrasi plasma 30% 
pemberian 10-15 ml/kgBB/hari
• Setelah pemberian warfarin : dosis 5-8
ml/kgBB biasanya cukup.
Penyimpanan
• Pada -25°C atau lebih bertahan hingga 1 tahun
• Sebelum digunakan harus di thawing dalam
air 30-37°C di bank darah, suhu yang lebih
tinggi akan merusak faktor pembekuan dan
protein
• Sekali thawing harus disimpan pada suhu +2°C
hingga +6°C
Tujuan transfusi darah pada penderita secara umum :
1. Memperbaiki kemampuan pengangkutan oksigen
(oxygen carrying)
2. Mengembalikan volume cairan darah yang hilang
3. Memperbaiki faal bekuan darah
4. Memperbaiki kemampuan fagositosis dan
menambah sejumlah protein darah
 Komponen ini dibuat dari seorang donor dengan
metode pemutaran melalui Hemonetic-30. Dengan
alat ini darah dari donor dilakukan pemutaran terus-
menerus dan putus , memisahkan dan
mengumpulkan Buffy Coat yang banyak
mengandung granulosit limfosit, dan platelet
kemudian dicampur dengan larutan sitras sebagai
antikoagulan yang akhirnya dilarutkan dalam
plasma.
 Komponen ini terdiri dari darah lengkap
dengan isi seperti sel darah
merah ,plasma dihilangkan 80%,
biasanya tersedia dalam volume 150 ml

 Jumlah granulosit yang dihasilkan


adalah 0,9 – 0,3 x 1010 dalam 400 ml
plasma dengan beberapa sel darah
merah, limfosit dan platelet yang
tercampur di dalamnya.
Indikasi transfusi konsentrat leukosit/granulosit :

1. Penderita neutropenia dengan febris tinggi (>38oC)


(sepsis) yang gagal dengan antibiotik yang adekuat
lebih dari 48 jam dan memiliki kultur darah positif.

2. Aplastik anemia dengan leukosit kurang dari 2000 /


ml

3. Penyakit-penyakit keganasan lainnya

4. Granulositopenia
 Efek pemberian transfusi granulosit tampak dari
penurunan suhu badan penderita dan bukan dari
hitung leukosit penderita, penurunan suhu badan
penderita terjadi pada 1 – 2 jam setelah transfusi.

 Apabila diresepkan berikan dipenhidramin. Berikan


antipiretik, karena komponen ini bisa menyebabkan
demam dan dingin. Untuk pencegahan infeksi,
berikan tranfusi dan disambung dengan antibiotik.
Penularan Penyakit :

HIV, HTLV, CYTOMEGALOVIRUS, HCV, HBV,


Aggregate infection risk.

Transfusion Induced immunosuppression


 Alergi disebabkan karena alergen didalam darah yang
didonorkan ,darah hypersensitif terhadap obat tertentu .
 Anafilaksis disebabkan pemberian protein IgA keresepien
penderita defisiensi IgA yang telah membentuk antibodi
IgA
 Sepsis disebabkan komponendarah yang terkontamonasi
oleh bakteri atau endotoksin.
 Urtikaria disebabkan oleh alergi terhadap produk yang
dapat larut dalam plasma donor.
 Kelebihan sirkulasi disebabkan oleh komponen darah
yang berlebihan atau diberkan terlalu cepat.
 Hiperkalemia disebabkan oleh penyimpanan darah yang
lama sehingga melepaskan kaliom oleh plasma sel.
 Hipotermi disebabkan oleh pemberian komponen darah
yang dingin dengan cepat atau bila darah dingin
diberikan melalui kateter vena sentral.
Read more
at: http://www.medicinestuffs.com/2016
/01/transfusi-darah.html
Copyright © MedStuffs

Anda mungkin juga menyukai