Anda di halaman 1dari 48

Sani Ega Priani, M.Si.

, Apt
 FI IV Th. 1995, hal 17
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung
partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam
fase cair.
 FI IV Th. 1995, hlm 18
Suspensi Oral adalah sediaaan cair mengandung
partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair
dengan bahan pengaroma yang sesuai, dan
ditujukan untuk penggunaan oral
 A pharmaceutical suspension is a coarse dispersion
in which insoluble particles, generally greater than
1 µm in diameter, are dispersed in a liquid medium,
usually aqueous (Aulton)
 Membuat sediaan farmasi mengandung zat aktif yang sukar
larut dalam air yang dapat digunakan untuk pasien yang sulit
menelan obat (tablet) seperti kelompok pediatrik (anak-
anak)

 Menyediakan bentuk sediaan yang sudah berada dalam


bentuk terdispersi (bukan sediaan solid) ketika masuk ke
saluran cerna contohnya senyawa untuk menyerap racun
(kaolin dan pektin) atau antasida (magnesium karbonat)
 Baik digunakan untuk pasien yang sukar
menerima tablet / kapsul, terutama anak-
anak.
 Lebih mudah diabsorpsi daripada tablet /
kapsul (karena luas permukaan kontak antara
zat aktif dan saluran cerna meningkat).
 Dapat menutupi rasa tidak enak / pahit obat
(dari larut / tidaknya)
 Mengurangi penguraian zat aktif yang tidak
stabil dalam air (karena kondisi tidak larut)
 Sediaan suspensi memiliki kestabilan fisik
yang rendah karena dapat terjadi
pengendapan baik yang dapat didipersikan
kembali ataupun tidak (caking) 
mengganggu keakuratan dosis
 Sediaan heterogen sehingga harus dikocok
dahulu untuk menjamin keakuratan dosis
 Seperti sediaan likuid lainnya bersifat
voluminous dan tidak praktis dalam
penyimpanan dan distribusi
1. Suspensi harus tetap homogen pada suatu perioda,
paling tidak pada perioda antara pengocokan dan
penuangan sesuai dosis yang dikehendaki.
2. Pengendapan yang terjadi pada saat penyimpanan
harus mudah didispersikan kembali pada saat
pengocokan.
3. Suspensi harus cukup kental untuk mengurangi
kecepatan pengendapan partikel yang terdispersi.
Tetapi tidak boleh terlalu kental sehingga dengan
mudah dituang dari wadah.
4. Ukuran partikel suspensi harus kecil dan seragam
sehingga memberikan penampilan fisik yang baik
dan tidak kasar.
1. FI IV, 1995
 Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara intravena
 Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan dengan cara
tertentu harus mengandung zat antimikroba.
 Suspensi harus dikocok sebelum digunakan
 Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat.

2. FI III, 1979
 Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap
 Jika dikocok, harus segera terdispersi kembali
 Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin
stabilitas suspensi
 Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan
mudah dikocok dan dituang.
 Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga
ukuran partikel dari suspensoid tetap agak konstan untuk
yang lama pada penyimpanan.
1. Suspensi oral,
sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan
pengaroma yang sesuai dan ditujukan untuk penggunaan oral. Baik untuk pasien yang tidak
mampu menelan obat dan mengurasi rasa yang tidak enak karena tidak larut.
2. Suspensi topikal,
sediaan cair mengandung partikel-partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair yang
ditujukan untuk penggunaan kulit. Contoh. Suspensi kalamin
3. Suspensi parenteral
Umumnya digunakan intramuskular . Bentuk suspensi dapat mengontrol kecepatan absorbsi
obat dengan mengatur ukuran partikel dan pembawa yang digunakan
3. Suspensi tetes telinga,
sediaan cair mengandung partikel-partikel halus yang ditujukan untuk diteteskan pada telinga
bagian luar.
4. Suspensi optalmik,
sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel yang terdispersi dalam cairan pembawa
untuk pemakaian pada mata.
Syarat suspensi optalmik :
 Obat dalam suspensi harus dalam bentuk termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi dan
atau goresan pada kornea.
 Suspensi obat mata tidak boleh digunakan bila terjadi massa yang mengeras atau
penggumpalan.
Pada suspensi zat aktif Karena pengaruh gravitasi
tidak larut dalam maka akan terjadi
pembawa pengendapan/sedimentasi
d2 ( ρ1 – ρ2 )g
Hukum Stoke’s : V = 
18 η
 V =Kecepatan sedimentasi
 d = diameter partikel
 ( ρ1 – ρ2 ) = perbedaan berat jenis
 η=viskositas
MENGONTROL KECEPATAN SEDIMENTASI
 Memperkecil ukuran partikel
 Memperbesar viskositas dengan menambah
suspending agent.
 Memperkecil perbedaan berat jenis antara fase
terdispersi dan fase pendispersi dapat dilakukan
dengan meningkatkan BJ medium. Contoh
dengan menggunakan sorbitol atau sukrosa
Tahap formulasi suspensi :
1. Dispersi partikel padat dalacm air
2. Stabilisasi partikel padat di dalam fasa
pendispersi
 Pengontrolan ukuran partikel
 Pembasahan partikel
 Pengontrolan Flokulasi /Deflokulasi
 Pengontrolan Viskositas dan Rheologi
 Suspensi yang baik memiliki ukuran partikel
yang kecil (<5 µm) sehingga
 kecepatan sedimentasi rendah
 memperbaiki tekstur suspensi
 Mengingkatkan kecepatan disolusi  memperbaiki
ketersediaan hayati

14
 Beberapa senyawa memiliki sifat hidrof0bisitas
yang tinggi sehingga sulit dibasahi oleh air  harus
ditambahkan zat pembasah (wetting agent)
 Zat pembasah dibagi 2 kelompok:
 Surfaktan : Surfaktan menurunkan tegangan permukaan /
menurunkan sudut kontak membuat zat aktif mudah
dibasahi Contoh : Tween 80
 Humektan : Menghilangkan lapisan udara disekitar zat
padat dan membuat zat mudah dibasahi umumnya berupa
pelarut organik seperti alkohol, gliserin, dan propilenglikol
DEFLOKULASI FLOKULASI
 Jika energi tolak-menolak antara  Flokulasi terjadi apabila gaya
partikel tersuspensi tinggi (akibat
potensial zeta terlalu tinggi atau tolak menolak antar partikel
terlalu kecil) maka partikel tidak akan relatif kecil sehingga partikel
menggumpal (berkelompok) cenderung untuk mendekat dan
 Kecepatan pengandapan lambat
karena tidak dalam bentuk kelompok
menggumpal dengan jarak yang
 Bila partikel mengendap secara cukup untuk membuat flokulat
sempurna maka partikel-partikel yang renggang
tersebut membantuk susunan yang  Partikel yang terflokulasi akan
tertutup dengan partikel kecil mengisi
ruang-ruang dari partikel besar. mengendap dengan cepat
Sehingga lama-lama menjadi masa tetapi, karena ikatan antar
yang kompak (caking) dan tidak dapat partikel lemah menjadi mudah
dikembalikan dengan pengocokan.
untuk didispersikan kembali
 Pada suatu antar muka pada
tan akan muncul lapisan
listrik ganda
 Potensial nernst perbedaan
potensial antara permukaan
sesungguhnya dengan daerah
netral listrik
 Potensial zeta (ζ) adalah
perbedaan potensial antara
lapisan yang terikat kuat
dengan daerah netral listrik
 Harga potensial zeta penting untuk dipelajari
pada dunia farmasi terutama berkaitan
dengan pembuatan sediaan dispersi kasar
(suspensi)
 Nilai potensial zeta yang paling ideal adalah
25 mv (tidak terlalu kecil dan tidak terlalu
besar sehingga gaya tolak menolak antar
partikel tidak tinggi dan mencegah
deflokulasi)
CAKING DIAGRAM OF BISMUTH SUBNITRATE SUSPENSION

100
+ + + - + - - - -
+ + + + - -
Zeta Potensial

+ + + - + - - -
-
Caking zone Non caking zone Caking zone

Kurva Vu / Vo
(+)
ZETA POTENTIAL CURVE

(-)

50 caked not caked caked


KH2PO4
Pendekatan formulasi

22
Untuk memperlambat
Suspensi dibuat sistem
pengendapan sediaan
terflokasi dengan
(terflokulasi) ditambahkan
penambahan floculating
zat peningkat viskositas
agent
(suspending agent)

PENINGKATAN VISKOSITAS AKAN MEMPERLAMBAT KECEPATAN


PENGENDAPAN  HUKUM STOKES
Suspensi idealnya:
 Memiliki viskositas yang tinggi ketika
disimpan sehingga menghambat proses
sedimentasi
 Terjadi penurunan viskositas ketika diberi
gaya (dikocok) sehingga memudahkan untuk
dituangkan dari botol/dioleskan ke
kulit/melewati jarum suntik
PSEUDOPLASTIS TIKSOTROPIK

 Viskositas menurun ketika  Viskositas menurun ketika


diberi gaya (shearing diberi gaya (shearing
stress) stress)
 Termasuk aliran non  Termasuk aliran non
newton tidak dipengaruhi newton dipengaruhi waktu
waktu  Butuh waktu untuk kembali
 Setelah gaya dihilangkan ke kondisi awal
segera kembali ke keadaan
semula (viskositas awal)
 Larutan air suatu suspensi sebenarnya merupakan
larutan jenuh. Bila terjadi perubahan suhu dapat
terjadi pertumbuhan kristal. Ini dapat dihalangi
dengan penambahan surfaktan.
 Adanya polimorfisme dapat mempercepat
pertumbuhan kristal.
 Hal-hal yang memicu terbentuknya kristal
 keadaan super jenuh
 pendinginan yang ekstrim dan pengadukan yang cepat
 sifat aliran pelarut yang dapat mengkristalkan zat aktif,
dalam ukuran dan bentuk yang bervariasi
 keberadaan cosolutes, cosolvent, dan absorbent
 kondisi saat proses pembuatan.
 Zat aktif
 Bahan tambahan :
 bahan pensuspensi (suspending agent)
 floculating agent
 bahan pembasah (wetting agent)
 dapar atau pengatur pH
 antioksidan
 pengawet
 Pemanis
 Pewarna
 pewangi
 Bahan pembawa : air, sirup, dll
 Fungsi : Memperlambat pengendapan, mencegah
penurunan partikel

 Cara Kerja :
 meningkatkan kekentalan/viskositas

 Faktor pemilihan suspending agent :


 Penggunaan bahan (oral / topikal)
 Komposisi kimia
 Stabilitas pembawa dan waktu hidup produk (shelf life)
 Produk, sumber, inkompatibilitas dari suspending agent.
1. Golongan Polisakarida
ex : Acacia gum, tragakan, alginat starc
2. Golongan selulosa larut
ex : Metil selulosa, hidroksi etilselulosa, Na-
CMC, avicel
3. Golongan tanah liat (Clays)
ex : Bentonit, alumunium magnesium silikat,
hectocrite, veegum
4. Golongan sintetik
ex : Carbomer (carboxyvinyl polymer),
Carboxypolymethylene, Colloidal silicon dioxide.
 Floculating agent adalah bahan yang dapat
menyebabkan suatu partikel berhubungan
secara bersama membentuk suatu agregat
atau floc.
 Floculating agent dapat menyebabkan suatu
suspensi cepat mengendap tetapi mudah
diredispersi kembali  terbentuk system
terflokulasi
1. Surfaktan
 Surfaktan ionik dan nonionik dapat digunakan sebagai floculating agent.
 Konsentrasi yang digunakan berkisar 0.001 sampai 1%b/v.
 Surfaktan nonionik lebih disukai karena secara kimia lebih kompatibel dengan bahan-bahan
dalam formula yang lain.
 Konsentrasi yang tinggi dan surfaktan dapat menghasilkan rasa yang buruk, busa dan caking.

2. Polimer hidrofilik
 Senyawa-senyawa ini memiliki bobot molekul tinggi dengan rantai karbon panjang termasuk
beberapa bahan yang pada konsentrasi besar berperan sebagai suspending agent

3. Clay
 Clay pada konsentrasi sama dengan atau lebih besar dari 0.1% dilaporkan dapat berperan
sebagai floculating agent pada pembuatan obat yang disuspensikan dalam sorbitol atau basis
sirup.
 Bentonite digunakan sebagai floculating agent pada pembuatan suspensi bismut subnitrat
pada konsentrasi 1.7%.

4. Elektrolit
 Penambahan elektrolit anorganik pada suspensi dapat menurunkan potensial zeta partikel
yang terdispersi dan menyebabkan flokulasi.
 Elektrolit sebagai flokulating agent jarang digunakan di indusri
Bahan Tipe Muatan ion
Natrium lauril sulfat Surfaktan Anion
Dokusat natrium Anion
Benzalkonium klorida Kation
Cetylpiridinum klorida Kation
Polisorbat 80 Non-ionik
Sorbitan monolaurat Non-ionik
CMC-Na Polimer hidrofil Anion
Xantan gum Anion
Tragakan Anion
Metil selulosa Non-ionik
PEG Non-ionik
Magnesium aluminium Clay Anion
Silikat
Attapulgit Anion
Bentonit Anion
Kalium dihidrogen fosfat Elektrolit Anion
AlCl3
NaCl Anionik/kationik
Tahap pembuatan suspensi cair

1. Timbang zat aktif dan eksipien dalam formula

2. Tahap pembasahan serbuk terdispersi

3. Masukkan ke dalam larutan pendispersi, aduk homogen

4. Tambahkan eksipien dalam keadaan terlarut dalam volume


tertentu

5. Adkan volume sampai volume yang dibuat

6. Optimasi proses : Waktu dan kecepatan pengadukan,


penambahan pembasah, ukuran partikel terdispersi, metode
pengembangan bahan pensuspensi
35
 FI IV :
Suspensi dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu suspensi
yang siap digunakan atau yang dikonstitusikan
dengan sejumlah air untuk injeksi atau pelarut lain
yang sesuai sebelum digunakan.
 Umumnya, suatu sediaan suspensi kering
dibuat karena stabilitas zat aktif di dalam
pelarut air terbatas, baik stabilitas kimia atau
stabilitas fisik.
 Umumnya antibiotik mempunyai stabilitas
yang terbatas di dalam pelarut air.
 Campuran serbuk/granul haruslah merupakan
campuran yang homogen, sehingga konsentrasi/dosis
tetap untuk setiap pemberian obat.
 Selama rekonstitusi campuran serbuk harus
terdispersi secara cepat dan sempurna dalam medium
pembawa.
 Suspensi yang sudah direkonstitusi harus dengan
mudah didispersikan kembali dan dituang oleh pasien
untuk memperoleh dosis yang tepat dan serba sama.
 Produk akhir haruslah menunjukkan penampilan,
rasa, dan aroma yang menarik.
 Untuk zat aktif yang tidak stabil dalam
pembawa air, kestabilan zat aktif dapat
dipertahankan karena kontak zat padat
dengan medium pendispersi dapat
dipersingkat dengan mendispersikan zat
padat dalam medium pendispersi pada saat
akan digunakan.
1. Suspensi rekonstitusi yang berupa campuran
serbuk
 Formulasi berupa campuran serbuk merupakan
cara yang paling mudah dan sederhana.
 Proses pencampuran dilakukan secara bertahap
apabila ada bahan berkhasiat dalam komponen
yang berada dalam jumlah kecil.
 Penting untuk diperhatikan, alat pencampur
untuk mendapatkan campuran yang homogen.
2. Suspensi rekonstitusi yang digranulasi
 Pembuatan dengan cara digranulasi terutama
ditujukan untuk memperbaiki sifat aliran serbuk
dan pengisian dan mengurangi volume sediaan
yang voluminous dalam wadah.
 Dengan cara granulasi ini, zat aktif dan bahan-
bahan lain dalam keadaan kering dicampur
sebelum diinkorporasi atau disuspensikan dalam
cairan penggranulasi.
 Penambahan pengikat diperlukan bila dipilih
metode granulasi
3. Suspensi rekonstitusi yang merupakan
campuran antara granul dan serbuk
 Pada cara ini komponen yang peka terhadap
panas seperti zat aktif yang tidak stabil
terhadap panas atau flavor dapat
ditambahkan sesudah pengeringan granul
untuk mencegah pengaruh panas.
 Pada tahap awal dibuat granul dari beberapa
komponen, kemudian dicampur dengan
serbuk (fines).
Titik kritis pembuatan suspensi rekonstitusi

1. Bahan pensuspensi mudah dikembangkan

2. Proses pencampuran serbuk

3. Proses penambahan bahan pewarna, odoris

4. Kadar air granul atau serbuk

5. Pemilihan metode pencampuran kering

44
PERHITUNGAN BERAT GRANUL SUSPENSI
REKONSTITUSI
1. TEORITIS
Diketahui : kadar zat aktif 150 mg/5 ml suspensi
Didalam 60 ml = 60/5 x 150 mg = 1800 mg = 1,8 gram
Berat granul = Berat zat aktif + eksipien
= 1,8 gram + 3,2 gram (MISAL) =5 gram setiap 60 ml suspensi
Dibuat 20 botol : 20 x 5 gram = 100 gram

2. PEMBUATAN
Berat granul yang didapat = 90 gram
Kadar air, mis : 2 %

0,98 x 90 gram x 20 botol


Jumlah botol =  = 17,64 botol
100
Berat granul per botol : 90/17,64 =5,102 gram
atau dihitung dengan cara = 100/98 x 5 gram = 5,102 gram
45
Proses pembuatan suspensi rekonstitusi

Type Kebaikan Kekurangan


Pencampuran ekonomis, Problem pemisahan
serbuk kemungkinan tidak dan kehilangan obat
stabil kecil
Produk granulasi penampilan : sifat Ongkos produksi lebih
aliran, pemisahan tinggi karena : adanya
kecil, debu yang terjadi enersi panas dan
sedikit penambahan larutan
penggranul dalam zat
aktif dan eksipient
Kombinasi serbuk Ongkos produksi lebih
dan granul kecil, menggunakan
bahan termolabil

46
 A. Evaluasi Fisika
 Distribusi ukuran partikel
 Homogenitas
 Volume sedimentasi dan kemampuan redispersi
 Bj sediaan
 Sifat alir dan viskositas Viskosimeter Brookfield
 Volume terpindahkan
 Penetapan pH
 Kadar air (hanya untuk suspensi kering )
 Penetapan waktu rekonstitusi ( hanya untuk suspensi
kering )
 B. Evaluasi Kimia
 Keseragaman sediaan
 Penetapan kadar
 Penetapan kapasitas penetralan asam (KPA) hanya
untuk sediaan suspensi antasida
 C. Evaluasi Biologi
 Uji potensi antibiotik secara mikrobiologi (kalau
antibiotik)
 Uji batas mikroba (untuk suspensi antasida)
 Uji efektivitas pengawet antimikroba

Anda mungkin juga menyukai