Anda di halaman 1dari 12

Farmasi forensik

Kel 1 :
1. Eka Ayutya Fatmawati (1400023027)
2. Mamay Marlina (1400023087)
3. Asyfiatun Nafsiyah (1500023005)
4. Irawati (1500023035)
5. Melindah Ayu Putriana (1500023040)
opium
• Opium mengandung lebih dari 20 alkaloid opioids.
Morphine, meperidine, fentanyl, sufentanil,
alfentanil dan remifentanil merupakan gol opioid
yang sering dgunakan dalam general anastesi. Efek
utamanya adalah analgetik.
• Mekanisme kerja : opioid berikatan pada reseptor
spesifik yang terletak pada sistem saraf pusat dan
jaringan lain. Aktivasi reseptor opiat menghambat
presinaptik dan respon postsinaptik terhadap
neurotransmiter ekstatori ( seperti asetilkolin) dari
neuron nonsiseptik.
farmakokinetik
Absorbsi : Cepat dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan
meperidin intramuskuler, dgn puncak level plasma setelah 20-60 menit.
Fentanil sitrat transmukosal oral merupakan metode efektif
menghasilkan analgesia dan sedasi dengan onset cepat 10 menit. Pada
anak-anak 15-20 µg/Kg, dan dewasa 200-800 µg.
Distribusi : waktu paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit).
Kelarutan lemak yg rendah dan morfin memperlambat laju melewati
sawar darah otak, sehingga onset kerja lambat dan durasi kerja jg lebih
panjang. Sebaliknya fentanil dan sufentanil onsetnya cepat dan durasi
singkat setelah injeksi bolus.
Metabolisme : sangat tergantung pada biotransformasi dihepar, aliran
darah hepar. Produk akhir berupa bentuk yang tidak tidak aktif.
Ekskresi : Eliminasi terutama oleh metabolisme hati, kurang lebih 10%
melewati biller dan tergantung pada aliran darah hepar. 5-10 % opioid
diekskresikan lewat urine dalam bentuk metabolit aktif, remifentanil
dimetabolisme oleh sirkulasi darah dan otot polos esterase.
Farmakodinamik

sistem kardiovaskuler : Tidak mengalami perubahan baik


kontraktilitas otot jantung maupun tonus otot pembuluh darah. Tahan
pembuluh darah biasanya akan menurun karena terjadi penurunan
aliran simpatis medulla, tahanan sistemik juga menurun hebat pada
pemberian meperidin atau morfin karena adanya pelepasan histamin.
Sistem pernafasan : dapat menyebabkan penekanan pusat nafas,
ditandai dengan penurunan frekuensi nafas, dengan jumlah vol tidal yg
menurun. Opioid bisa merangsang refleks batuk pada dosis tertentu .
Sistem gastrointestinal : opioid menyebabkan penurunan peristaltik
sehingga pengosongan lambung juga terhambat.
Endokrin : fentanil mampun menekan respon sistem hormonal dan
metabolik akibat stress aneshesia dan pembedahan, sehingga kadar
hormon katabolik dalam darah relatif stabil.
Dosis dan pemberian

Premedikasi petidin diberikan I.M dengan dosis 1 mg/KgBB


atau intravena 0,5 mg/KgBB, sedangkan morfin seperpuluh
dari petidin dan fentanil sepersepuluh dari petidin.
Heroin
Heroin disintesis dari morfin atau kodein dan mempunyai efek
analgetik yg lebih kuat dibandingkan morfin atau kodei.
Senyawa :

Mekanisme kerja : Opioid agonis menimbulkan analgesia akibat


berikatan dengan reseptor spesifik yang berlokasi diotak dan medula
spinalis, sehingga mempengaruhi transmisi dan modulasi nyeri. Terdapat
3 jenis reseptor yg spesifik, yaitu reseptor µ (mu), d (delta), dan k
(kappa). Ketiga jenis reseptor ini berhubungan dengan protein G dan
berpasangan dengan adenilsiklase menyebabkan penurunan formasi
siklik AMP sehingga aktivitas pelepasan neurotransmiter terhambat.
Efek
1. Pada dosis normal yaitu perasaan enak dan
bahagia(euphoria) yg dapat timbul pada pemakaian 3-
4kali dosis yg sesuai, menghilangkan nyeri (analgesik),dan
merangsang sistem parasimpatik(kolinergik) sehingga
menimbulkan depresi pernafasan, denyut jantung
melemah, hipotensi, menekan libido, pupil mengecil,
mual, muntah, konstipasi.
2. Dosis tinggi : meningkatkan intensitas efek yg timbul pd
dosis normal dan disertai dgn ketidakmampuan
berkonsentrasi, tidur yg dalam, pernafasan yg dalam dan
lambat, gatal, berkeringat, jumlah iar seni meningkat.
3. Kelebihan dosis menyebabkan terjadinya penurunan suhu
tubuh dan denyut jantung yg tidak teratur bahkan
kematian dikarenakan depresi pernafasan.
Farmakokinetik
Absorspsi : Heroin diabsorspsi dengan baik disubkutan, intramuskular dan
permukaan mukosa hidung atau mulut.
Distribusi : Heroin dengan cepat masuk kedalam darah dan menuju kedalam
jaringan. Konsentrasi heroin tinggi di paru-paru, hepar, ginjal dan limpa,
sedangkan didalam otot skelet konsentrasinya rendah , konsentrasi diotak
relatif rendah dibandingkan organ lainnya akibat sawar darah otak. Heroin
menembus sawar darah otak lebih mudah dan cepat dibandingkan dengan
morfin.
Metabolisme : Heroin didalam otak cepat mengalami hidrolisa menjadi
monoasetilmorfin dan akhirnya menjadi morfin 6-glukoronid yang berefek
analgesik lebih kuat dibandingkan morfin sendiri. Akumulasi obat terjadi pada
pasien gagal ginjal.
Ekskresi : Heroin / morfin terutama diekskresi melalui urine
(ginjal). 90% diekskresikan dalam 24 jam pertama, meskipun masih
dapat ditemukan dalam urine 48 jam heroin didalam tubuh diubah
menjadi morfin dan diekskresikan sebagai morfi.
Ganja
Ganja digunakan sendiri dengan, mengendus dengan hidung, merokok
dan suntikan intra vena. Merokok , alur utama dari pemberian ganja
menyediakan jalan yg cepat dan efisien dari pengiriman obat dari paru-
paru ke otak, selanjutnya obat langsung kesusunan saraf pusat (SSP).
Efek puncak terjadinya setalah 15-20 menit sehabis mengendus ganja
dan menurun setelah 1-1,5 jam. Efek yang cepat tetapi berjangka
waktu pendek diperoleh setelah suntikan intravena ganja atau merokok
bentuk basa bebas (crack). Karena terjadinya efek sangat cepat,
kemungkinan takar lajak dan ketergantungan paling besar dengan
suntikan intravena dan menghisap crack. Absorpsi dilakukan dari segala
tempat termasuk selaput lendir. Pada pemberian oral tidak efektif
karena didalam usus sebagian besar mengalami hidrolisis . Sebagian
mengalami detoksikasi dihati dan sebagian kecil diekresi bersama urine
dalam bentuk utuh. Diperkirakan hati dapat melakukan detoksikasi
ganja sebanyak 1 dosis letal minimal dalam waktu 1 jam. Detoksikasi
ganja tidak secepat detoksikasi anestesi lokal sintetik
Farmakokinetik
• 1. Absorpsi
a) Merokok : bioavaibilitas setelah merokok dilaporkan sebanyak 2-5%, karena bagian dari
variabilitas inter-subjek dalam dinamika merokok, yang memberikan konstribusi terhada
ketidakpastian dalam pemberian dosis. Jumlah, durasi, lamanya tiupan, waktu menahan, dan
vol inhalasi, atau topporafi merokok, berpengaruh besar trhadappaparan obat. Ekspetasi dari
apa yang diberikan ganja tersebut juga dapat mempengaruhi dinamik merokok.
b) Oral : bioavaibilitas yang rendah yaitu 4-20% (dibandingkan dengan pemberian secara
intravena), termasuk ppaparan yang berubah-rubah, degradasi obat didalam perut, dan
metabolisme eleminasi dari 11-OH-THC yang aktif dan metabolit inaktif didalam hati.
c) Rektal : bioavaibilitas dari cara pemberian rektal kira-kira dua kali dari jalan pemberian oral
dikarenakan absopsi yang tinggi dan first-pass metabolisme yang lebih rendah.
Farmakodinamik
• Ganja digunakan sendiri dengan cara mengendus dengan hidung, merokok dan suntikan intra
vena. Merokok, alur utama dari pemberian ganja menyediakan jalan yang cepat dan efesien
dari pengiriman dari paru-paru ke otak, selanjutnya obat langsung kesusunan saraf pusat
(SSP). Efek puncak terjadinya setelah 15-20 menit sehabis mengendus ganja dan menurun
setelah 1-1,5 jam. Efek yang cepat tetapi berjangka waktu pendek diperoleh setelah suntikan
intravena ganja atau merokok bentuk basa bebas (crack). Karena terjadinya sangat cepat,
kemungkinan takar jalak dan ketergantungan paling besar dengan suntikan intravena dan
menghisap crack. Absorpsi dilakukan dari segala tempat termasuk selaput lender. Pada
pemberian oral tidak efektif karena di dalam usus sebagian besar mengalami hidrolisis.
Sebagian mengalami detoksikasi dihati dan sebagian keci diekskresi Bersama urine dalam
bentuk utuh. Diperkirakan hati dapat melakukan detoksikasi ganja sebanyak 1 dosis letal
minimal dalam waktu 1 jam. Detoksikasi ganja tidak secepat detoksikasi anestesi lokal
sintetik.

Anda mungkin juga menyukai