Anda di halaman 1dari 36

ASKEP GLAUKOMA, PENDIDIKAN KESEHATAN,

HASIL PENELITIAN, FUNGSI ADVOCACY DIIT


DAN PROSEDUR TETES MATA

Meri Pekei
Nikodemus Trisanto Milano W
Resa Apreliya
Rika Putri
Riska Vriana
Septi Kristina H
Theodolia Serli De e
Verenika Okcitasinara Hermanto
Ivana Cindy Iranda
DEFINISI GLAUKOMA
Glaukoma adalah gangguan penglihatan yang
disebabkan oleh meningkatnya tekanan bola mata.
Meningkatnya tekanan di dalam bola mata ini
disebabkan oleh ketidak-seimbangan antara produksi
cairan dan pembuangan cairan dalam jaringan saraf
halus yang ada di retina dan di belakang bola mata.
(Sidarta Ilyas, 2010)
Kelainan mata glaukoma ditandai dengan
meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil saraf
optik, dan menciutnya lapang pandang. Penyakit
yang ditandai dengan peninggian tekanan
intraokular ini, disebabkan :
1. Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan
siliar
2. Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah
sudut bilik mata atau di celah pupil
Klasifikasi Glaukoma
1. Glaukoma Primer (Primary Glaucoma)
Glaukoma dengan etiologi tidak pasti, dimana tidak
didapatkan kelainan yang merupakan penyebab
glaukoma. Glaukoma ini didapatkan pada orang
yang telah memiliki bakat bawaan glaukoma.
Seperti :
1. Bakat dapat berupa gangguan fasilitas
pengeluaran cairan mata atau susunan anatomis
baik mata yang menyempit
2. Mungkin disebabkan kelainan pertumbuhan pada
sudut bilik mata depan (goniodisgenesis), berupa
trabekulodisgenesis, iridodisgenesis dan
korneodisgenesis dan yang paling sering berupa
trabekulodisgenesis dan goniodisgenesis
Glaukoma primer bersifat bilateral, yang tidak selalu
simetris dengan sudut bilik mata terbuka ataupun
tertutup, pengelompokan ini berguna untuk
pentalaksanaan dan penelitian. Untuk setiap glaukoma
diperlukan pemeriksaan gonioskopi. Glaukoma primer
terbagi menjadi 2 yaitu :
1. Glaukoma Sudut Terbuka
Merupakan sebagian besar dari glaukoma ( 90-95% ) ,
yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan
kelainan berkembang secara lambat. Disebut sudut
terbuka karena humor aqueousmempunyai pintu terbuka
ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh
perubahan degeneratif jaringan trabekular, saluran
schleem, dan saluran yg berdekatan. Perubahan saraf
optik juga dapat terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada,
kelainan diagnose dengan peningkatan TIO dan sudut
ruang anterior normal. Peningkatan tekanan dapat
dihubungkan dengan nyeri mata yang timbul.
2. Glaukoma Sudut Tertutup (Sudut Sempit)
Disebut sudut tertutup karena ruang anterior
secara anatomis menyempit sehingga iris terdorong
ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan
menghambat humor aqueous mengalir ke saluran
schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat karena
peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan di
ruang posterior atau lensa yang mengeras karena
usia tua. Gejala yang timbul dari penutupan yang
tiba- tiba dan meningkatnya TIO, dapat berupa
nyeri mata yang berat, penglihatan yang kabur dan
terlihat hal. Penempelan iris menyebabkan dilatasi
pupil, bila tidak segera ditangani akan terjadi
kebutaan dan nyeri yang hebat.
2. Glaukoma Sekunder (Secondary Glaucoma)
Glaukoma Sekunder disebabkan oleh kondisi lain
seperti katarak, diabetes, trauma, arthritis maupun
operasi mata sebelumnya. Obat tetes mata atau
tablet yang mengandung steroid juga dapat
meningkatkan tekanan pada mata. Karena itu
tekanan pada mata harus diukur teratur bila
sedang menggunakan obat-obatan tersebut.
Glaukoma sekunder dapat dipengaruhi dari :
 perubahan lensa
 kelainan uvea
 trauma
 bedah
 rubeosis
 steroid dan lainnya
3. Glaukoma Kongenital (Congenital Glaucoma)
Glaukoma Kongenital ditemukan pada saat kelahiran
atau segera setelah kelahiran, biasanya disebabkan
oleh sistem saluran pembuangan cairan di dalam
mata tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya tekanan
bola mata meningkat terus dan menyebabkan
pembesaran mata bayi, bagian depan mata berair dan
berkabut dan peka terhadap cahaya. Glaukoma
congenital terbagi 2 yaitu :
1. primer atau infantile
2. menyertai kelainan kongenital lainnya
4. Glaukoma Absolut
Merupakan stadium akhir glaukoma (sempit/terbuka)
dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan
bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut.Pada
glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata
dangkal, papil atrofi dengan eksvasi glaukomatosa,
mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit.

Dari pembagian di atas dapat dikenal glukoma dalam


bentuk-bentuk :
1. Glaukoma sudut sempit primer dan sekunder,
(dengan blokade pupil atau tanpa blckade pupil)
2. Glaukoma sudut terbuka primer dan sekunder.
3. Kelainan pertumbuhan. primer (kongenial, infantil
juvenil) sekunder kelainan pertumbuhan lain pada
mata
5. Glaukoma Simpleks
Glaukoma simpleks adalah glaukoma yang penyebabnya
tidak diketahui. Merupakan suatu glaukoma primer
yang ditandai dengan sudut bilik mata terbuka.
Glaukoma simpleks ini diagnosisnya dibuat bila
ditemukan glaukoma pada kedua mata pada
pemeriksaan pertama, tanpa ditemukan kelainan yang
dapat merupakan penyebab.
Pada umumnya glaukoma simpleks ditemukan pada
usia lebih dari 40 tahun., walaupun penyakit ini
kadang-kadang ditemukan pada usia muda. Diduga
glaukoma simpleks diturunkan secara dominan atau
resesif pada kira-kira 50% penderita, secara genetik
penderitanya adalah homozigot. Terdapat pada 99%
penderita glaukoma primer dengan hambatan
pengeluaran caioran mata (akuos humor) pada jalinan
trabekulum dan kanal Schlemm. Terdapat faktor risiko
pada seseorang untuk mendapatkan glaukoma seperti
diabetes melitus, dan hipertensi, kulit berwarna dan
miopia.
Bila diagnosis sudah dibuat maka penderita sudah
harus memakai obat seumur hidup untuk mencegah
kebutaan. Tujuan pengobatan pada glaukoma
simoleks adalah untuk memperlancar pengeluaran
cairan mata (akuos humor) atau usaha untuk
mengurangi produksi cairan mata (akuos humor).
Diberikan pilokarpin tetes mata 1-4% dan bila perlu
dapat ditambah dengan asetaxonlamid 3 kali satu
hari. Bila dengan pengobatan tekanan bola mata
masih belum terkontrol atau kerusakan papil saraf
optik berjalan terus disertai dengan penciutan kampus
progesif maka dilakukan [embedahan.
Pengobatan glaukoma simpleks:
Bila tekanan 21 mmHg, sebaiknya dikontrol rasio C/D,
periksa lapang pandangan sentral, ditemukan titik
buta yang meluas dan skotoma sekitar titik fiksasi.
Bila tensi 24-30 mmHg, kontrol lebih ketat dan
dilakukan pemeriksaan di atas bila masih dalam
batas-batas normal mungkin suatu hipertensi okuli.
Bila sudah dibuat diagnosis glaukoma dimana
tekanan mata diatas 21 mmHg dan terdapat
kelainan pada lapang pandangan dan papil maka
berikan pilokarpin 2% 3 kali sehari. Bila pada
kontrol tidak terdapat perbaikan, ditambahkan
timolol 0,25% 1-2 dd sampai 0,5%, asetazolamida 3
kali 250 mg atau epinefrin 1-2%, 2 dd. Obat ini
dapat diberikan dalam bentuk kombinasi untuk
mendapatkan hasil yang efektif.
Bila pengobatan tidak berhasil maka dilakukan
tubekulektomi laser atau pembedahan
trabekulektomi. Prognosis sangat tergantung pada
penemuan dan pengobatan dini. Pembedahan tidak
seluruhnya menjamin kesembuhan mata.
Tindakan pembedahan merupakan tindakan untuk
membuat filtrasi cairan mata (akuos humor) keluar
bilik mata dengan operasi Scheie, trabekulektomi
dan iridenkleisis.
MANIFESTASI KLINIS
1. Sebagian besar pasien tidak menyadari bahwa
mereka mengalami penyakit sampai mereka
mengalarmi perubahan visual dan penurunan
pandangan
2. Gejala dapat mencakup pandangan kabur atau
"halo di sekitar cahaya, kesulitan memfokuskan
penglihatan, kesulitan menyesuaikan mata
dalam cahaya redup. kehilangan penglihatan
perifer, rasa sakit atau ketidaknyamanan di
sekitar mata, dan sakit kepala.
3. Pucat dan cekungnya lempeng/diskus saraf ,
ketika kerusakan saraf optik bertambah parah,
persepsi visual di area tersebut menghilang.
Tanda dan Gejala

 Mata terasa sangat sakit. Rasa sakit ini mengenai sekitar


mata dan daerah belakang kepala.
 Akibat rasa sakit yang berat terdapat gejala gastrointestinal
berupa mual dan muntah, kadang-kadang dapat mengaburkan
gejala glaukoma akut.
 Tajam penglihatan sangat menurun.
 Terdapat halo atau pelangi di sekitar lampu yang dilihat.
 Konjungtiva bulbi kemotik atau edema dengan injeksi siliar.
 Edema kornea berat sehingga kornea terlihat keruh.
 Bilik mata depan sangat dangkal dengan efek tyndal yang
positif, akibat timbulnya reaksi radang uvea.
 Pupil lebar dengan reaksi terhadap sinar yang lambat.
 Pemeriksaan funduskopi sukar dilakukan karena terdapat
kekeruhan media penglihatan.
 Tekanan bola mata sangat tinggi.
 Tekanan bola mata antara dua serangan dapat sangat normal.
Pengkajian dan Metode Diagnostik

 Riwayat okular dan medis (untuk mengkaji faktor


predisposisi)
 Pemeriksan diagnostik mencakup tonometri (mengukur
IOP), oftalmoskopi(untuk menginscksi saraf optikus),
gonioskop: (untuk mengkaji sudut filtrasi dalam bilik
anterior), dan perimetri (pengkajian lapang pandang)
adalah pemeriksaan diagnostik utama.

Penatalaksanaan Medis

 Tujuan dari semua terapi glaukoma adalah pencegahan


kerusakan saraf optik. Terapi seumur hidup hampir
selalu diperlukan karena glaukoma tidak dapat
disembuhkan.Terapi berfokus pada terapi farmakologis,
prosedur laser, pembedahan, atau kombinasi dari
pendekatan-pendekatan ini, semuanya berpotensi
meryebabkan komplikasi dan efek samping
Terapi Farmakologis

Penatalaksanaan modis glaukoma bcrgantung pada medikasi


okular sistemik dan topikal yang mengurangi IOP
Pemeriksaan tirdak lanjut secara periodik penting untuk
memantau IOP penampilan saraf optikus, lapang pandang,
dan efck sarmping obat. Terapi memperhiungkan pula
kesehatan pasien dan stadium glaukoma pasien.
Pasien biasanya memulai terapi pada dosis mecikasi topikal
terendah dan kemudian berlanjut ke konsentrasi yang lebih
tinggi sampai kadar IOP yang diinginkan tercapai dan
dipertahankan.
Satu mata ditangani terlebih dahulu, dan mata yang lain
berfungsi sebagai lkontrol dalam menentukan efektivitas
medikasi.
Beberapa tipe medikasi okular digunalan untuk mengatasi
glaukoma, termasuk miotik (medikasi yang menyebabkan
konstruksi pupil), agonis adrenergik (yi.,agens
simpatomimetik). penyekat beta, agonis alfa, (yi., agens
adrenergik), inhibitor anhidrase karbonat, dan prostaglandin.
Penatalaksanaan Bedah

 Trabekulopasti laser atau iridotomi diincikasikan


ketika IOPtidak dapat dikontrol Secara adekuat oleh
medikasi.
 Prosedur penyaringan: lubang atau fistula di jejaring
trabekular trabekulekromi adalah teknik standar.
 Implan drainase atau bedah pintas mungkin
dilakukan
 Bedah trabektomi dilakukan hanya untuk pasien
yang telah menjalani terapi farmakologis dan/atau
trabekuloplasti laser, tetapi tidak adekuat dalam
mengontrol IOP
Komplikasi

Komplikasi glaukoma pada umumya adalah kebutaan


total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan
fungsi lanjut. Kondisi mata pada kebutan yaitu kornea
terlihat keruh, bilik mata dangkal, pupil atropi dengan
ekskavasi (penggaungan) glaukomatosa, mata keras
seperti batu dan dengan rasa sakit. Mata dengan
kebutaan mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah
sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskularisasi
pada iris yang dapat menyebabkan rasa sakit yang hebat.
Pengobatan kebutaan ini dapat dilakukan dengan
memberikan sinar beta pada badan siliar untukmenekan
fungsi badan siliar, alcohol retrobulbar atau melakukan
pengangkatan bola mata karena mata sudah tidak bisa
berfungsi dan memberikan rasa sakit.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Anamnesa yang dapat dilakukan pada klien dengan glaukoma
adalah:
2. Identitas / Data Biografi : Berisi nama, usia, jenis kelamin,
alamat, dan keterangan lain mengenai identitas pasien.
3. Riwayat penyakit sekarang : Merupakan penjelasan dari
keluhan utama. Misalnya yang sering terjadi pada pasien
dengan katarak adalah penurunan ketajaman penglihatan.
4. Riwayat penyakit dahulu : Adanya riwayat penyakit sistemik
yang di miliki oleh pasien seperti DM, hipertensi, pembedahan
mata sebelumnya, dan penyakit metabolic lainnya memicu
resiko katarak.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga : Pada pengkajian klien dengan
gangguan mata (galukoma) kaji riwayat keluarga apakah ada
riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji riwayat
stress, alergi, gangguan vasomotor seperti peningkatan
tekanan vena, ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta
riwayat terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin.
Diagnosa dan Intervensi

Nyeri b.d peningkatan Tekanan Intra Okuler (TIO)


Tujuan: Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil:
 Pasien mendemonstrasikan pengetahuan akan penilaian pengontrolan nyeri
 Pasien mengatakan nyeri berkurang/hilang
 Ekspresi wajah rileks
Intervensi:
 Kaji tingkat nyeri
 Rasional : Memudahkan tingkat nyeri untuk intervensi selanjutnya
 Pantau derajat nyeri mata setiap 30 mentit selama masa akut.
 Rasional : Untuk mengidentifikasi kemajuan atau penyimpanan dari hasil
yang diharapkan.
 Atur intensitas cahaya dan ketenangan dalam ruangan
 Rasional : Sinar dan stress menimbulkan TIO yang mencetuskan nyeri.
 Atur posisi fowleratau dalam posisi nyaman.
 Rasional : Pada tekanan mata sudut ditingkatkan bila sudut datar.
 Berikan analgesik sesuai anjuran
 Rasional : Untuk mengontrol nyeri yang disebabkan TIO
Gangguan persepsi sensori: penglihatan b.d gangguan penerimaan; gangguan status
organ ditandai dengan kehilangan lapang pandang progresif.
Tujuan: Penggunaan penglihatan yang optimal
Kriteria Hasil:
 Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan.
 Pasien akan mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan lebih lanjut.
Intervensi:
 Pastikan derajat/tipe kehilangan penglihatan.
 Rasional: Sementara intervensi dini mencegah kebutaan, pasien menghadapi
kemungkinan/mengalami pengalaman kehilangan penglihatan sebagian atau total.
 Dorong mengekspresikan perasaan tentang kehilangan/kemungkinan kehilangan penglihatan.
 Rasional: Mempengaruhi harapan masa depan pasien dan pilihan intervensi.
 Tunjukkan pemberian tetes mata, contoh : menghitung tetesan, mengikuti jadwal, tidak salah
dosis.
 Rasional: Mengontrol TIO, mencegah kehilangan penglihatan lanjut.
 Lakukan tindakan untuk membantu pasien yang mengalami keterbatasan penglihatan,
contoh : kurangi kekacauan,atur perabot, ingatkan memutar kepala ke subjek yang terlihat,
perbaiki sinar suram, dan masalah penglihatan malam.
 Rasional: Menurunkan bahaya keamanan b/d perubahan lapang pandang atau kehilangan
penglihatan dan akomodasi pupil terhadap sinar lingkungan.
 Kolaborasi obat sesuai dengan indikasi.
 Rasional: Memisahkan badan siliar dari sclera untuk memudahkan aliran keluar aquos
humor.
Ansietas b.d faktor fisilogis, perubahan status kesehatan, adanya nyeri,
kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan ditandai dengan
ketakutan, ragu-ragu, menyatakan masalah tentang perubahan
kejadian hidup.
Tujuan: Cemas hilang atau berkurang
Kriteria Hasil:
 Pasien tampak rileks dan melaporkan ansitas menurun sampai tingkat dapat
diatasi.
 Pasien menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah.
 Pasien menggunakan sumber secara efektif.
Intervensi:
 Kaji tingkat ansietas, derajat pengalaman nyeri/timbul nya gejala tiba-tiba dan
pengetahuan kondisi saat ini.
 Rasional: Faktor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman diri,
potensial siklus insietas, dan dapat mempengaruhi upaya medik untuk
mengontrol TIO.
 Berikan informasi yang akurat dan jujur.
 Rasional: Menurunkan ansiets b/d ketidak tahuan/harapan yang akan datang
dan memberikan dasar fakta untuk membuat pilihan info tentang pengobatan.
 Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.
 Rasional: Memberi kesempatan pasien menerima situasi nyata, mengklarifikasi
salah konsepsi dan pemecahan masalah.
 Identifikasi sumber/orang yang menolong.
 Rasional: Memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri dalam
menghadapi masalah.
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis,
dan pengobatan b.d kurang terpajan/tak mengenal sumber, kurang
mengingat, salah interpretasi ditandai dengan : pertanyaan,
pernyataan salah persepsi, tak akurat mengikuti instruksi, terjadi
komplikasi yang dapat dicegah.
Tujuan: Klien mengetahui tentang kondisi,prognosis dan pengobatannya.
Kriteria Hasil:
 Pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan.
 Mengidentifikasi hubungan antar gejala/tanda dengan proses penyakit.
 Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan tindakan.
 Intervensi:
 Tunjukkan tehnik yang benar pemberian tetes mata.
 Rasional: Meningkatkan keefektifan pengobatan. Memberikan
kesempatan pasien menunjukan kompetensi dan menanyakan
pertanyaan.
 Kaji pentingnya mempertahankan jadwal obat, contoh : tetes mata.
Diskusikan obat yang harus dihindari, contoh : midriatik, kelebihan
pemakaian steroid topikal.
 Rasional: Penyakit ini dapat di kontrol dan mempertahankan
konsistensi program obat adalah kontrol vital. Beberapa obat
menyebabkan dilatasi pupil, peningkatan TIO dan potensial kehilangan
penglihatan tambahan.
 Identifikasi efek samping/reaksi merugikan dari pengobatan
(penurunan nafsu makan, mual/muntah, kelemahan, jantung tak
teratur, dll).
 Rasional: Dapat mempengaruhi rentang dari ketidak nyamanan sampai
ancaman kesehatan berat.
 Dorong pasien membuat perubahan yang perlu untuk pola hidup.
 Rasional: Pola hidup tenang menurunkan respon emosi thd stres,
mencegah perubahan okuler yang mendorong iris kedepan, yang dpt
mencetuskan serangan akut.
 Dorong menghindari aktivitas,seperti mengangkat berat/mendorong,
menggunakan baju ketat dan sempit.
 Rasional: Dapat meningkatkan TIO yang mencetuskan serangan akut.
 Diskusikan pertimbangan diet, cairan adekuat dan makanan berserat.
 Rasional: Mempertahankan konsistensi feses untuk menghindari
konstipasi.
 Tekankan pemeriksaan rutin.
 Rasional: Untuk mengawasi kemajuan penyakit dan memungkinkan
intervensi dini dan mencegah kehilangan penglihatan lanjut.
PENDIDIKAN KESEHATAN
 Pendidikan kesehatan merupakan kegiatan atau
usaha untuk menyampaikan pesan mengenai
kesehatan kepada individu, kelompok maupun
masyarakat. Individu, kelompok maupun masyarakat
diharapkan memperoleh pengetahuan mengenai
kesehatan yang lebih baik dari adanya pendidikan
kesehatan tersebut, sehingga dapat berpengaruh
terhadap perilakunya (Notoatmodjo, 2012). Berikut
pendidikan kesehatan yang bisa diberikan yaitu:
 Melindungi Mata Dari Paparan Sinar UV
 Sering Mengkonsumsi Buah Berwarna Gelap atau
Abu-Abu
 Mengkonsumsi Makanan Tinggi Karotenoid
 Melakukan Pemeriksaan Mata Secara Teratur
 Mengendalikan Kadar Gula Darah
Hasil Penelitian
 “Kebutaan pada Pasien Glaukoma Primer di Rumah Sakit Umum Dr.
Cipto Mangunkusumo Jakarta”

 Problem : Kebutaan pada Pasien Glaukoma Primer di


Rumah Sakit Umum Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta
 Intervensi : Penelitian ini menggunakan data sekunder
rekam medis pasien di Divisi Glaukoma Poliklinik Mata RSCM.
Sampel adalah seluruh pasien baru berusia 35 tahun keatas yang
didiagnosis glaukoma primer yang berkunjung kepoliklinik penyakit
mata RSCM pada periode Januari 2007- Oktober 2009. Kriteria
eksklusi meliputi pasien glaucoma kongenital, glaucoma juvenil,
glaucoma sekunder, dan penyakit mata lain yang menyebabkan
kebutaan seperti katarak, neuropati diabetikum, ablasio retina, serta
status rekam medis hilang. Data yang ditelusuri adalah kondisi
pasien ketika dating pertama kali ke Divisi Glaukoma RSCM. Daftar
pasien diperoleh dari data elektronik pasien baru dalam bentuk data
Ms Excel di ruang Divisi Glaukoma RSCM yang meliputi nomor
rekam medis, jenis kelamin, umur, visus, tekanan intraokuler, dan
diagnosis. Selanjutnya, status pasien tersebut dicari di bagian rekam
medic untuk diambil data yang dibutuhkan dan validasi data
elektronik dari ruang divisi glaukoma.Variabel dependen adalah
kebutaan yang didefinisikan dengan visus/tajam penglihatan <3/60
pada salah satu atau kedua mata. Data yang diambil adalah kondisi
mata dengan visus yang lebih buruk atau jika visus kedua mata sama
digunakan kondisi dari mata kanan.
 Compression :
 Outcome : Didapatkan hubungan yang
bermakna antara kebutaan pada pasien baru
glaukoma primer di RSCM dengan tekanan
intraokular, jenis glaukoma, pengobatan
sebelumnya dan interaksi antara jenis glaucoma
dan pengobatan sebelumnya serta pendidikan.
Umur dengan data kontinyu tidak didapatkan
hubungan yang bermakna secara statistik,
namun didapatkan pada usia >74 tahun,
prevalensi kebutuhan sanggat tinggi.
FUNGSI ADVOCACY PERAWAT
Advokasi adalah tindakan membela hak-hak pasien dan
bertindak atas nama pasien. Perawat mempunyai kewajiban
untuk menjamin diterimanya hak-hak pasien. Perawat harus
membela pasien apabila haknya terabaikan (Vaartio, 2005;
Blais, 2007).
 Peran Perawat sebagai advokasi:
Perawat diharapkan mampu untuk bertanggung jawab dalam
membantu pasien dan keluarga menginterpretasikan
informasi dari berbagai pemberi pelayanan yang diperlukan
untuk mengambil persetujuan atas tindakan keperawatan
yang diberikan kepadanya. Pemberian informasi atau
tindakan keperawatan yang dapat diberikan oleh perawat
yaitu memberikan informasi mengenai diet.
Perawat diharapkam mampu mempertahankan dan
melindungi hak-hak pasien.
Perawat juga berfungsi sebagai penghubung antara klien
dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan
kebutuhan pasien.
Diet yang dianjurkan untuk pasien glaukoma
PROSEDUR TETES MATA
Tujuan pemberian tetes mata :
 Untuk mengobati gangguan pada mata

 Untuk mendilatasi pupil pada pemeriksaan struktur internal mata

 Untuk melemahkan otot lensa mata pada pengukuran refraksi


mata
 Untuk mencegah ke keringan pada mata

Persiapan alat
 Botol obat dengan penetes steril atau salep dalam tube (tergantung
jenis sediaan obat)
 Buku obat

 Bola kapas kering steril (stuppers)

 Bola kapas basah (normal salin) steril

 Baskom cuci dengan air hangat

 Penutup mata (bila perlu)

 Sarung tangan
Prosedur kerja
 Cek instruksi dokter untuk memastikan nama
obat, daya kerja dan tempat pemberian.
 Cuci tangan dan gunakan sarung tangan

 Identifikasi klien secara tepat

 Jelaskan prosedur pengobatan dengan tepat

 Atur klien dengan posisi terlentang atau duduk


dengan hiperektensi leher
 Pakai sarung tangan

 Dengan kapas basah steril, bersihkan kelopak


mata dari dalam keluar
 Minta klien untuk melihat ke langit – langit
 Teteskan obat tetes mata :
1. Dengan tangan dominan anda di dahi klien, pegang
penetes mata yang terisi obat kurang lebih 1-2 cm (0,5 –
0,75 inci) diatas sacus konjungtiva.
2. Sementara jari tangan non dominan menarik kelopak
mata kebawah.
3. Teteskan sejumlah obat yang diresepkan kedalam sacus
konjungtiva. Sacus konjungtiva normal menahan 1-2 tetes.
4. Meneteskan obat tetes ke dalam sacus memberikan
penyebaran obat yang merata di seluruh mata.
5. Bila klien berkedip atau menutup mata atau bila tetesan
jatuh ke pinggir luar kelopak mata, ulangi prosedur.
6. Setelah meneteskan obat tetes, minta klien untuk
menutup mata dengan perlahan.
7. Berikan tekanan yang lembut pada duktus nasolakrimal
klien selama 30-60 detik
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai