Anda di halaman 1dari 35

PLENO KELOMPOK

17C
Skenario
Tesi, seorang dokter muda yang menjalani kepaniteraan klinik di Bagian Anestesi sedang
mengamati persiapan praanestesi yang dilakukan oleh Dokter Spesialis Anestesi untuk operasi
appendectomy pada Rino pasien laki-laki usia 20 tahun yang telah didiagnosis Appendycitis. Pada saat ini
diketahui bahwa Rino menderita asma intermittent, yang kambuh hampir tiap bulan namun bisa reda
dengan penggunaan spray salbutamol, sehingga disimpulkan bahwa Rino masuk kriteria ASA 2. Dokter
Spesialis Anestesi kemudian memberikan obat sedasi, analgetik dan kortikosteroid untuk persiapan
operasi. Rino direncanakan menjalani pembiusan subarachnoid block yang ditambah dengan sedasi
ringan, walaupun sebenarnya bisa dengan general anesthesia atau epidural block. Namun atas
pertimbangan jenis dan lokasi operasi serta kepraktisan, subrachnoid block menjadi pilihan.
Selain Rino, Tesi bersama Dokter Spesialis Anestesi memeriksa seorang pasien laki- laki
berusia 52 tahun yang direncanakan untuk menjalani operasi laparatomi eksplorasi atas indikasi ileus
obstruksi ex causa tumor intra abdomen. Pada waktu diterima di IGD pasien terlihat lemah dengan
tingkat kesadaran apatis, tekanan darah terukur 80/40 mmHg dengan nadi 120x per menit. Dari
pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya asidosis metabolic, gangguan elektrolit, anemia dan
hipoalbumin. Pasien disimpulkan termasuk pada kriteria ASA 3, dengan sasaran optimalisasi melalui
rehidrasi dan koreksi elektrolit serta Hb, dan persiapan darah intraoperatif, mengingat kondisi praoperatif
yang jelek dan jenis operasi besar yang rentan kehilangan darah yang banyak. Alat-alat yang yang
diperlukan untuk resusitasi jantung dan paru juga telah dipersiapkan. Untuk perawatan post operatifnya
disarankan di ICU dengan persiapan ventilator. Untuk tambahan monitoring intra operatif selain NIBP,
laju nadi, SpO2, dan produksi urin, dipasang juga central venous catheter untuk mengetahui kecukupan
cairan pasien dan untuk pemberian obat-obatan inotropic serta vasopressor apabila diperlukan.
Bagaimana anda menjelaskan apa yang terjadi pada kedua pasien tersebut dan yang telah
dilakukan oleh Tesi bersama dokter Spesialis Anestesi?
TERMINOLOGI
1. Anestesi: Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak,
tanpa" dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara
umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa
sakit pada tubuh
2. Praanestesi langkah awal dari rangkaian tindakan anestesi yang
dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status fisik (ASA)
pasien pra operatif, menganalisis jenis operasi, memilih jenis dan teknik
anestesi, memprediksi penyulit yang mungkin terjadi, mempersiapkan
obat dan alat anestesi.
3. kriteria ASA  Status Fisik Pra Anestesi Status ASA, sistem klasifikasi fisik
adalah suatu sistem untuk menilai kesehatan pasien sebelum operasi.
American Society of Anesthesiologists (ASA)
4. obat sedasi obat-obatan sedative (penenang), atau disosiatif, dengan
atau tanpa analgesik, untuk menginduksi suatu keadaan di mana tubuh
pasien akan mentoleransi prosedur medis yang invasif, yang biasanya
tidak menyenangkan, seperti rasa nyeri, sementara tetap
mempertahankan fungsi kardiorespiratori.
5. subarachnoid block Sub Arachnoid Blok (SAB) atau anestesi spinal
adalah salah satu teknik dalam anestesi yang dilakukan dengan cara
menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnooid
6. Sedasi ringan minimal (anxiolysis): kondisi dimana pasien masih dapat merespons
dengan normal terhadap stimulus verbal.
7. General anesthesia atau anestesi umum: meniadakan nyeri secara sentral disertai
dengan hilangnya kesadaran yang bersikat reversibel
8. Epidural blocK: salah satu bentuk bius lokal yang digunakan untuk membuat bagian
tertentu pada tubuh Anda mati rasa.
9. Icu (Intensive Care Unit) adalah ruang khusus untuk pasien krisis yang memerlukan
perawatan intensif dan observasi berkelanjutan.
10. Ventilator: suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian ataupun seluruh
proses ventilasi pasien untuk mempertahankan oksigenasi atau pernapasan.
11. Monitoring intraoperatif : kegiatan memonitor keadaan pasien meliputi jalan nafas,
oksigenasi, ventilasi, sirkulasi dan suhu tubuh.
12. Nibp (Non Invasive Blood Pressure): parameter untuk mengetahui tekanan darah dari
pasien
13. SpO2: alat medis yang digunakan untuk mengetahui perbandingan antara hemoglobin
yang mengikat oksigen dengan jumlah seluruh hemoglobin yang ada di dalam darah.
14. Central venous catheter : prosedur seperti pemasangan infus, tetapi pada pembuluh
darah besar. Dileher (urat nadi internal), di dada (vena subklavia) atau paha (vena
femoralis)
15. Inotropic: obat yang mengubah tekanan kontraksi otot jantung (detak jantung).
16. Vasopressor: agen yang dapat menyebabkan konstriksi pembuluh darah sehingga
mengakibatkan suatu peningkatan tekanan darah
1.
IDENTIFIKASI MASALAH
Bagaimana persiapan praanestesi ?
2. Mengapa dilakukan operasi apendektomi pada penderita apendisitis ?
3. Bagaimana hubungan pasien asma dengan akan dilakukannya tindakan anestesi ?
4. Bagaimana kriteria ASA 2?
5. Mengapa dokter memberikan obat sedasi, analgetik dan kortikosteroid ?
6. Mengapa Rino direncanakan pembiusan subarachnoid block yang ditambah dengan sedasi
ringan ?
7. Mengapa dilakukan operasi laparotomi eksplorasi atas indikasi ileus obstruksi et causa tumor
intra abdomen ?
8. Bagaimana interpretasi pasien terlihat lemah dengan tingkat kesadaran apatis, TD 80/40, nadi
120x/menit?
9. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan laboratorium ditemukan asidosis metabolik,
gangguan elektrolit, anemia dan hipoalbumin ?
10. Bagaimana kriteria ASA 3 ?
11. Mengapa sasaran optimalisasi melalui rehidrasi dan koreksi elektrolit serta Hb, dan persiapan
darah intraoperatif ?
12. Mengapa alat-alat untuk RJP disiapkan ? apa indikasi RJP ? cara RJP?
13. Mengapa untuk post operatif disarankan ICU dengan persiapan ventilator?
14. Mengapa monitoring intraoperatif dilakukan pemantauan NIBP, laju nadi, SpO2 dan produksi
urin ?
15. Menggapa perlu dipasang central venous catheter ?
HIPOTESIS
1. Persiapan pra anestesi:
a. Persiapan fisik dan mental pasien:
- Anamnesis: Pemeriksaan/ riwayat abnormalitas organ-organ vital pasien, iwayat
mendapat obat-obat sedasi sebelumnya terutama anestesi regional atau anestesi
umum, riwayat reaksi alergi, pengobatan lama, dan konsumsi obat-obatan yang
mungkin dapat berreaksi dengan obat sedasi, waktu atau jarak konsumsi obat
terakhir, riwayat merokok, alkohol atau zat aditif lainnya.
- P. fisik
- P. penunjang
b. Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi
c. Menentukan klasifikasi status fisik pasien (kriteria ASA)
d. Persiapan sebelum operasi termasuk puasa/pengosongan lambung
e. Premedikasi

2. Operasi appendektomi:
- pembedahan untuk mengangkat apendiks yang dilakukan sesegera mungkkin
untuk menurunkan resiko perforasi yang bisa menyebabkan akut abdomen (kasus
bahaya). appendisitis yang tidak diobati berisiko untuk pecah dan berakibat fatal.
Kondisi ini ditandai dengan sakit perut yang tak tertahankan, demam, mual,
muntah, kehilangan nafsu makan, sering buang air kecil (BAK), serta linglung dan
gelisah.
3. Tujuan penanganan preoperatif pasien dengan asma yaitu untuk memaksimalkan fungsi
paru pasien tersebut. Pasien disaran- kan berhenti merokok dua bulan sebelum
pembedahan. Evaluasi pasien asma se-belum tindakan anestesia dan pembedahan sangat
penting untuk mencegah ataupun mengendalikan kejadian serangan asma, baik saat
intraoperatif maupun pasca-operatif. Evaluasi yang dilakukan meliputi riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, pe-meriksaan laboratorik, pemeriksaan fungsi paru dan analisis gas
darah, dan foto toraks.11-13 Hasil evaluasi akan dipakai un-tuk menentukan status fisik pra-
anestesia.

4. Kriteria ASA 2: Pasien dengan kelainan sistemik ringan – sedang yang tidak berhubungan
dengan pembedahan, dan pasien masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari.

5. Termasuk Premedikasi: pemberian satu obat/lebih sebelum anestesia untuk mencegah


semua penyulit yang dapat timbul selama dan sesudah anestesia maupun pembedahan.
Diberikan di ruangan/kamar bedah. Obat-obat premedikasi memiliki efek samping
Tujuan:
• Mengurangi kecemasan
• Mengurangi nyeri
• Mengurangi kebutuhan obat anestesia
• Mengurangi sekresi saluran napas
• Menyebabkan amnesia
• Mengurangi mual muntah
• Pengosongan lambung, Mengurangi produksi asam lambung
• Obat sedasi : Bersifat sedatif. Efek samping : depresi ssp, vasodilatasi.
Sering terjadi obstruksi jalan napas akibat “jatuhnya pangkal lidah
menutupi jalan napas”
• Analgetik : untuk mengurangi rasa nyeri. Dulu opioid sekarang nsaid
• Kostikosteroid: Obat golongan ini sering digunakan pada pasien yang tidak
berespon terhadap pemberian antagonis β2 adrenergik. Pada serangan
asma berat digunakan kortiko-steroid parenteral. Kortikosteroid sistemik
digunakan untuk mengontrol eksaserbasi berat, mencegah progresivitas
dan inflama-si, pemulihan yang cepat, dan mengurangi tingkat
kekambuhan. Mekanisme kerja obat ini melalui pengurangan edema
mukosa dan stabilisasi membran sel mast.

6. Anestesi subarachnoid indikasi : Kontrainsikasi absolut :


• Bedah ekstremitas bawah - Infeksi pada tempat suntikan
- Hipovolemia berat atau syok
• Bedah panggul
terapi koagulan
• Tindakan sekitar rektum perineum - Tekanan intrakranial meningkat
• Bedah obstetrik-ginekologi - Fasilitas resusitasi minimal
• Bedah urologi - Kurang pengalaman tanpa didampingi
• Bedah abdomen bawah konsulen anestesi
- Terdapat perdarahan intra atau ekstra kranial
- Stenosis aorta berat
Stenosis mitral berat
7. Tujuan operasi laparotomi eksplorasi adalah untuk membuka akses agar massa tumor yang menyebabkan illeus dapat
diangkat (untuk tujuan diagnostik dan teraputik)

8. apatis: kondisi seseorang yang tampak segan dan acuh tak acuh terhadap lingkungannya
TD 80/40: hipotensi (tanda syok)
nadi 120x/menit: takikardia (tanda syok)

9. Asidosis metabolik: keseimbangan asam-basa tubuh terganggu karena adanya peningkatan produksi asam atau
berkurangnya produksi bikarbonat (pH< 7)
Gangguan elektrolit:
Anemia: Hb < 12
Hipoalbumin: kadar albumin < 3,5 g/dL.
Terjadi pada penyakit kronik

10. ASA 3: pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat yang disebabkan karena berbagai penye-bab
tetapi tidak mengancam nyawa.

11. Karena pasien mengalami gangguan elekktrolit sehingga dibutuhkan koreksi elektrolit
• Selain itu pasien juga anemia, butuh koreksi Hb. Operasi yang akan dilakukan cenderung akanmembuat pasien
kehilangan banyak darah takutnya anemia semakin parah. Makanya dilakukan koreksi hb terlebih dahulu.
• Kapan saja cairan hilang ?
• Puasa Preoperatif
• Kehilangan cairan abnormal (muntah, diare, perdarahan pre operatif)
• Insensible Water Loss
• Perdarahan pada saat operatif
• Kehilangan akibat redistribusi dan evaporasi cairan (berhubungan dengan luas nya area operasi dan besranya luka)
12. Indikasi RJP adalah untuk dilakukan segera pada setiap orang yang dalam keadaan tidak
sadar dan nadi tidak teraba. Berhentinya aktivitas jantung pada umumnya disebabkan oleh
terjadinya nonperfusing arrhythmia atau aritmia maligna. Jenis aritmia maligna pada
umumnya adalah fibrilasi ventrikel, pulseless ventricular tachychardia, pulseless electrical
activity, asistole, dan pulseless bradycardia. Meskipun demikian, RJP harus dimulai sebelum
ritme jantung diketahui.
• Tujuan RJP
• Mempertahankan kehidupan, memperbaiki kesehatan, mengurangi penderitaan serta
membatasi disabilitas tanpa melupakan hak dan keputusan pribadi
• Perlu penguasaan diri dan materi yang baik karena keputusan yang harus diambil itu dalam
hitungan detik

13. Indikasi Pasien dirawat di ICU:


1. Pasien sakit berat, kritis, dan tidak stabil misal pasien pasca operasi bedah mayor
2. Pasien yang memerlukan pemantauan intensive
3. Pasien yang mengalami komplikasi akut seperti : Edema paru ( kardiogenik dan non
kardiogenik )

Tujuan Ventilator :
• Mengurangi kerja pernapasan.
• Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien.
• Pemberian MV yang akurat.
• Mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi.
• Menjamin hantaran O2 ke jaringan adekuat
14. NIBP: unutk pengukuran tekanan darah non invasif selama operasi
untuk mendeteksi perubahan tekanan darah selama operasi
Laju nadi: untuk mengetahui apakah pasien ada mengalami syok atau
kekurangan cairan
Spo2: untuk mengukur jumlah oksigen yang diikat oleh Hb
Produksi urin: untuk menilai keadaan cairan pasian

15. Hal ini digunakan untuk memberikan obat atau cairan, mendapatkan
tes darah (khususnya saturasi oksigen "vena campuran"), dan langsung
mendapatkan pengukuran kardiovaskuler seperti tekanan vena sentral.
obat tertentu, seperti inotropik dan Amiodarone, sebaiknya diberikan
melalui Central Venous Catheter.
SKEMA
LO
1. Mahasiswa mampu menjelaskan persiapan pra anestesi
2. Mahasiswa mampu menjelaskan persiapan premedikasi
3. Mahasiswa mampu menjelaskan jenis anestesi dan obat
anestesi
4. Mahasiswa mampu menjelaskan monitoring intraoperatif
5. Mahasiswa mampu menjelaskan monitoring pasca operatif
Pra Anestesi
Mengumpulkan data identitas dan keluhan
Menentukan masalah yang ada pada pasien
Mempersiapkan kemungkinan terburuk yang bisa terjadi
Melakukan pencegahan kemungkinan terburuk
Menentukan status fisik pasien
Menentukan tindakan anestesi yang terpilih
Persiapan mental pasien
Anamnesis
• Riwayat operasi
• Riwayat penyakit sistemik,riwayat alergi obat
• Pemakaian obat tertentu
• Penggunaan gigi palsu
• Kebiasaan (merokok/alkohol/dll)
• Riwayat penyakit keluarga
Pemeriksaan fisik (6B)
• Breath : nilai patensi jalan napas
• Blood : TD,nadi,HR,perfusi perifer,tanda syok,EKG
• Brain : GCS,Gelisah/takut,kelainan neurologis,tanda peningkatan
TIK
• Bladder : produksi urin/jam dan /hari
• Bowel : hepatomegali,bising usus,massa/cairan abnormal,mual
muntah,flatus
• Bone : kaku kuduk,ggn vertebrae,bentuk leher dan tubuh
Pem Labor dan Radiologi
• Darah rutin
• Kadar glukosa darah
• Liver function test
• Renal function test
• Foto thorax
• EKG (pada pasien diatas 40th)
• Kadar albumin,globulin,elektrolit darah,faak paru
Periksa 8T
• Teeth
• Tongue
• Temporomandibular
• Tonsil
• Torticolis
• Tiroid notch
• Trakea
• Tumor
Evaluasi 4Q
• Qualify : normal/tidak
• Qualify : organ apa yg tidak normal
• Quantity : derajat keparahan
• Sisa cadangan faktor organ/kondisi yang mempengaruhi gejala
Obat- Obat Anestesi
1. Obat Anestesi Intravena
A. . Ketamin/ketalar
• efek analgesia kuat sekali. Terutama utk nyeri somatik, tp tidak utk
nyeri visceral
• Efek hipnotik kurang
• Efek relaksasi tidak ada
• Refleks pharynx & larynx masih ckp baik  batuk saat anestesi 
refleks vagal
• disosiasi  mimpi yang tidak enak, disorientasi tempat dan waktu,
halusinasi, gaduh gelisah, tidak terkendali. Saat pdrt mulai sadar dpt
timbul eksitasi
• Aliran darah ke otak, konsentrasi oksigen, tekanan intracranial (Efek
ini dapat diperkecil dengan pemberian thiopental sebelumnya)
• TD sistolik diastolic naik 20-25%, denyut jantung akan meningkat.
(akibat peningkatan aktivitas saraf simpatis dan depresi
baroreseptor). Cegah dengan premedikasi opiat, hiosin.
• dilatasi bronkus. Antagonis efek konstriksi bronchus oleh histamine.
Baik untuk penderita-penderita asma dan untuk mengurangi
spasme bronkus pada anesthesia umum yang masih ringan.
• Dosis berlebihan scr iv  depresi napas
• Pd anak dpt timbulkan kejang, nistagmus
• Meningkatkan kdr glukosa darah + 15%
• Pulih sadar kira-kira tercapai antara 10-15 menit
• Metabolisme di liver (hidrolisa & alkilasi), diekskresi metabolitnya
utuh melalui urin
• Ketamin bekerja pd daerah asosiasi korteks otak, sedang obat lain
bekerja pd pusat retikular otak
• Indikasi: • Kontra Indikasi
• Untuk prosedur dimana • hipertensi sistolik 160 mmHg
pengendalian jalan napas sulit, diastolic 100 mmHg
missal pada koreksi jaringan • riwayat Cerebro Vascular Disease
sikatrik pada daerah leher, disini (CVD)
untuk melakukan intubasi kadang • Dekompensasi kordis
sukar.
• Untuk prosedur diagnostic pada
bedah saraf/radiologi
(arteriograf).
• Tindakan orthopedic (reposisi,
biopsy)
• Pada pasien dengan resiko tinggi:
ketamin tidak mendepresi fungsi
vital. Dapat dipakai untuk induksi
pada pasien syok.
• Untuk tindakan operasi kecil.
• Di tempat dimana alat-alat
anestesi tidak ada.
• Pasien asma
2. Propofol (diprifan, rekofol)
• Bentuk cairan, emulsi isotonik, warna putih spt susu dgn bhn pelarut tdd
minyak kedelai & postasida telur yg dimurnikan.
• Kdg terasa nyeri pd penyuntikan  dicampur lidokain 2% +0,5cc dlm 10cc
propolol  jarang pada anak karena sakit & iritasi pd saat pemberian
• Analgetik tdk kuat
• Dpt dipakai sbg obat induksi & obat maintenance
• Obat setelah diberikan  didistribusi dgn cepat ke seluruh tubuh.
• Metabolisme di liver & metabolit tdk aktif dikeluarkan lwt ginjal.
• Saat dipakai utk induksi juga dapat tjd hipotensi karena vasodilatasi & apnea
sejenak

• Efek Samping
• bradikardi.
• nausea, sakit kepala pada penderita yg mulai sadar.
• Ekstasi, nyeri lokal pd daerah suntikan
• Dosis berlebihan dapat mendepresi jantung & pernapasan
• Sebaiknya obat ini tidak diberikan pd penderita dengan ggn jalan napas, ginjal,
liver, syok hipovolemik.
3. Thiopental
• Ultra short acting barbiturat
• Dipakai sejak lama (1934)
• Tidak larut dlm air, tp dlm bentuk natrium (sodium thiopental)
mudah larut dlm air

4. Pentotal
• Zat dr sodium thiopental. Btk bubuk kuning dlm amp 0,5 gr(biru), 1
gr(merah) & 5 gr. Dipakai dilarutkan dgn aquades
• Lrt pentotal bersifat alkalis, ph 10,8
• Lrt tdk begitu stabil, hanya bs dismp 1-2 hr (dlm kulkas lebih lama, efek
menurun)
• Pemakaian dibuat lrt 2,5%-5%, tp dipakai 2,5% u/ menghindari
overdosis, komplikasi > kecil, hitungan pemberian lebih mudah
• Obat mengalir dlm aliran darah (aliran ke otak ↑)  efek
sedasi&hipnosis cepat tjd, tp sifat analgesik sangat kurang
• TIK ↓
• Mendepresi pusat pernapasan
• Membuat saluran napas lebih sensitif thd rangsangan
• depresi kontraksi denyut jantung, vasodilatasi pembuluh darah 
hipotensi. Dpt menimbulkan vasokontriksi pembuluh darah ginjal
• tak berefek pd kontraksi uterus, dpt melewati barier plasenta
• Dpt melewati ASI
• menyebabkan relaksasi otot ringan
• reaksi. anafilaktik syok
• gula darah sedikit meningkat.
• Metabolisme di hepar
• cepat tidur, waktu tidur relatif pendek
• Dosis iv: 3-5 mg/kgBB

Kontraindikasi
• syok berat
• Anemia berat
• Asma bronkiale  menyebabkan konstriksi bronkus
• Obstruksi sal napas atas
• Penyakit jantung & liver
• kadar ureum sangat tinggi (ekskresinya lewat ginjal)
2. Obat Anestetik inhalasi
A. Halothan/fluothan
• Tidak berwarna, mudah menguap
• Tidak mudah terbakar/meledak
• Berbau harum tetapi mudah terurai cahaya

Efek:
• Tidak merangsang traktus respiratorius
• Depresi nafas  stadium analgetik
• Menghambat salivasi
• Nadi cepat, ekskresi airmata
• Hipnotik kuat, analgetik kurang baik, relaksasi cukup
• Mencegah terjadinya spasme laring dan bronchus
• Depresi otot jantung  aritmia (sensitisasi terhadap epinefrin)
• Depresi otot polos pembuluh darah  vasodilatasi  hipotensi
• Vasodilatasi pembuluh darah otak
• Sensitisasi jantung terhadap katekolamin
• Meningkatkan aktivitas vagal  vagal refleks
• Pemberian berulang (1-3 bulan)  kerusakan hepar (immune-
mediated hepatitis)
• Menghambat kontraksi otot rahim
• Absorbsi & ekskresi obat oleh paru, sebagian kecil dimetabolisme
tubuh
• Dapat digunakan sebagai obat induksi dan obat maintenance
• Keuntungan • Kerugian
• cepat tidur • overdosis
• Tidak merangsang saluran • Perlu obat tambahan
napas selama anestesi
• Salivasi tidak banyak • Hipotensi karena depresi
• Bronkhodilator  obat miokard & vasodilatasi
pilihan untuk asma • aritmia jantung
bronkhiale • Sifat analgetik ringan
• Waktu pemulihan cepat (1 • Cukup mahal
jam post anestesi) • Dosis dapat kurang sesuai
• Kadang tidak mual & tidak akibat penyusutan
muntah, penderita sadar
dalam kondisi yang enak
B. Nitrogen Oksida (N2O)
• gas yang berbau, berpotensi rendah (MAC 104%), tidak mudah
terbakar dan relatif tidak larut dalam darah.

• Efek:
• Analgesik sangat kuat setara morfin
• Hipnotik sangat lemah
• Tidak ada sifa relaksasi sama sekali
• Pemberian anestesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%.
 Bila murni N2O = depresi dan dilatasi jantung serta merusak SSP
• jarang digunakan sendirian tetapi dikombinasi dengan salah satu
cairan anestetik lain seperti halotan dan sebagainya.
C. Eter
• tidak berwarna, sangat mudah menguap dan terbakar, bau sangat
merangsang
• iritasi saluran nafas dan sekresi kelenjar bronkus
• margin safety sangat luas
• murah
• analgesi sangat kuat
• sedatif dan relaksasi baik
• memenuhi trias anestesi
• teknik sederhana

D. Enfluran
• isomer isofluran
• tidak mudah terbakar, namun berbau.
• Dengan dosis tinggi diduga menimbulkan aktivitas gelombang otak seperti
kejang (pada EEG).
• Efek depresi nafas dan depresi sirkulasi lebih kuat dibanding halotan dan
enfluran lebih iritatif dibanding halotan.
E. Isofluran
• cairan bening, berbau sangat kuat, tidak mudah terbakar dalam
suhu kamar
• menempati urutan ke-2, dimana stabilitasnya tinggi dan tahan
terhadap penyimpanan sampai dengan 5 tahun atau paparan sinar
matahari.
• Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi sampai 1/3 dosis jika pakai
isoflura.

F. Sevofluran
• tidak terlalu berbau (tidak menusuk), efek bronkodilator sehingga
banyak dipilih untuk induksi melalui sungkup wajah pada anak dan
orang dewasa.
• tidak pernah dilaporkan kejadian immune-mediated hepatitis
3. Obat Muscle Relaxant

• Bekerja pd otot bergaris  terjadi kelumpuhan otot napas &


otot-otot mandibula, otot intercostalis, otot-otot abdominalis
& relaksasi otot-otot ekstremitas.
• Bekerja pertama: kelumpuhan otot mata ekstremitas 
mandibula intercostalis abdominal diafragma.
• Pd pemberian pastikan penderita dapat diberi napas buatan.
• Obat ini membantu pd operasi khusus spt operasi perut agar
organ abdominal tdk keluar & terjadi relaksasi
• Terbagi dua: Non depolarisasi, dan depolarisasi
Dosis awal Dosis rumatan Durasi Efek samping
(mg/kgBB) (mg/kgBB) (menit)

Non depol long-acting


1. D-tubokurarin (tubarin) 0.40-0.60 0.10 30-60 Hipotensi
2. Pankuronium 0.08-0.12 0.15-0.020 30-60 Takikardi
3. Metakurin 0.20-0.40 0.05 40-60 Hipotensi
4. Pipekuronium 0.05-0.12 0.01-0.015 40-60 KV stabil
5. Doksakurium 0.02-0.08 0.005-0.010 45-60 KV stabil
6. Alkurium (alloferin) 0.15-0.30 0.5 40-60 Takikardi

Non depol intermediate acting


1. Gallamin (flaxedil) 4-6 0.5 30-60 Hipotensi
2. Atrakurium (tracrium/notrixum) 0.5-0.6 0.1 20-45 Amanhepar&ginjal
3. Vekuronium (norcuron) 0.1-0.2 0.015-0.02 25-45
4. Rokuronium (roculax/esmeron) 0.6-1.0 0.10-0.15 30-60
5. Cistacuronium 0.15-0.20 0.02 30-45 Isomer atrakurium

Non depol short acting


1. mivakurium (mivacron) 0.20-0.25 0.05 10-15 Hipotensi & histamin
2. ropacuronium 1.5-2.0 0.3-0.5 15-30 +

Depol short acting


1. suksinilkolin (scolin) 1.0 3-10
2. dekametonium 1.0 3-10

Anda mungkin juga menyukai