Anda di halaman 1dari 62

NI WAYAN RAPIASIH

Undhira 2016
Pendahuluan
 Nutrisi perioperatif = nutrisi yang diberikan
pra, durante, pasca bedah
 Tujuannya untuk mencapai hasil optimal dari
operasi
 Mengurangi morbiditas operasi : infeksi luka
operasi, penyembuhan luka, pneumonia,
sepsis dll.
 PENINGKATAN STRESS METABOLIK (STARVASI,
INFEKSI, TRAUMA, FEBRIS & BEDAH), LUKA
BAKAR

 DIPUASAKAN > 24 JAM: HIPOGLIKEMIA,


DEHIDRASI

 KONDISI KLINIS PENYAKIT (underlying


disease):
 ABDOMEN AKUT : ILEUS, STRANGULASI,
PERITONITIS DAN PERDARAHAN
ILEUS : KOMPRESI, DEHIDRASI, INFEKSI
STATUS GIZI------ KONDISI PASCA
PREOPERATIF OPERATIF

Penyembuhan daya tahan adaptasi


luka terhadap pasca
infeksi operatif
 Keadaan umum pasien :
 Status gizi, kadar gula darah, ritme jantung,
denyut nadi, fungsi ginjal dan suhu tubuh

 Macam pembedahan
Bedah minor (tindakan insisi, ekstirpasi dan
sirkumsisi atau khitan
 Bedah mayor :
- Bedah saluran cerna (lambung, usus halus, usus
besar
- Bedah diluar saluran cerna (jantung, ginjal,
paru, saluran kemih, tulang dsb)
 Sifatoperasi
* Segera/cito
* Berencana/elektif

 Macampenyakit
Penyakit utama dan penyakit penyerta
Status nutrisi
- Baik
Dukungan nutrisi tidak perlu
- Kurang
Dukungan nutrisi perlu
 Berat badan dan tinggi badan
 Kadar Albumin
 Subjective Global Assesment ( SGA )
 Indeks Massa Tubuh (IMT) :

BB (Kg)
BB Kurang < 18,5 TB2 (m2)
BB Normal 18,5 – 22,9
BB Lebih  23,0
Overweigh 23,0 – 24,9
Obes I 25,0 – 29,9
Obes II  30
 Penilaian asupan makanan
 Penilaian komposisi tubuh
 Penilaian fungsi fisiologik
 Penilaian stres metabolik
Tujuan
- Status gizi normal
- Menyediakan cadangan zat gizi
untuk mengatasi stress dan penyembuhan
luka
Syarat Diet
1. Energy sesuai kebutuhan
- Status gizi kurang ( 40 – 45 kkal/kgBB)
- Status gizi lebih 10-25% dibawah
kebutuhan normal
- Penyakit penyertanya
2. Protein
- Status gizi kurang, anemia, albumin <
2,5 mg/dl  tinggi 1,5 – 2,0 gr/kg BB
- Status gizi baik/ overweigh  0,8 – 1
gr/kg BB
- Jika ada penyakit penyerta sesuaikan
dengan penyakitnya
3. Lemak cukup : 15 – 25% dari kebutuhan
energy
4. Karbohidrat cukup , sisa dari kebutuhan
energi total
5. Vitamin cukup, terutama B,C,K
6. Mineral cukup
7. Rendah sisi agar mudah dilakukan
pembersihan saluran cerna
1. Prabedah darurat atau cito
 sebelum pembedahan tidak
diberikan diet tertentu

2. Prabedah Berencana/elektif
- Minor atau kecil (spt: tonsilektomi
 tidak membutuhkan diet khusus
Operasi apendiktomi, herniatomi 
diberikan diet sisa rendah
2. Prabedah Mayor
a) Prabedah besar saluran cerna  diet
sisa rendah 4-5 hari, dengan
tahapan:
- hari ke-4 sebelum pembedahan :
makanan lunak
- hari ke-3 sebelum pembedahan :
makanan saring
- hari ke-2 &1 sebelum pembedahan :
formula enteral sisa rendah
b). Prabedah besar di luar saluran cerna 
formula enteral sisa rendah 2-3 hari
- Makanan terakhir diberikan 12 – 18 jam
sebelum pembedahan, minum terakhir 8
jam sebelum
 Mempertahankan status gizi
 Mencegah komplikasi dari
malnutrisi protein
  komplikasi Post-operative
 Pasien malnutrition – surgery / trauma/ sepsis
 Bila  10 hari sebelum dirawat intake nutrisi tidak
adekuat
 Berat badan turun  10% dalam sebulan atau 10%
lebih dibawah berat badan ideal
 Kadar albumin kurang dari 3 g%

 Prognostic Nutritional Index (PNI)


PNI = (10xAlbumin) + (0,005xTotal Lymphocyt
Count )
PNI  40 Prognosa buruk
PNI > 40 Prognosa baik
Enteral Nutrition
Parenteral Nutrition
Definisi :
Pemberian formula diet cair langsung ke dalam
saluran cerna melalui pipa yaitu ke dalam
lambung, duedenom atau jejunum
1. Kekurangan Protein- energi( intake nutrisi
per oral tidak adekuat selama 5 hari
sebelumnya)
2. Gangguan susunan saraf pusat
( kesadaran menurun (koma),
cardiovaskuler acident (stroke)
3. Neoplasma (misalnya karsinoma kepala
dan leher)
4. Penyakit gastrointestinal (penyakit
Crhon’s, gastroparesis, malabsorpsi, shost
bowel symdrome, pankreatitis
5. Gangguan psikiatrik, Depresi, anoreksia
nervosa
 Ileus adinamik
 Obstruksi usus halus
 Muntah yang hebat
 Perdarahan saluran cerna, syok

Keuntungan Nutrisi Enteral


1. Motalitas Gastrointestinal
2. Sekresi digestif dan respon hormonal
3. Mukosa Intestinal
4. Efek metabolik
Tanpa tindakan operasi :
1. Naso-gastric tubes : pipa dimasukkan
dari lubang hidung ke dalam lambung
2. Naso-duodenal tubes: pipa
dimasukkan dari lubang hidung ke dlm
duodenum
3. Naso-jejunal tubes : pipa dimasukkan
dari lubang hidung ke dlm jejunum
Dengan operasi :
1. Gastrostomy tubes : pipa dimasukkan
langsung ke dalam lambung melalui stoma
(lubang) yang dibuat di dinding perut
2. Duodenum tubes : pipa dimasukkan
langsung ke dalam duodenum melalui stoma
(lubang) yang dibuat di dinding perut
3. Jejunostomy tubes :pipa dimasukkan
langsung ke dalam jejunum melalui stoma
(lubang) yang dibuat di dinding perut
Teknik Pemberian NE
Nasogastric Feeding Tubes
 Indikasi : anoreksia, malnutrisi berat,
malabasorbsi,

Gastrostomy or Jejunostomy
Indikasi : gangguan syaraf menelan, obstruksi
esofagus, kanker. (Gastrostomy)

Macronutrients are intact and Components:
require digestion: Amino acids
Intact proteins Peptides
Polysaccharides Monosaccharides
Dissaccharides Disaccharides
Monossacharides Glucose polymers
Polyunsaturated fatty acids ( Polyunsaturated fatty acids
PUFAs) Medium chain triglycerides ( MCTs)
Medium – chain triglyserides ( Vitamins, mineral
MCTs ) High Osmolarity
Vitamins, mineral Less trophic stimulation,
immunosuppresive
 Also called elemental, semi-elemental,
hydrolyzed, or chemicaly difined
formula
REE (Rate Energy Expenditure)
Harris-Benedict Equation
Laki-laki : REE = 66 + (13.7W) + (5H) - 6.8A
Wanita : REE= 655 + (9.6W) + 1.8H - 4.7A

Total Energy Expenditure


TEE = REE + Stress Factor + Activity Factor
1. Stress Factor

•Malnutrition + 30% (1,3) •Moderate infection + 20% (1,2)


•Peritonitis + 15%(1,15) •Severe infection + 40% (1,4)
•soft tissue trauma + 15% (1,15) •<20% BSA Burns + 50% (1,5)
•Fracture + 20% (1,2) •20-40% BSA Burns + 80% (1,8)
•fever (per oC rise)+ 13% (1,13) •>40% BSA Burns + 100% (2)
•Trauma tulang 30%
•Pasca operatif elektif 10%
•Sepsis intra abdomen 30 – 50
•Sepsis serius (pasien ICU) dengan trauma
40% – 60%
2. Activity Factor

Bed-rest 1,1
Aktivitas di tempt tidur 1,2
Aktivitas ringan 1,3
Aktivitas sedang 1,5
 Non-stress patients 0.8 g / kg BBI / day

 Mild stress 1.0 to 1.2 g / kg BBI/ day

 Moderate stress 1.3 to 1.75 g / kgBBI / day

 Severe stress 2 to 2.5 g / kgBBI / day


 Faseebb (shock)  disebabkan
hipovolemia  beberapa jam sampai 2
hari  sirkulasi volume darah pulih

 Faseflow (katabolik)  meningkatnya


metabolic rate, ekskresi N urin dan
kehilangan BB

 Faseconvalence (Anabolik) 
pengembalian jaringan otot dan sistesis
protein

Pembedahan Loss N/ h Loss Prot/h

Operasi abdominal 10-18

Reseksi lambung 15-20 93


Reseksi paru Sampai 22
Kolesistektomi Sampai 15
histerektomi 6 - 15 37,5 – 93,75
 Penggunaan obat anestetik golongan oploid
dapat menyebabkan menurunnya motilitas usus
 NE dapat diberikan segera dalam 24 jam
pertama
 NE dimulai dengan memberikan 15 ml/jam
dengan memperhatikan osmolalitas bila
toleransi baik  volume NE dan osmolalitas
ditingkatkan secara bertahap
 Statusgizi pasien kembali normal
 Mempercepat proses penyembuhan dan
meningkatkan daya tahan tubuh
 Memenuhi kebutuhan gizi
 Mengganti kehilangan protein, glikogen, zat
besi
 Memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit
dan cairan
 Memberikan
makanan secara
bertahap mulai dari
bentuk cair, saring,
lunak dan biasa
 Perpindahan
pentahapan diet
tergantung macam
pembedahan dan
keadaan pasien
DIPENGARUHI OLEH :
 Lokasi stoma  ileustomi, kolostomi
 Lokasi reseksi (digestif)  gaster, usus halus,
usus besar
 Risiko kebocoran  penyakit krons,
peritonitis masif, syok, sepsis
Stomach Mechanicall digestion

Duodenum Enzimatic digestion

High permeability and ABSORPTION:


Jejunum Water, CHO, fat, protein,
liposolubles vitamins, P, Mg, Ca
Ileum ABSORPTION : Water, CHO, biliary salts, vitamin B12

Protects small bowel from infection


Ileo caecal
Controlls small bowel emptying

ABSORPTION : Water and Na absorption,


Colon K and bicarbonate secretion
 Konsistensi tinja cair
 Keseimbangan cairan dan
elektrolit, diare
 - Nutrisi polimerik, rendah
serat
- Suplementasi Vitamin C
dan folat
- Kebutuhan air dan garam
diatas kebutuhan normal
untuk mengkompensasi
kehilangan melalui feses
 konstipasi
 Asupan cairan dan
serat bertahap
 cairan jernih  diet
rendah sisa  untuk
menurunkan
pengeluaran dan iritasi
stoma.
 rendah serat 
cukup serat
 Aroma bau tidak sedap 
disebabkan steatorea atau
bakteri.
 Makanan yang menyebabkan
aroma  kacang2an,
bawang merah, garlic,
pete, kol, makanan
berbumbu tajam, ikan,
antibiotik, beberapa
suplemen vitamin dan
mineral
 Permasalahan Dumping
sindrom ( kram, diare,
pusing, mual dan muntah,
nafas pendek, berkeringat)
 Diet tinggi protein,
 Porsi kecil dan sering ,
 Minuman tidak diminum
bersamaan dengan makan.
 Diet bebas laktosa,
 Mengatasi defisiensi
mikronutrien-vit B12
 Normal  pencernaan dan
penyerapan makanan dan zat
gizi pada 100 cm pertama
usus halus.
 Absorbsi sejumlah kecil gula,
tepung (Kh), lemak, cairan,
dietary fiber
 Post reseksi yeyunum 
intestinal transit < normal
dan ileum menggantikan
fungsi yeyunum (post fase
adaptasi)
 Reseksi distal ileum  masalah gizi
 Distal ileum  absorbsi vit B12 dan garam
empedu
 Gastric dan lipase pankreas  mencerna
trigliserida menjadi asam lemak dan
monogliserida, tanpa misel dari garam
empedu, lipid sedikit diabsorbsi  risiko
malabsorbsi lemak dan Vit. A, D,E,K.
 Reseksitotal ileum dan sebagian jejunum 
absorbsi lemak dan karbohidrat menurun 50-
75% dan absorbsi kalsium, magnesium, zinc,
dan fosfor.
 Reseksi kolon  kehilangan natrium, kalium
dan air serta mempercepat transit intestinal
karena perubahan pengosongan lambung.
 SBS atau sindrom usus pendek  kelainan
bawaan atau reseksi pada saluran pencernaan,
akibatnya luas permukaan usus untuk fungsi
absorbsi berkurang.
 Malabsorbsi, Diare, gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit.
 < 200 cm of jejunum-ileum tersisa atau reseksi
usus halus 70-75%
1. Fase hipersekresi paska bedah,
Terapi diet : Nutrisi paranteral
untuk memenuhi kecukupan gizi dan
mengganti cairan dan elektrolit. Pada
beberapa kasus, dimungkinkan pemberian
enteral nutrisi secara dini dengan asam
amino bebas atau peptida untuk
mempercepat proses adaptasi.
 Terapi Diet : makanan lewat pipa secara
continuos
 Adanya nutrien dalam lumen usus

mempercepat proses adaptasi, karena adanya


stimulasi sekresi pankreas dan peptida
intestinal dapat meningkatkan pertumbuhan
dan fungsi dari usus yang tersisa
 Apabila kehilangan cairan < 2,5 lt perhari,

pemberian enteral nutrisi diawali dengan 250


ml/hari dan ditingkatkan sesuai toleransi.
 Terapi diet : Oral makanan biasa
 Pada fase ini kebutuhan energi sama dengan
kondisi sehat
 Apabila kapasitas penyerapan usus masih
rendah dan berat badan normal tidak dapat
dipertahankan, ditandai dengan volume feses
3 kg perhari dan asupan energi tinggi (2000-
2500 kkal), maka pemberian enteral nutrisi
dan paranteral nutrisi perlu dipertimbangkan.
 Mempertahankan dan memperbaiki status
gizi
 Memperbaiki fungsi usus yang tersisa pada
fase adaptasi
 Mengurangi diare
 Meningkatkan kualitas hidup pasien
 Pemberian cairan : 30-40 ml/kg BB/hari
Jumlah cairan awal dibatasi 1500 cc untuk
mencegah dumping syndrom
 Pemberian energi berkisar antara 35 – 45
kkal/kg BB/hari
 Pemberian protein bertahap
 Pemberian lemak bertahap
 pemberian karbohidrat sisa dari lemak dan
protein
KOLON ada KOLON absen
PROTEIN 20-30% energi 20-30% energi
(1,5-2,1 g/kg BB/hr)
LEMAK Dibatasi 20-30% 30-40%
Jenis MCT/LCT Jenis LCT
KH 50-60% energi 40-50% energi
Jenis KH kompleks Jenis KH kompleks
SERAT Larut Larut
OKSALAT dibatasi -
1. Pasien dengan SBS dan intact kolon
mendapatkan diet kaya karbohidrat
komplek dan rendah lemak (kriteria A)
2. Diet rendah oksalat diberikan pada
pasien SBS dengan intact kolon. (A)
3. Injeksi vitamin B-12 setiap bulan
diberikan pada pasien dengan reseksi >
100 cm terminal ileum (A)
4. Paranteral Nutrisi diberikan pada pasien
dengan SBS jika kebutuhan gizi tidak
dapat dipenuhi dari oral atau enteral
nutrisi (A)
 Fistula adalah hubungan abnormal
antara dua bagian yang
menimbulkan lubang (antara
rectum and vagina) atau
terbentuk lubang pada dinding
perut menembus ke kulit.
 Terjadinya fistula disebabkan
karena adanya abses – dan
membentuk lubang yang
mengeluarkan pus
 Kebanyakan fistula timbul setelah
operasi sebagai komplikasi prosedur
bedah karena ditemukan banyak
perlengketan, radang usus atau
trauma radiasi pada usus
 Enterocutaneous: fistula
yang keluar dari usus
tembus ke kulit 
komplikasi pembedahan.
 Enteroenteric or
Enterocolic: fistula
melibatkan usus besar dan
usus kecil.
 Enterovaginal: fistula yang
keluar lewat vagina.
 Enterovesicular: fistula
keluar lewat kandung kemih
 urinary tract infections
Gangguan yang terjadi krn fistula :
- Imbang cairan
- Elektrolit dan asam basa
- Sepsis
- Malnutrisi
 kematian
Tujuan : Untuk penutupan fistula
 Pada kasus yang tidak dapat mentoleransi pemberian
NE  adanya peningkatan keluaran fistula dan residu
gaster, kram abdomen atau diare,  NE harus
dikurangi  hanya untuk memberi makanan usus 10-
20 ml/jam
 Pemberian NE dengan kandungan glutamin, arginin,
minyak ikan, dan nukleotida dapat mendukung
pertumbuhan dan mukosa usus

Anda mungkin juga menyukai