Anda di halaman 1dari 9

METODOLOGI

STUDI ISLAM
DEFINISI METODOLOGI STUDI ISLAM
Metodologi berasal dari bahasa latin methodologia, methodus + -logia –logy. Istilah ini pertama kali
digunakan pada tahun 1800. (sebagai Sebuah sistem yang luas dari prinsip atau aturan dari metode atau
prosedur yang khusus diturunkan untuk menafsirkan atau memecahkan berbagai masalah dalam lingkup tertentu
dari sebuah disiplin ilmu. Tidak seperti algoritma , metodologi bukanlah rumus tetapi satu set praktek. Sedangkan
studi Islam dipahami sebagai kajian yang bersifat ilmiah dan objektif dalam memahami tentang Islam.

Studi islam atau Islamic studies dan dalam bahasa arab dikenal dengan istilah dirasat islamiyyah secara
sederhana dapat dikatakan sebagai usaha untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan agama islam.
Dengan perkataan lain sebuah usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui dan memahami serta membahas
secara mendalam tentang seluk beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama islam, baik secara ajaran,
sejarah maupun praktik-praktik pelaksanaanya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Studi Islam mulai dikembangkan oleh Mukti Ali pada akhir dekade tahun 70-an. Kajian masih bersifat stadium
awal, terfokus pada persoalan praktis menyangkut penataan, pembinaan dan pengembangan hubungan antar
pemeluk agama-agama di Indonesia. Memasuki dasawarsa tahun 80-an, studi agama memasuki fase baru yang
segar dimana mulai muncul kajian-kajian yang secara tematik lebih variatif dan secara kualitattif lebih intensif.
Situasi ini disebabkan oleh perkembangan dunia pendidikan, teknologi komunikasi dan transportasi, yang secara
langsung membantu perkembangan internal kajian agama.
tTujuan dan urgensi mempelajari studi islam
Studi Islam (Islamic Studies) adalah salah satu studi yang mendapat perhatian dikalangan ilmuwan. Jika ditelusuri secara
mendalam, nampak bahwa studi Islam mulai banyak dikaji oleh para peminat studi agama dan studi-studi lainnya.
Dengan demikian, studi Islam layak untuk dijadikan sebagai salah satu cabang ilmu favorit. Artinya, studi Islam telah
mendapat tempat dalam percaturan dunia ilmu pengetahuan.
Islam sebagai agama ajaran-ajaran tidak hanya mencakup persoalan yang trasedental akan tetapi mencakup pula
berbagai persoalan seperti ekonomi, social, budaya, dan dimensi-dimensi lain dalam kehidupan manusia. Jika tinjau dari
perkembangan Islam masa awal telah mengalami perkembangan, terkait erat dengan persoalan-persoalan historis
cultural. Perkembangan tersebut dapat diamati dari praktek-praktek keagamaan diberbagai wilayah Islam, dimana antara
wilayah yang satu dengan wilayah yang lain berbeda-beda dalam praktek social keagamaan, sehingga benang merah
yang memisahkan antara wilayah keagamaan dan wilayah-wilayah social dan budaya yang telah menyatu dengan agama
itu sendiri, menjadi tidak jelas.

Salah satu persoalan mendesak untuk segera dipecahkan adalah masalah metodologi. Hal ini disebabkan oleh dua hal.
Pertama, kelemahan dikalangan umat Islam dalam mengkaji Islam secara komperehensif adalah tidak menguasai
metodologi. Kelemahan ini semakin terasa manakala umat Islam, khususnya di indonesia, tidak menjadi produsen
pemikiran akan tetapi konsumen pemikiran. Jadi kelemahan umat islam bukan terletak pada kurangnya penguasaan
materi namun lebih pada cara-cara penyajian materi yang dikuasai.
Oleh karena itu dibutuhkan kajian metodologi islam agar umat islam dapat mengerti dengan benar esensi ajaran islam
yang sesungguhnya. Sehingga dapat menghidari terjadinya pemahaman yang bersifat campur aduk, tidak dapat
menunjukkan secara distingtif mana wilayah agama dan mana wilayah tradisi atau budaya. Bila pencampuradukan itu
terjadi, selanjutnya tidak akan bisa dihindari munculnya pemahaman yang distortif terhadap konsep kebenaran, antara
yang absolut dan relatif.
II. PENGERTIAN ISLAM
- Konsep Iman, islam dan Ihsan
- Universalisme Islam

‫ون‬ ِ ‫ِيرا َو َٰلَ ِك ان أ َ ْكث َ َر النا‬


َ ‫اس ََّل يَ ْعلَ ُم‬ ً ‫يرا َونَذ‬
ً ‫ش‬ ِ ‫س ْلنَاكَ إِ اَّل كَافاةً ِللنا‬
ِ َ‫اس ب‬ َ ‫َو َما أ َ ْر‬
) ‫ ( قل يا أيها الناس إني رسول هللا إليكم جميعا‬: ‫قوله تعالى‬

seluruh Nabi sebelum Rasulullah saw, mereka semua di utus khusus kepada umatnya masing-masing.
،‫ي ا ْلغَنَائِ ُم َولَ ْم ت َ ِح ال ِْل َ َح ٍد قَ ْب ِلي‬
َ ‫ َوأ ُ ِحلاتْ ِل‬،‫ص ِل‬ ‫ فَأَيُّ َما َر ُج ٍل ِم ْن أ ُ امتِي أ َد َْر َكتْهُ ال ا‬،‫ورا‬
َ ُ‫ص ََلةُ فَ ْلي‬ ً ‫س ِجدًا َو َط ُه‬
ْ ‫ض َم‬ ُ ‫ي ْاْل َ ْر‬َ ‫ َو ُج ِعلَتْ ِل‬،‫شه ٍْر‬ َ َ‫يرة‬َ ‫س‬ ِ ‫الر ْع‬
ِ ‫ب َم‬ ُّ ‫ِص ْرتُ ِب‬
»ً‫اس عَا امة‬ ِ ‫ َوبُ ِعثْتُ ِإلَى النا‬،‫ث ِإلَى قَ ْو ِم ِه‬
ُ َ‫ي يُ ْبع‬ َ ‫ َوك‬،ُ‫شفَاعَة‬
ُّ ‫َان النا ِب‬ ‫َوأُع ِْطيتُ ال ا‬
Dari Jabir bin Abdulloh, bahwa Nabi Muhammad bersabda: “Aku diberi (oleh Allah) lima perkara, yang itu semua
tidak diberikan kepada seorang-pun sebelumku.
Aku ditolong (oleh Allah) dengan kegentaran (musuh sebelum kedata-nganku) sejauh perjalanan sebulan;
Bumi (tanah) dijadikan untukku sebagai masjid (tempat sholat) dan alat bersuci (untuk tayammum-pen). Maka siapa
saja dari umatku yang (waktu) sholat menemuinya, hendaklah dia sholat.
Ghonimah (harta rampasan perang) dihalalkan untukku, dan itu tidaklah halal untuk seorangpun sebelumku.
Aku diberi syafa’at (oleh Allah).
Dan Nabi-Nabi dahulu (sebelum-ku) diutus khusus kepada kaumnya, sedangkan aku diutus kepada manusia
semuanya.
[Hadits Shohih Riwayat Bukhori, no: 335]
- Dimensi baru dari kedatangan Islam
- islam periode awal
- islam periode pertengahan
- islam periode masa kini

- Konsep islam wasatiy/moderat


Allah SWT berfirman :
…ً ‫ش ِهيدا‬
َ ‫سو ُل َعلَ ْي ُك ْم‬ ِ َّ‫ش َه َدا َء َعلَى الن‬
َّ َ‫اس َو َي ُكون‬
ُ ‫الر‬ َ ‫َو َك َذ ِل َك َج َع ْلنَا ُك ْم أ ُ َّمةً َو‬
ُ ‫سطا ً ِلت َ ُكونُوا‬
“Dan yang demikian itu Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) sebagai umata wasatha (umat pertengahan) agar kalian
menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas perbuatan kalian,…” (QS. Al-Baqarah:
143)
Secara Bahasa, kata Wasathiyah berasal dari kata wasatha (‫ط‬ َ ‫س‬ َ ‫)و‬َ yang berarti adil atau sesuatu yang berada di pertengahan.
Pengertian ini diungkapkan oleh Ibnu Faris dalam Mu’jam Maqayisil Lughah (6/74).
Sementara itu, jumhur ulama lain menambahkan bahwa makna wasath juga berarti pilihan (al-khiyar) atau yang paling utama
(afdhal).
Dalam kitab tafsirnya, Imam at-Tabari mengartikan makna wasath adalah udulan (umat yang adil) dan khiyar (pilihan). Makna
yang sama juga ungkapkan oleh Ibnu Katsir, yang dimaksud ayat 143 al-Baqarah tersebut adalah pilihan dan yang terbaik.
(tafsir al-QUrthubi, 2/144, Ibnu katsir, 1/455)
Ibnu Jarir At-thabari menjelaskan, al-wasthu bermakna adil dan juga bisa bermakna pilihan. Sebab, orang yang terpilih di
antara manusia adalah yang paling adil di antara mereka. (Tafsir At-Thabari, 3/143)
Al Baghawi dalam tafsirnya, (1/122) menukil dari Al-Kalbi sesungguhnya dia berkata, “Maksud dari ‘Umat pertengahan’
adalah: Pengikut agama yang adil antara berlebih-lebihan dalam beribadah dan teledor dalam menjalankan syariat agama,
yang kedua sifat ini amat dicela dalam agama.”
dalam Tafsir Al-Karim Al-Rahman fi Tafsir Kalam Al-Mannan, (1/66), Imam As-Sa’di menjelaskan tentang umat
pertengahan yaitu,
“Umat yang memiliki sifat adil dan umat yang terbaik. Sebab, bila tidak ada di pertengahan rentan mengarah kepada bahaya.
Sehingga Allah menjadikan umat ini umat yang senantiasa mengambil jalan tengah di setiap permasalahan agama. Nabinya nabi
yang pertengahan di antara para nabi. mereka berada di pertengahan antara kaum yang berlebih-lebihan dalam beragama
sebagaimana kaum Nashrani, dan mereka yang berperangai kasar sebagaimana bangsa yahudi, beriman terhadap apa pun yang
datang dari-Nya, tidak membangkang sebagaimana orang Yahudi, dan tidak pula meremehkan sebagaimana orang Nashrani.“

Maka dapat disimpulkan bahwa kata wasatha mengandung dua sifat utama yang tidak bisa lepas darinya, yaitu: udulan (adil);
tidak condong ke salah satu dua kutub ekstrem yang berbeda dan khiyar (pilihan, terbaik). Maka ketika disebut ummatan
wasatha maknanya adalah umat yang adil dalam bersikap sehingga dipilih sebagai umat yang terbaik di antara umat-umat yang
lain
Pemaknaan ini sesuai dengan makna yang disampaikan oleh Rasulullah SAW ketika ayat 143 Al-Baqarah diturunkan. Karena sifat
adil tersebut, Allah menjadikan umat ini sebagai saksi atas umat-umat lain di hari kiamat kelak.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abi Sa’id Al-Khudri Radliyallahu Anhu dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Nabi Nuh Alaihi
As Salam dipanggil pada hari kiamat, dikatakan kepada beliau: Apakah engkau telah menyampaikan Riasalhmu? Beliau
menjawab: Iya sudah; lalu dipanggillah kaumnya dan ditanyakan kepada mereka: Apakah dia telah menyampaikan risalahnya
pada kalian? Kemudian kaumnya menjawab: Tidak ada seorang pun yang datang menyeru kepada kami. Lalu dikatakan kepada
Nabi Nuh: Siapa yang bersaksi untukmu? Nuh menjawab: Muhammad dan umatnya, Rasulullah bersabda: Maka yang demikian
itu Firman Allah: Dan yang demikian itu Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) sebagai umat pertengahan}. Yang dimaksud
umat pertengahan adalah: keadilan. (HR. Bukhari)
Praktik amaliyah keagamaan Islam Wasathiyah meliputi:
(1) Tawassuth (mengambil jalan tengah) yaitu pemahaman dan pengamalan yang tidak ifrath (berlebih-lebihan
dalam beragama) dan tafrith (mengurangi ajaran agama),
(2) Tawazun (berkeseimbangan) yaitu pemahaman dan pengamalan agama secara seimbang yang meliputi
semua aspek kehidupan baik duniawi maupun ukhrawi, tegas dalam menyatakan prinsip yang dapat
membedakan antara inhiraf (penyimpangan) dan ikhtilaf (perbedaan),
(3) I’tidal (lurus dan tegas), yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya dan melaksanakan hak dan memenuhi
kewajiban secara proporsional,
(4) Tasamuh (toleransi) yaitu mengakui dan menghormati perbedaan, baik dalam aspek keagamaan dan
berbagai aspek kehidupan lainnya,
(5) Musawah (egaliter) yaitu tidak bersikap diskriminatif pada yang lain disebabkan perbedaan keyakinan atau
agama, tradisi dan asal usul seseorang,
(6) Syura (musyawarah) yaitu setiap persoalan diselesaikan dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat
dengan prinsip menempatkan kemaslahatan di atas segalanya,
(7) Ishlah (reformasi) yaitu mengutamakan prinsip reformatif untuk mencapai keadaan lebih baik yang
mengakomodasi perubahan dan kemajuan zaman dengan berpijak pada kemaslahatan umum (mashlahah ‘amah)
dengan tetap berpegang pada prinsip al-muhafazhah ‘ala al-qadimi al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadidi al-
ashlah (merawat tradisi merespon moderenisasi),
(8) Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas) yaitu kemampuan mengidentifikasi hal-ihwal yang lebih penting harus
diutamakan untuk diimplementasikan dibandingkan dengan yang kepentingannya lebih rendah,
(9) Tathawwur wa Ibtikar (dinamis dan inovatif) yaitu selalu terbuka untuk melakukan perubahan-perubahan sesuai
dengan perkembangan zaman serta menciptakan hal baru untuk kemaslahamatan dan kemajuan umat manusia,
(10) Tahadhdhur (berkeadaban) yaitu menjunjung tinggi akhlakul karimah, karakter, identitas, dan integritas
sebagai khairu ummah dalam kehidupan kemanusiaan dan peradaban.
Praktik amaliyah keagamaan Islam Wasathiyah perlu didakwahkan sebagai implementasi Islam Rahmatan Lil Alamin. Dakwah
adalah tugas kenabian dan kerasulan yang harus diteruskan oleh umat Islam sebagai bagian dari tanggung jawab teologis
(mas’uliyah diniyah). Sebab dengan dakwah, Islam diharapkan akan dapat berkembang dengan pesat dan baik. Dengan
dakwah pula, tatanan masyarakat muslim dapat tertata dengan baik. Dakwah harus memerankan fungsi tauhidul
ummah (mempersatukan ummat), tansiqul ummah (mensinkronkan gerakan dakwah), taswiyatul manhaj (menyamakan
persepsi pola keagamaan Ahlussunnah wal Jama’ah), dan himayatul ummah (melindungi ummat dari akidah dan pemikiran
sesat, muamalat yang haram, dan konsumsi yang haram, termasuk membentengi ummat Islam menghadapi rongrongan dari
luar seperti upaya pemurtadan, dan sebagainya).

Anda mungkin juga menyukai