Anda di halaman 1dari 37

Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan 4


Oleh Kel 4
Ashadi
1
Bayu
Herlina
Ruang Ringkup Pembahasan

Tindak Pidana Perpajakan

Penyidikan dan Sengketa


2
Pajak

Penetapan dan Ketetapan


Pajak
Ketentuan Pidana
Perpajakan

Landasan Hukum:
Pasal 38 s/ d Pasal 44B UU KUP
3
4
Lingkup Pidana Perpajakan

Pengulangan Pidana Akibat


Kealpaan
Pidana

Percobaan Pidana Akibat


Pidana Kesengajaan
5 Pidana Akibat Kealpaan WP
Pasal 38, dan Pasal 43 Ayat (1)
WP akibat kealpaannya Pidana dikenakan
dapat menimbulkan apabila perbuatan
kerugian negara melalui dilakukan bukan
perbuatan berikut: pertama kalinya, dalam
bentuk:

• Tidak • Denda, minimal 1


menyampaikan SPT. kali, maksimal 2 kali
• Menyampaikan SPT pajak yang kurang
secara tidak benar. atau tidak dibayar.
• Kurungan, minimal
3 bulan, maksimal 1
tahun.
6 Bentuk Pidana Akibat Kesengajaan WP (A)
Pasal 39 Ayat (1)
WP tidak mendaftar
untuk memperoleh WP menyalahgunakan
WP tidak melaporkan
NPWP atau NPWP atau status
SPT.
dikukuhkan sebagai PKP
PKP.

WP memperlihatkan
WP melaporkan SPT WP menolak buku, catatan atau
secara tidak benar dilakukannya dokumen palsu atau
atau tidak lengkap. pemeriksaan. tidak sesuai
kebenaran.

WP tidak WP tidak menyimpan


menyelenggarakan WP tidak menyetorkan
buku, catatan, dan
pembukuan atau pajak yang telah
dokumen dasar
pencatatan, atau tidak dipotong atau
memperlihatkan buku, pembukuan atau
dipungut.
catatan, dan dokumen. pencatatan.
Sanksi Pidana Akibat Kesengajaan WP,
7
Berikut Pengulangannya (A)
Pasal 39 Ayat (1), dan (2)
Sanksi berlaku pula bagi wakil, kuasa, dan pegawai WP, atau pihak lain yang
menyuruh, turut serta, mengajurkan, atau membantu tindak pidana.

Denda, minimal 2
Penjara, minimal 6
kali, maksimal 4 kali
bulan, maksimal 6
pajak yang kurang
tahun.
atau tidak dibayar.

Pengulangan tindak pidana sebelum 1 tahun sejak selesainya sanksi


terakhir, pelanggar pengenaan sanksi pidana akan dilipatkan 2 kali.
8 Percobaan Tindak Pidana oleh WP
Pasal 39 Ayat (3)

Percobaan tindak pidana Pihak yang melakukan


mungkin dilakukan untuk tujuan percobaan akan dikenai
mengajukan permohonan sanksi pidana berupa:
restitusi, melakukan kompensasi, • Penjara, minimal 6 bulan,
atau mengkreditkan pajak, dalam maksimal 2 tahun.
bentuk: • Denda, minimal 2 kali,
maksimal 4 kali dari
• Penyalahgunaan atau penggunaan
jumlah restitusi
tanpa hak atas NPWP dan status PKP.
termohonkan,
• Penyampaian SPT secara tidak benar kompensasi, atau
atau tidak lengkap. pengkreditan.

Sanksi berlaku pula bagi wakil, kuasa, dan pegawai WP, atau pihak lain yang
menyuruh, turut serta, mengajurkan, atau membantu percobaan pidana.
Pidana Akibat Kesengajaan WP (B)
9 Pasal 39A

Pihak yang dengan Dikenai sanksi pidana


sengaja melakukan dalam bentuk:
tindakan berikut: • Penjara, minimal 2
• Menerbitkan atau tahun, maksimal 6
menggunakan faktur, tahun.
bukti potongan, atau • Denda, minimal 2 kali,
pungutan, atau setoran maksimal 6 kali dari
pajak, tidak berdasar jumlah pajak dalam
transaksi sebenarnya. faktur atau bukti terkait.
• Menerbitkan faktur Sanksi berlaku pula bagi wakil,
pajak tanpa dikukuhkan kuasa, dan pegawai WP, atau
sebagai PKP. pihak lain yang menyuruh, turut
serta, mengajurkan, atau
membantu tindak pidana.
Daluarsa Pidana Perpajakan
10 Pasal 40

Tindak pidana perpajakan tidak dapat dituntut


setelah lampau 10 tahun sejak:

 Saat terutangnya pajak.


 Berakhirnya masa bagian tahun atau tahun
pajak.
11 Pidana oleh Pejabat
Pasal 41
Akibat kealpaan, tidak
menjaga kerahasiaan Wajib
Pajak.
Atas aduan pihak • Dikenai pidana kurungan
yang dilanggar maksimal 1 tahun dan denda
maksimal Rp 25.000.000,00.
kerahasiaannya,
pejabat
perpajakan dapat Secara sengaja, tidak
dikenai pidana menjaga kerahasiaan Wajib
apabila: Pajak.
• Dikenai pidana kurungan
maksimal 2 tahun dan denda
maksimal Rp 50.000.000,00.
12 Pidana Bagi Pihak Ketiga (A)
Pasal 41A, 41B, dan 43 Ayat (2)

Pihak ketiga yang sengaja tidak memberi


Pihak ketiga yang sengaja
keterangan dan bukti terkait pemeriksaan,
mempersulit atau
penagihan, dan penyidikan pidana atas
menghalangi penyidikan
suatu WP sesuai Pasal 35, atau memberi
pidana perpajakan.
keterangan dan bukti yang tidak benar.

Dikenai pidana kurungan maksimal 1 Dikenai pidana kurungan


tahun dan denda maksimal Rp maksimal 3 tahun dan denda
25.000.000,00. maksimal Rp 75.000.000,00.

Sanksi berlaku pula bagi pihak yang menyuruh, mengajurkan, atau


membantu pidana oleh pihak ketiga.
Pidana Bagi Pihak Ketiga (B)
13 Pasal 41C
Instansi pemerintah, lembaga, asosiasi dan pihak lain yang sengaja
tidak memberi data dan informasi yang diminta Dirjen Pajak terkait
pemeriksaan, penagihan, dan penyidikan pidana suatu WP (Pasal 35A
Ayat (1)).
• Kurungan maksimal 1 tahun atau denda maksimal Rp 1.000.000.000,00.

Pihak yang sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban Pasal


35A Ayat (1) oleh instansi pemerintah, lembaga, asosiasi dan pihak
lain tersebut.
• Kurungan maksimal 10 bulan atau denda maksimal Rp 800.000.000,00.

Pihak yang sengaja tidak memberi data dan informasi dalam proses
penghimpunan oleh Dirjen Pajak (Pasal 35A Ayat (2)).
• Kurungan maksimal 10 bulan atau denda maksimal Rp 800.000.000,00.

Pihak yang menyalahgunakan data dan informasi perpajakan


sehingga merugikan negara.
• Kurungan maksimal 1 tahun atau denda maksimal Rp 500.000.000,00.
Sanksi Pidana (sesuai KUHP) :
 meniru atau memalsukan meterai tempel dan kertas meterai atau meniru
dan memalsukan tanda tangan pada meterai;
 sengaja menyimpan dengan maksud untuk diedarkan atau memasukan ke
Negara Indonesia meterai palsu, yang dipalsukan atau yang dibuat dengan
melawan hak;
 sengaja menggunakan, menjual, menawarkan, menyerahkan, menyediakan
untuk dijual atau dimasukan ke Negara Indonesia meterai yang mereknya,
capnya, tanda-tangannya, tanda sahnya atau tanda waktu mempergunakan
telah dihilangkan seolah-olah meterai itu belum dipakai dan atau menyuruh
orang lain menggunakan dengan melawan hak.
 menyimpan bahan-bahan atau perkakas-perkakas yang diketahuinya
digunakan untuk melakukan salah satu kejahatan untuk meniru dan
memalsukan benda meterai.
• sengaja menggunakan cara lain (pasal 7 ayat (2) huruf b) tanpa izin Menteri
Keuangan, dipidana penjara selama-lamanya 7 (tujuh) tahun.
PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

KETENTUAN PIDANA
Pasal 41 A

Penanggung Pajak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat
(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak
Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

Penanggung Pajak dilarang :


• memindahkan hak, memindah tangankan, menyewakan, meminjamkan,
menyembunyikan, menghilangkan, atau merusak barang yang telah disita;
• membebani barang tidak bergerak yang telah disita dengan hak tanggungan
untuk pelunasan utang tertentu;
• membebani barang bergerak yang telah disita dengan fidusia atau diagunkan
untuk pelunasan utang tertentu; dan atau
• merusak, mencabut, atau menghilangkan segel sita atau salinan Berita Acara
Pelaksanaan Sita yang telah ditempel pada barang sitaan.
PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

KETENTUAN PIDANA
Pasal 41 A

Apabila pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) huruf b, huruf c, huruf d,
huruf e, dan huruf f tidak melaksanakan kewajibannya, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) bulan 2 (dua) minggu dan denda paling banyak Rp 10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah)

Setiap orang yang dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang, atau dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau
menggagalkan tindakan dalam melaksanakan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh
Jurusita Pajak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan 2 (dua) minggu
dan denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)."
17 Penyidikan Pidana Perpajakan
Pasal 1 Angka 31 dan Pasal 44 Ayat (1)

Penyidikan adalah
serangkaian tindakan yang
dilakukan penyidik untuk
mencari dan mengumpulkan
bukti yang dapat membuat
terang tindak pidana
perpajakan dan menemukan
tersangkanya.
Penyidik adalah Pejabat
PNS tertentu Ditjen
Pajak yang diberi
kewenangan khusus.
Penyidikan Pidana Perpajakan (lanjutan)
Penyidikan pajak dilakukan sebagai akibat tindak lanjut
dari pemeriksaan bukti permulaan. Penyidikan
merupakan proses kelanjutan dari hasil pemeriksaan
yang mengindikasikan adanya bukti permulaan tindak
pidana perpajakan.[3] Tindak pidana di bidang
perpajakan meliputi perbuatan; yang dilakukan oleh
seseorang atau oleh badan yang diwakili orang tertentu
(pengurus), memenuhi rumusan undang-undang,
diancam dengan sanksi pidana, melawan hukum,
dilakukan di bidang perpajakan, dan dapat
menimbulkan kerugian bagi pendapatan negara.
19 Wewenang Penyidik
Pasal 44 Ayat (2)

Menerima, mencari, Meneliti, mencari, dan


Meminta
mengumpulkan dan mengumpulkan
keterangan atau
keterangan terkait WP
meneliti keterangan OP atau Badan berikut
bukti dari WP
atau laporan. OP atau Badan.
perbuatannya.
Memeriksa Menghentikan atau
buku, Meminta meminta sesorang
catatan, Melakukan bantuan tinggal saat
atau penggeledahan. tenaga pemeriksaan, serta
dokumen ahli. memeriksa identitas dan
lain. bawaannya.

Memanggil seseorang Melakukan


Memotret untuk didengar Menghentikan tindakan lain
seseorang. keterangannya sebagai penyidikan. yang dianggap
tersangka atau saksi. perlu.
20 Pelaksanaan Penyidikan
Pasal 44 Ayat (3), dan (4)
Penyidik Ditjen Pajak:
• Memberitahukan saat dimulainya penyidikan.
• Menyampaikan hasil penyidikan.

Pemberitahuan dan penyampaian


dilaksanakan melalui penyidik pejabat Polisi
Negara RI kepada Jaksa Penuntut Umum.

Penyidik Ditjen Pajak dapat meminta bantuan


oenegak hukum lain dalam pelaksanaan
kewenangan penyidikan.
21 Pihak Berhak Menghentikan Penyidikan
Pasal 44A, dan 44B

Penyidik Ditjen • Tidak cukup bukti.


Pajak, apabila • Peristiwa bukan merupakan tindak pidana.
• Dicapainya daluarsa.
ditemui • Tersangka meninggal dunia.
kondisi:

• WP telah melunasi jumlah pajak yang


Jaksa Agung, kurang atau tidak dibayar, ditambah sanksi
atas administrasi sebesar 4 kali jumlah tersebut.
permintaan • Penghentian tersebut dilaksanakan untuk
kepentingan negara.
Menkeu, • Penghentian diputuskan maksimal 6 bulan
apabila: sejak penerimaan permintaan.
Sengketa Pajak

 Sengketa Pajak adalah Sengketa yang timbul dalam


bidang perpajakan antara wajib pajak atau
penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang
sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat
diajukan banding atau gugatan kepada pengadilan
pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan
penagihan berdasarkan Undang undang Penagihan
Pajak dengan Surat Paksa.
 Sengketa pajak bisa disebabkan oleh beberapa hal seperti:
 1. Adanya kebijakan perpajakan yang dikeluarkan Ditjen
Pajak berdasarkan kewenangan yang diberikan undang-
undang. Namun, wajib pajak merasa tidak puas dengan
kebijakan tersebut sehingga mengajukan upaya hukum
yang memang diperbolehkan oleh UU No 14 Tahun 2002
tentang Pengadilan Pajak.
 2. Adanya perbedaan interpretasi antara WP dan Ditjen
Pajak mengenai aturan perundang-undangan
 3. Perbedaan metode perhitungan jumlah pajak mengenai
jumlah yang harus disetor pada negara.
 4. Keberatan atas penetapan sanksi denda pajak.
Sengketa Pajak Formal
 Sengketa formal timbul apabila Wajib Pajak atau fiskus atau
keduanya tidak mematuhi prosedur dan tata cara yang telah
ditetapkan oleh Undang-Undang perpajakan, khususnya UU KUP.
Bagi fiskus, UU KUP telah menetapkan dan prosedur tata cara
pemeriksaan pajak penerbitan ketetapan pajak, sampai
penerbitan keputusan keberatan. Apabila fiskus melanggar
ketentuan tersebut, maka pelanggaran itulah yang menimbulkan
sengketa formal dari pihak fiskus. Contohnya fiskus menerbitkan SKP
Universitas Sumatera Utara 84 setelah melampaui jangka waktu
yang ditetapkan. Di lain pihak, Wajib Pajak bisa terjadi apabila
Wajib Pajak tidak melaksanakan prosedur dan tata cara yang
ditetapkan dalam UU KUP maupun UU Pengadilan pajak.
Contohnya WP tidak mengajukan keberatan atau banding dalam
jangka waktu yang telah ditetapkan.
Sengketa Pajak Material

 Sengketa material lazim disebut materi sengketa terjadi apabila


terdapat perbedaan jumlah pajak yang terutang atau terdapat
perbedaan jumlah pajak yang lebih dibayar dalam kasus restitusi
menurut perhitungan fiskus yang tercantum pada ketetapan pajak
dengan jumlah menurut perhitungan Wajib Pajak. Perbedaan
tersebut bisa timbul karena adanya perbedaan pendapat
mengenai dasar hukum yang seharusnya digunakan, persepsi atas
ketentuan peraturan pajak dan perselisihan atas suatu transaksi
tertentu. Hal tersebutlah yang mengakibatkan jumlah pajak yang
ditetapkan oleh fiskus menjadi berbeda dibandingkan dengan
jumlah pajak menurut perhitungan Wajib Pajak.
Penetapan dan
Ketetapan Pajak
Prinsip self-assessment dalam pemenuhan kewajiban
perpajakan adalah bahwa Wajib Pajak (WP) diwajibkan untuk
menghitung, memperhitungkan, membayar sendiri, dan
melaporkan pajak yang terutang sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, sehingga penentuan
besarnya pajak yang terutang dipercayakan pada WP sendiri
melalui Surat Pemberitahuan (SPT) yang disampaikannya.

Penerbitan suatu surat ketetapan pajak (SKP) hanya


terbatas kepada WP tertentu yang disebabkan oleh
ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena
ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh WP
dengan kata lain WP tidak patuh dalam memenuhi kewajiban
yang telah ditentukan oleh peraturan perpajakan yang berlaku.

Penerbitan SKP dilakukan melalui pemeriksaan terlebih


dahulu, sedangkan penerbitan STP melalui penelitian terlebih
dahulu.
Pengertian Penetapan
Kewajiban membayar pajak yang terutang dilakukan
oleh WP tanpa menggantungkan pada adanya SKP. Pajak
yang dihitung, diperhitungkan dan dibayar sendiri tersebut
kemudian dilaporkan dengan
menggunakan SPT.

Apabila SPT telah disampaikan (telah diterima bukti


penerimaan SPT) maka kewajiban perpajakan yang
dilaporkan dalam SPT tersebut telah dianggap benar, sesuai
dengan bunyi Pasal 12 ayat 2 UU KUP yang berbunyi ,
“Jumlah Pajak yang terutang menurut Surat
Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak adalah
jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.”

Hal ini menegaskan bahwa Surat Pemberitahuan (SPT)


yang telah disampaikan oleh Wajib Pajak dianggap benar.
Pengertian Ketetapan
Dalam self assessment system, beban pembuktian untuk
menyatakan bahwa pajak yang teutang dalam SPT adalah
tidak benar berada di pihak Fiskus (Dirjen Pajak),
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal
12 ayat 3 UU KUP yang bunyinya,

“Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti


jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak benar, Direktur
Jenderal Pajak menetapkan
jumlah pajak yang terutang.”

Hal ini menegaskan bahwa peranan fiskus adalah untuk


menguji kebenaran SPT yang disampaikan oleh Wajib Pajak
melalui self assessment tersebut.
Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan
Pajak
(PMK No.189/PMK.03/2007 s.t.d.t.d. 84/PMK.03/2010)

Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat untuk


melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi
administrasi berupa bunga dan/atau denda dan
berfungsi sebagai koreksi pajak terutang, sarana
mengenakan sanksi kepada wajib pajak,
serta sarana menagih pajak.
(Pasal 1 angka 20 UU KUP).
Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan
Pajak
(PMK No.23/PMK.03/2008 s.t.d.t.d. 83/PMK.03/2010)

Kewenangan Dirjen Pajak menerbitkan Surat


Ketetapan Pajak diatur dalam beberapa pasal dalam
UU KUP, yaitu Pasal 13, 13A, 15, 17, 17A, dan 17B UU
KUP.
Surat Ketetapan Pajak berfungsi
sebagai :
1. Sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhadap
WP tertentu yang nyata-nyata atau berdasarkan
hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban
formal dan atau kewajiban materiil dalam
memenuhi ketentuan perpajakan.
2. Sarana untuk mengenakan sanksi administrasi
perpajakan.
3. Sarana administrasi untuk melakukan penagihan
pajak.
4. Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak
dalam hal lebih bayar.
5. Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak
yang terutang.
UU PAJAK
SPT DATA
Surat Ketetapan Pajak
(SKP)

SKPKB SKPKBT SKPLB SKPN


(Pasal 13) (Pasal 15) (Pasal 17) (Pasal 17A)

Surat Ketetapan Pajak Surat Ketetapan Pajak PPh apabila jumlah


Kurang Bayar Tambahan kredit pajak lebih
Kurang Bayar baru Jumlah Kredit Pajak
merupakan koreksi atas besar daripada
diterbitkan jika Wajib atau Jumlah Pajak
surat ketetapan pajak jumlah pajak yang
Pajak tidak membayar
sebelumnya. Surat terutang. yang Dibayar Sama
pajak sebagaimana Ketetapan Pajak Kurang PPN apabila jumlah Dengan Jumlah Pajak
mestinya sesuai dengan Bayar Tambahan baru kredit pajak lebih yang terutang, atau
ketentuan peraturan diterbitkan apabila sudah besar daripada Pajak Tidak Terutang
perundang-undangan pernah diterbitkan surat jumlah pajak yang dan Tidak Ada Kredit
perpajakan ketetapan pajak. Pada terutang. Pajak atau Tidak Ada
prinsipnya untuk PPnBM apabila Pembayaran Pajak
menerbitkan Surat jumlah pajak yang
Ketetapan Pajak Kurang dibayar lebih besar
Bayar Tambahan perlu daripada jumlah
dilakukan pemeriksaan. pajak yang terutang.
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
SKPKBT diterbitkan setelah dilakukan pemeriksaan dalam hal ketetapan sebelumnya
diterbitkan berdasarkan keterangan lain atau setelah dilakukan pemeriksaan ulang
dalam hal ketetapan sebelumnya diterbitkan berdasarkan hasil pemeriksaan.

Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dilakukan dengan syarat
adanya data baru termasuk data yang semula belum terungkap yang
menyebabkan penambahan pajak yang terutang dalam surat ketetapan pajak
sebelumnya.

Yang dimaksud dengan “data baru” adalah data atau keterangan mengenai segala
sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang
yang oleh Wajib Pajak belum diberitahukan pada waktu penetapan semula, baik
dalam Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya maupun dalam pembukuan
perusahaan yang diserahkan pada waktu pemeriksaan.
Selain itu, yang termasuk dalam data baru adalah data yang semula belum
terungkap, yaitu data yang:
a. tidak diungkapkan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan beserta
lampirannya (termasuk laporan keuangan); dan/atau
b. pada waktu pemeriksaan untuk penetapan semula Wajib Pajak tidak
mengungkapkan data dan/atau memberikan keterangan lain secara benar,
lengkap, dan terinci sehingga tidak memungkinkan fiskus dapat menerapkan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan benar dalam
menghitung jumlah pajak yang terutang.

Pasal 15 UU KUP
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar
100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.

Kenaikan tidak dikenakan apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar


Tambahan itu diterbitkan berdasarkan keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas
kehendak sendiri, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai
melakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan.

Apabila jangka waktu 5 (lima) tahun telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak
atau kurang dibayar, dalam hal Wajib Pajak setelah jangka waktu 5 (lima) tahun
tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau
tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.

Pasal 15 UU KUP
 Menghidari perjakan dengan cara yang legal? Kalau jumlah nilai yang berikan
wp beda dengan fiskus (tax avoidance) adrian
 Pidana dalam hal badan, yang dipidana siapa?hermansyah
 Herlina; skpkb tambahan setelah dilakukan pemeriksan lima tahun? Apakah
bisa lebih lima tahun, apabila apalagi?
 Kel 2 : maksimal denda berapa jumlah n nya?
 Rachmawaty audy: pajak yang suami menlakukan kecurangan, apakah
dengan istrinya?
 Hasil pemeriksaan kredit pajak lebih utang pajak
 Ngaku keslahan?
 Pejabat, bagaimana klo dia mantan pejabat
 Iza...istri dan anak waktu

Anda mungkin juga menyukai