Anda di halaman 1dari 13

Rivaldo Giovano (240210160003)

Farah Nur Afifah I (240210160028)


Arnifah Fauziasyafira
(240210160034)
Fathia Azka Nafsiah (240210160044)
Qorima Diez (240210160047)
KERUSAKAN PADA Hafizh Musyaffa (240210160066)
Fajar Abhirama A. I (240210160076)
TELUR Safina Aisyah Q. (240210160084)
Ameliawati Putri I. (240210160090)
Sintha Dewi P. (240210160099)
Nashilla Maulidina (240210160100)
Annisya Y. (240210160103)
Ratna Ashifa (240210160106)
Salma Sabyla (240210160107)
Nadira Permatasari (240210160108)
Dhinar Tri A. D. (240210160113)
Faktor yang mempengaruhi
kerusakan telur

1. Lingkungan fisik
Kerusakan terhadap telur dibedakan menjadi tiga macam
berdasarkan penyebab kerusakan : telur bernoda darah, kerusakan warna
kuning telur dan kulit telur lunak.
2. Lingkungan Kimia
Kerusakan akibat adanya perubahan kimia dapat disebabkan adanya
perubahan suhu, pori – pori telur menjadi besar, penurunan berat dan
kehilangan CO2.
2. Lingkungan Biologis
Telur mengalami kerusakan sehingga menjadi rusak dan berbau
busuk biasanya disebabkan oleh bakteri. Tipe kerusakan telur karena bakteri
dibedakan menjadi tiga yaitu telur busuk, telur asam dan green white egg.
KERUSAKAN
FISIK
1. Penurunan berat telur

– Variasi berat telur dipengaruhi oleh faktor ras, umur, lama,


kondisi penyimpanan, dan berat awal telur.
– Telur yang beratnya › 58 g mengalami penurunan berat
lebih besar karena perbedaan jumlah pori – pori kulit telur,
perbedaan luas permukaan telur, dan ketebalan kulit telur
– Kehilangan berat nyata selama penyimpanan & berkorelasi
linier terhadap waktu di bawah kondisi yang konstan
– Kecepatan penurunan berat telur dapat meningkat pada
suhu dan RH yang tinggi
– Kehilangan disebabkan terjadinya :
- penguapan air, terutama pada bagian putih telur
- penguapan gas-gas seperti CO2, NH3, N2 &
sedikit H2S akibat degradasi komponen
organik telur (rata2 prod CO2/hari adalah
3,5 mg.
2. Pertambahan diameter
kantung udara

– Rata2 diameter kantung udara telur ayam segar 1,5 cm


– Pertambahan diameter merupakan fungsi dr waktu, bila
suhu dan RH relatif tetap
– Diameter kantung udara dapat dilihat dengan candling
– Peningkatan ukuran rongga udara menurut Jazil (2013)
disebabkan oleh penyusutan berat telur yang diakibatkan
penguapan air dan pelepasan gas yang terjadi selama
penyimpanan. Seiring bertambahnya umur, telur akan
kehilangan cairan dan isinya semakin menyusut sehingga
memperbesar rongga udara.
3. Pergeseran posisi kuning
telur

– Mula-mula ada di tengah, kemudian bergeser ke pinggir


seiring lama penyimpanan
– Pergeseran disebabkan karena terjadi penurunan elastisitas
membran vitelin.
– Selama penyimpanan, terjadi penguapan air dari bagian
putih telur, yang mengakibatkan terjadi perbedaan tekanan
antara bag. putih dan bag. kuning telur. Adanya perbedaan
tekanan menyebabkan air dari bag. putih akan mengalir
secara kontinyu ke bag. kuning melewati membran vitelin,
sehingga menurunkan elastisitasnya.
4. Penurunan kekentalan
putih telur

– Terutama disebabkan oleh terjadinya perubahan struktur gelnya yg


diakibatkan oleh adanya kerusakan fisiko kimia dari serabut ovomucin
yang berakibat keluarnya air dr jala-jala yg telah dibentuknya.
– Ovomucin adlh glikoprotein berbentuk serabut dan dpt mengikat air
membentuk struktur gel. Kerusakan struktur juga terjadi bila pH
mencapai di atas 8,5
– Menurut Cornelia (2014), adanya penguapan air dan gas seperti CO2
yang akan menyebabkan putih telur kental menjadi semakin encer.
Kenaikan pH putih telur menyebabkan kerusakan serabut serabut
ovomucin (yang memberikan tekstur kental) menyebabkan kekentalan
putih telur menurun (Jazil, 2013). Menurunnya kekentalan putih telur
berakibat meningkatnya diameter putih telur.
– Menurunnya kekentalan putih telur ditandai dg semakin
rendahnya tinggi putih telur (bila telur dipecahkan)
– Penurunan tinggi putih telur bersifat logaritmik negatif dan
dijabarkan oleh Haugh (1937) ---- Haugh Unit
5. Keadaan kuning telur

Soeparno dkk. (2011) menyatakan bahwa penyimpanan


telur menyebabkan terjadinya pemindahan air dari putih telur
menuju kuning telur sebanyak 10 mg/hari pada suhu 10oC.
Tekanan osmotik kuning telur lebih besar dari putih telur
sehingga air dari putih telur berpindah menuju kuning telur.
Perpindahan air secara terus menerus akan menyebabkan
viskositas kuning telur menurun sehingga kuning telur menjadi
pipih kemudian akan pecah karena proses pemindahan air ini
tergantung pada kekentalan putih telur dan indeks kuning telur
(IKT) menurun, kemudian membran vitelin akan rusak dan
menyebabkan kuning telur rusak.
Kerusakan karena
mikrobiologis
Messens et al. (2005) menyatakan bahwa kontaminasi pada telur
dapat disebabkan oleh mikroba yang diawali dengan masuknya mikroba ke
dalam telur melalui pori-pori dan selaput lendir. Penetrasi mikroba ke dalam
telur dipengaruhi oleh beragam faktor baik intrinsik maupun ekstrinsik.
Faktor intrinsik misalnya kandungan kutikula pada kulit telur, komponen
membran kulit telur dan karakteristik kulit telur (kualitas kerabang, porositas
dan kecacatan). Faktor ekstrinsik antara lain jumlah dan jenis bakteri, suhu,
kelembaban, imersi dan kondisi penyimpanan.
Bakteri yang masuk ke dalam telur melalui kulit telur yang berpori, jika
semakin lama telur tersebut maka semakin banyak bakteri yang akan masuk
melalui pori-pori yang ada pada kerabang tersebut (Messens et al. 2005).
Sejak dikeluarkan dari kloaka, telur mengalami berbagai perubahan karena
pengaruh waktu dan kondisi lingkungan yang akhirnya dapat menyebabkan
kerusakan pada telur. Kerusakan tersebut dapat terjadi di luar dan di dalam
isi telur.
Kerusakan yang disebabkan oleh mikroba pada mulanya berasal dari
luar telur merambat dari kulit telur ke putih telur dan akhirnya ke
kuning telur. Saat telur baru dikeluarkan oleh ayam, telur masih cukup
steril. Mikroba akan mengkontaminasi kulit telur dan seterusnya akan
memasuki pori-pori telur dan membran telur pada putih telur bahkan
dapat memasuki kuning telur. Kerusakan ini ditandai oleh adanya
penyimpangan warna dan timbulnya bau busuk dari isi telur (Winarno
2002).

Jumlah mikroba dalam telur makin meningkat sejalan dengan lama


penyimpanan. Mikroba ini akan mendegradasi atau menghancurkan
senyawa-senyawa yang ada di dalam telur menjadi senyawa berbau
khas yang mencirikan kerusakan telur. Pada umumnya penyimpanan
suhu rendah (sekitar 0 oC) dapat membatasi pertumbuhan mikroba.
Meskipun demikian, kerusakan masih dapat terjadi, yang dapat dilihat
pada Tabel 3 (Anjarsari 2010).

Anda mungkin juga menyukai