Golongan antileukotrien
Leukotrien: merupakan mediator yang bersifat bronkokonstriktif
memicu asma. Obat bekerja dengan cara menghambat efek
bronkokonstriktif dari leukotrien. Contoh: Zafirlukast 20mg tab ;
Zileuton 600mg tab.
C. GANGGUAN BERKEMIH ( INKONTENSIA
URINE)
a.Terapi Komplementer
Latihan Otot Dasar Panggul
Latihan ini bertujuan memperkuat sfingter kandung kemih
dan otot dasar panggul, yaitu otot-otot yang berperan
mengatur miksi.
Latihan otot dasar panggul yang terkenal adalah latihan
Kegel berupa gerakan mengencangkan dan melemaskan
kelompok otot panggul dan daerah genital.
Stimulasi Listrik
Elektroda dimasukkan ke dalam rektum atau vagina untuk
memacu dan memperkuat otot dasar panggul. Stimulasi
ringan sudah cukup efektif pada inkontinensia dan
inkontinensia urgensi, tetapi pendekatan ini memerlukan
beberapa bulan dan kombinasi dengan modalitas
pengobatan lain untuk mendapatkan hasil yang lebih
optimal.
b. Terapi Medik
Antikolinergik
Obat ini menenangkan kandung kemih yang terlalu aktif
sehingga berguna untuk inkontinensia urgensi. Beberapa
obat yang termasuk dalam kategori ini adalah oxybutyin,
tolterodin, darifenasin, solifenasin, dan trospium.
Estrogen topikal
Preparat hormon ini tersedia dalam bentuk salep atau krim
vaginal untuk mengubah kondisi jaringan di daerah uretra
atau vagina. Hal tersebut akan mengurangi beberapa
gejala inkontinensia urine.
Imipramin
Obat ini sebenarnya merupakan suatu antidepresan trisiklik yang
digunakan pada inkontinensia campuran (urgensi dan stres).
Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen
adalah antikolinergik seperti Oxybutinin, Propantteine,
Dicylomine, flavoxate, Imipramine.
Pada inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu
pseudoephedrine untuk meningkatkan retensi urethra.
Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis seperti
Bethanechol atau alfakolinergik antagonis seperti prazosin untuk
stimulasi kontraksi, dan terapi diberikan secara singkat.
c. Terapi non farmakologi
Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari
timbulnya inkontinensia urin, seperti hiperplasia prostat, infeksi
saluran kemih, diuretik, gula darah tinggi, dan lain-lain. Adapun
terapi yang dapat dilakukan adalah :
- Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval
waktu berkemih) dengan teknik relaksasi dan distraksi
sehingga frekwensi berkemih 6-7 x/hari. Lansia diharapkan
dapat menahan keinginan untuk berkemih bila belum
waktunya. Lansia dianjurkan untuk berkemih pada interval
waktu tertentu, mula-mula setiap jam, selanjutnya
diperpanjang secara bertahap sampai lansia ingin berkemih
setiap 2-3 jam.
- Membiasakan berkemih pada waktu-waktu yang telah
ditentukan sesuai dengan kebiasaan lansia.
- Promted voiding dilakukan dengan cara mengajari lansia
mengenal kondisi berkemih mereka serta dapat
memberitahukan petugas atau pengasuhnya bila ingin
berkemih. Teknik ini dilakukan pada lansia dengan gangguan
fungsi kognitif (berpikir).
- Melakukan latihan otot dasar panggul dengan
mengkontraksikan otot dasar panggul secara berulang-ulang.
Adapun cara-cara mengkontraksikan otot dasar panggul
tersebut adalah dengan cara :
- Berdiri di lantai dengan kedua kaki diletakkan dalam keadaan
terbuka, kemudian pinggul digoyangkan ke kanan dan ke kiri ±
10 kali, ke depan ke belakang ± 10 kali, dan berputar searah
dan berlawanan dengan jarum jam ± 10 kali.
- Gerakan seolah-olah memotong feses pada saat kita buang air
besar dilakukan ± 10 kali.
- Hal ini dilakukan agar otot dasar panggul menjadi lebih kuat
dan urethra dapat tertutup dengan baik.
d. Terapi pembedahan
Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress
dan urgensi, bila terapi non farmakologis dan farmakologis
tidak berhasil. Inkontinensia tipe overflow umumnya
memerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan
retensi urin. Terapi ini dilakukan terhadap tumor, batu,
divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps pelvic (pada
wanita).
e. Modalitas lain
pampers,
kateter, dan
alat bantu toilet seperti urinal, komod dan bedpan.
D. OSTEOPOROSIS
a. Penatalaksanaan Medis
Adapun penatalaksanaan pada klien dengan osteoporososis
meliputi :
1. Pengobatan
Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yg
dapat meningkatkan pembentukan tulan adalah Na-
fluorida dan steroid anabolik
Menghambat resobsi tulang, obat-obatan yang dapat
mengahambat resorbsi tulang dalah kalsium,
kalsitonin, estrogen dan difosfonat
2. Pencegahan
Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/
dewasa muda, hal ini bertujuan:
1) Mencapai massa tulang dewasa Proses konsolidasi) yang
optimal
2) Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap
bugar seperti:
- Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
- Latihan teratur setiap hari
- Hindari:
*Makanan tinggi protein
*Minuman beralkohol
*Merokok
*Minum kopi
b. Teknik terapi komplementer
1. Mencegah Osteoporosis
Osteoporosis adalah suatu sindroma penurunan densitas
tulang (matrix dan mineral berkurang), terapi rasio matrik
dan mineral tetap normal. Osteoporosis terjadi karena
ketidakseimbangan antara resorpsi tulang dan
pembentukan tulang. Densitas mineral tulang berkurang
sehingga tulang menjadi keropos dan mudah patah
walaupun dengan trauma minimal.
Contoh latihan yang harus dihindari :
1. Sit Up
2. Menyentuh jari kaki pada posisi berdiri
3. Duduk dengan punggung membungkuk
4. Mengangkat beban dengan ayunan punggung
b. Menjaga Kebugaran Jasmani
Kebugaran jasmani adalah suatu aspek fisik dari kebugaran
menyeluruh. Kebugaran jasmani pada lansia adalah
kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan yaitu
kebugaran jantung-paru dan peredaran darah serta
kekuatan otot dan kelenturan sendi.
c. Mengangkat dan Mengangkut
Melihat berbagai perubahan karena penuaan, cara
mengangkat dang mengakut yang efektif, efisien, dan aman
merupakan kebutuhan bagi lansia. Untuk menunjang prinsip
kinetic dalam mengangkat dan mengangkut dapat dilakukan
hal-hal sebagai berikut:
1) Pegangan harus tepat, kerja statis local dihindari
2) Pegangan/tangan berada sedekat mungkin dengan tubuh
3) Punggung harus lurus
4) Dagu (kepala) diusahakan segera ke posisi tegak
5) Kaki diusahakan sedemikian rupa sehingga keseimbangannya
kuat
6) Menfaatkan berat badan sebagai gaya tarik/dorong
7) Beban berada sedekat mungkin dengan garis vertical yang
melalui pusat gravitasi tubuh.
d. Perlindungan sendi
Usaha perlindungan sendi dapat dilakukan dengan
menghindari pemakaian sendi secara berlebihan,
menghindari trauma, mengurangi pembebanan, berusaha
menggunakan sendi yang lebih kuat atau lebih besar, dan
istirahat sejenak disela-sela aktivitas.
e. Konservasi Energi
Konservasi energy adalah suatu cara melakukan aktivitas
dengan energy yang relative minimal, namun dapat
memperoleh hasil aktivitas yang baik. Teknik konservasi energy
dapat dicapai apabila dalam setiap aktivitas memperhatikan
hal-hal berikut :
1) Rencanakan aktivitas yang akan dilakukan sehingga tidak
ada gerakan kejut yang akan meningkatkan strees fisik atau
emosional.
2) Atur lingkungan aktivitas sedemikian rupa sehingga pada
waktu melaksanakan aktivitas, energy dapat digunakan secra
efisien
3) Jika mungkin, aktivitas dilakukan dalam posisi duduk
4) Jangan menjinjing atau mengangkat barang jika dapat
didorong atau digeser.
5) Gunakan alat aktivitas yang relatife ringan
6) Lakukan aktivitas dengan cara yang sama karena akan
membuat lebih efisien.
7) Dalam setiap aktivitas, harus sering diselingi istirahat. Salah satu
pedoman adalah sepuluh menit istirahat untuk setiap satu jam
bekerja.
8) Bagi aktivitas menjadi beberapa bagian kemudian kerjakan
pada waktu yang berbeda.
f. Peningkatan Kekuatan Otot
Peningkatan kekuatan otot pada lansia lebih ditujukan agar
mampu melakukan gerak fungsional tanpa adanya hambatan.
Dalam latihan ini, jenis latihan yang dianjurkan adalah latihan
isotonic, dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1) Tentukan kemampuan otot maksimal
2) Latihan pada 60%-80% kemampuan otot maksimal
3) Ukur ulang setiap minggu
4) 3X seri latihan, tiap seri 8-10 ulangan
5) Istirahat 1-2 menit diantara seri
6) Lakukan 3X seminggu, min selama 8 minggu
E. NYERI
a.Non-farmakolog
Pada nyeri akut terutama karena cedera digunakan prinsip
RICE (Rest, Ice, Compression, Elevation).
Rest diartikan adalah istirahat pada bagian yang mengalami
cedera. Pada bagian tubuh yang mengalami cedera akan
menyebabkan nyeri, karena nyeri akut menandakan adanya
kerusakan jaringan dan nyeri dijadikan sinyal untuk
perlindungan jaringan lebih lanjut ( sebaiknya tidak melakukan
tindakan memijat daerah yang nyeri).
stirahat dan imobilisasi (mengurangi kegiatan) pada bagian
tersebut akan mencegah kerusakan lebih lanjut pada
jaringan sekitarnya, contohnya pada pasien dengan patah
tulang dilakukan fiksasi untuk imobilisasi dan istirahat organ
tersebut. Pemakaian tongkat jalan juga merupakan salah satu
upaya mengistirahatkan anggota gerak yang nyeri.
Kompres dingin atau hangat, peregangan otot dan sendi
yang bermasalah, gerakan-gerakan aerobik ringan juga
dapat membantu mengatasi nyeri akut maupun kronis.
Pada nyeri yang menetap, evaluasi oleh petugas kesehatan
secara berkelanjutan dianjurkan.
b. Farmakologi
Tatalaksana (pengobatan) nyeri yang adekuat perlu dilakukan
agar dapat meningkatkan kualitas hidup dari lansia. Nyeri akut
dan kronis memiliki langkah tatalaksana (pengobatan) yang
berbeda. Pada pasien dengan tatalaksana nyeri kronis dan
memerlukan terapi analgesik yang lama, maka tindak lanjut
berupa penyesuaian dosis dan evaluasi efek samping, fungsi
ginjal dan fungsi hepar.
Manajemen nyeri:
1. Cari penyebabnya untuk menentukan
2. macam dan berat ringannya.
3. Perhatikan komplikasi.
4. Terapi obat-obatan: analgetika/ NSAID, muscle relaxan, adjuvant
berupa anti konvulsi atau anti depresan.
5. Program Rehabilitasi Medik:
Tujuan Rehabilitasi Nyeri: mengurangi/ menghilangkan rasa
sakit; memperbaiki fungsi; mengembangkan strategi
menghadapi nyeri; mencegah terulangnya kembali.
Terapi fisik berupa diatermi, elektroterapi, terapi latihan, terapi
manipulasi, terapi rekreatif.
Terapi okupasi: mengajarkan posisi bekerja dan aktifitas sehari-
hari yang baik dan benar, memodifikasi alat yang dipakai
sehari-hari, dsb.
Psikologi: konseling psikososial, menghilangkan stress dan
support mental penting karena lansia sering menderita nyeri
kronik.
F. TERAPI CAIRAN PADA LANSIA
Tipe-tipe cairan
Cairan/larutan yang digunakan dalam terapi intravena
berdasarkan osmolalitasnya dibagi menjadi:
1. Isotonik
Cairan isotonik digunakan untuk mengganti volume ekstrasel,
misalnya kelebihan cairan setelah muntah yang berlangsung
lama. Cairan ini akan meningkatkan volume ekstraseluler.
Satu liter cairan isotonik akan menambah CES 1 liter. Tiga liter
cairan isotonik diperlukan untuk mengganti 1 liter darah yang
hilang.
Contoh:
NaCl 0,9 %
Ringer Laktat
Komponen-komponen darah (Alabumin 5 %, plasma)
Dextrose 5 % dalam air (D5W)
2. Hipotonik
Tujuan cairan hipotonik adalah untuk menggantikan
cairan seluler, dan menyediakan air bebas untuk
ekskresi sampah tubuh.
Pemberian cairan ini umumnya menyebabkan dilusi k
onsentrasi larutan plasma dan mendorong air masuk ke
dalam sel untuk memperbaiki keseimbangan di intrasel
dan ekstrasel, sel tersebut akan membesar atau
membengkak. Perpindahan cairan terjadi dari
kompartemen intravaskuler ke dalam sel. Cairan ini d
ikontraindikasikan untuk pasien dengan risiko
peningkatan TIK.
Pemberian cairan hipotonik yang berlebihan akan
mengakibatkan:
1. Deplesi cairan intravaskuler
2. Penurunan tekanan darah
3. Edema seluler
4. Kerusakan sel
Karena larutan ini dapat menyebabkan komplikasi serius, klien
harus dipantau dengan teliti.
Contoh:
· dextrose 2,5 % dalam NaCl 0,45 %
· NaCl 0,45 %
· NaCl 0,2 %
3. Hipertonik
Pemberian larutan hipertonik yang cepat dapat
menyebabkan kelebihan dalam sirkulasi dan dehidrasi.
Perpindahan cairan dari sel ke intravaskuler, sehingga
menyebabkan sel-selnya mengkerut. Cairan ini
dikontraindikasikan untuk pasien dengan penyakit ginjal dan
jantung serta pasien dengan dehidrasi.
Contoh:
· D 5% dalam saline 0,9 %
· D 5 % dalam RL
· Dextrose 10 % dalam air
· Dextrose 20 % dalam air
· Albumin 25
Pembagian cairan/larutan
berdasarkan tujuan penggunaannya:
Nutrient solution
Berisi karbohidrat ( dekstrose, glukosa, levulosa) dan air.
Air untuk menyuplai kebutuhan air, sedangkan
karbohidrat untuk kebutuhan kalori dan energi. Larutan
ini diindikasikan untuk pencegahan dehidrasi dan
ketosis.
Contoh: D5W
Dekstrose 5 % dalam 0,45 % sodium chloride
Electrolyte solution
Berisi elekrolit, kation dan anion. Larutan ini sering
digunakan untuk larutan hidrasi, mencegah dehidrasi
dan koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Electrolyte solution
Berisi elekrolit, kation dan anion. Larutan ini sering digunakan
untuk larutan hidrasi, mencegah dehidrasi dan koreksi
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Contoh: Normal Saline (NS)
Larutan ringer (sodium, Cl, potassium dan kalsium)
Ringer Laktat /RL (sodium, Cl, Potassium, Kalsium dan laktat)
Alkalizing solution
Untuk menetralkan asidosis metabolik
Contoh : Ringer Laktat /RL
Acidifying solution
Untuk menetralkan alkalosis metabolik
Contoh : Dekstrose 5 % dalam NaCl 0,45 %
NaCl 0,9
Blood volume expanders
Digunakan untuk meningkatkan volume darah karena
kehilangan darah/plasma dalam jumlah besar. (misal: hemoragi,
luka baker berat)
Contoh : Dekstran
Plasma
Human Serum Albumin
Pembagian cairan lain adalah berdasarkan
kelompoknya:
1. Kristaloid
Bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume
cairan (volume expanders) ke dalam pembuluh darah
dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang
memerlukan cairan segera.
Contoh: Ringer-Laktat dan garam fisiologis.
2. Koloid
Ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga
tidak akan keluar dari membran kapiler, dan tetap berada
dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat
menarik cairan dari luar pembuluh darah.
Contoh: albumin dan steroid.
Contoh pemberian cairan infus:
Gerontik
1. Pada klien lansia, sedapat mungkin gunakan kateter/jarum
dengan ukuran paling kecil (24-26). Ukuran kecil mengurangi
trauma pada vena dan memungkinkan aliran darah lebih
lancar sehingga hemodilusi cairan intravena atau obat-
obatan akan meningkat.
2. Hindari bagian punggung tangan atau lengan lansia yang
dominan untuk tempat pungsi, karena akan mengganggu
kemandirian lansia
3. Apabila kulit dan vena lansia rapuh, gunakan tekanan
torniket yang minimal
4. Kestabilan vena menjadi hilang dan vena akan bergeser dari
jarum (jaringan subkutan lansia hilang). Untuk menstabilkan
vena, pasang traksi pada kulit di bawah tempat insersi
5. Penggunaan sudut 5 – 15 ° saat memasukkan jarum akan
sangat bermanfaat karena vena lansia lebih superficial
6. Pada lansia yang memiliki kulit yang rapuh, cegah terjadinya
perobekan kulit dengan meminimalkan jumlah pemakaian
plester.