Anda di halaman 1dari 8

Muhammad Nurcholis, S.Pd.I., M.Pd.

I
MA’RIFATULLAH
 Ma’rifah berasal dari kata ‘arafa – ya’rifu – ma’rifah yang
berarti mengenal. Dengan demikian ma’rifatullah berarti
usaha manusia untuk mengenal Allah baik wujud maupun
sifat-sifat-Nya. Manusia sangat berkepentingan untuk
mengetahui siapa penciptanya dan untuk apa ia diciptakan.
Karena itu, manusia pun mulai melakukan penelitian dan
mencari-cari siapa gerangan Tuhannya. Allah yang Maha
Rahman dan Maha Rahim tentu tidak akan membiarkan kita
terkatung-katung tanpa adanya pembimbing yaitu utusan-
utusan-Nya para nabi dan rasul yang akan menunjukkan kita
ke jalan yang benar. Maka di antara manusia ada yang
berhasil mengetahui Allah dan banyak pula yang tersesat,
berjalan dengan angan-angannya sendiri.
Sebagai balasan atas keimanan dan ketaqwaan mereka, Allah
SWT menjanjikan kebaikan-kebaikan bagi mereka, di
antaranya:
 Al Khalifah. Bahwa Allah SWT menjanjikan kepada mereka
untuk menjadi penguasa di muka bumi ini. (QS. An Nur: 55).
 Tamkinuddin. Yaitu diteguhkannya agama Islam di muka
bumi. (QS. An Nur: 55).
 Al Amnu. Bahwa Allah SWT akan mengkondisikan orang-
orang yang beriman rasa aman dan tentram setelah
sebelumnya mereka selalu ditimpa keresahan dan ketakutan.
(QS. An Nur: 55).
 Al Barakat (keberkahan yang melimpah). (QS. Al A’raf: 96).
 Hayatun thayyibah (kehidupan yang baik). (QS. An Nahl:
97).
 Al Jannah (surga) (QS. Al Kahfi: 107-108).
Berikut ini dalil-dalil tentang wajibnya
berma’rifatullah dan beriman kepada-Nya.

















 



 


 





 




 






 





 








 







“Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah kecuali Allah,
dan minta ampunlah untuk dosa-dosamu dan untuk dosa-dosa orang-
orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Allah mengetahui tempat
bolak-balikmu dan tempat diammu”. (QS. Muhammad: 19).






 



 









  
 



 

















 

 

“Tiada Kami utus seorang rasulpun sebelum engkau, melainkan
Kami wahyukan bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah kecuali Aku, sebab
itu beribadahlah kepadaku”. (QS. Al Anbiya: 25).
Jalan Menuju
Pengenalan Kepada Allah
 Jalan yang dilalui bukan atas dasar petunjuk Islam
Dari dahulu hingga sekarang ada orang-orang yang masih
beranggapan bahwa Allah tidak ada, hanya gara-gara mereka tidak
dapat melihat-Nya dengan panca inderanya sendiri (al hawas),
dengan alasan mereka tidak mempercayai sesuatu yang ghaib.
Padahal panca indera kita sangat terbatas kemampuannya dalam
menganalisa benda-benda yang nampak, apalagi terhadap benda-
benda yang tidak nampak.
 Jalan yang dilalui berdasarkan petunjuk Islam
Jalan mengenal Allah telah ditunjukkan oleh Islam dengan
menggunakan prinsip keimanan dan akal pemikiran melalui
tanda-tanda (al ayat), yaitu melalui ayat-ayat qauliyah (Al Qur’an
dan hadits), ayat-ayat kauniyah (alam semesta), dan melalui
mu’jizat.
PENGHALANG DALAM
MENGENAL ALLAH
 Al Kubru (sombong) (Al Furqan, 25: 21).
 Azh Zhulmu (zalim) (Al Anbiya, 21: 29).
 Al Kadzibu (dusta) (QS. Az Zumar,39: 3).
 Al Fusuqu (fasik) (QS. Ash Shaf, 61: 5).
 Al Kufru (ingkar) (QS. Al Maidah, 5: 41).
 Al Fasadu (fasad) (QS. Ali Imran, 3: 62-63).
 Al Ghaflah (lengah) (QS. Al A’raf, 7: 179).
 Katsratul Ma’ashi (banyak berbuat durhaka) (QS. Al
Baqarah, 2: 61).
 Al Irtiyab (ragu-ragu) (QS. Saba’, 34: 53-54).
DALIL ADANYA ALLAH
 Ad dalil al fithri (dalil fitrah)
Ketika kita menghadapi musibah berat yang tak mampu kita hadapi, spontan
kita akan meminta perlindungan dan pertolongan kepada “kekuatan ghaib” di
balik alam ini. Inilah ‘fitrah imaniah’ (karakter dasar keimanan) yang pasti
muncul pada saat-saat seseorang tidak sanggup menghadapi ujian duniawi.
(lihat QS. Az Zumar ayat 8, Ar Rum ayat 33, An Naml ayat 62, Al Ankabut ayat
65, Lukman ayat 32, An Nahl ayat 53).
 Ad dalil al hassiy (dalil panca indera)
Panca indra manusia diciptakan sebagai alat untuk mengenal alam benda di
sekitar kita. Namun apa yang ada pada diri kita itu memiliki banyak sekali
keterbatasan. Mata kita misalnya. Ada hal-hal yang sebenarnya ada di dunia ini,
tetapi mata tidak mampu melihatnya. Misalnya arus listrik, udara, aroma dan
sebagainya. Apa yang kita lihat juga kadang tidak menunjukkan fakta yang
sebenarnya. Misalnya pensil yang dimasukkan dalam segelas air terlihat patah
padahal sebenarnya tidak. Rel kereta api bila kita lihat semakin jauh terlihat
bertemu pada satu ujung, padahal tidak demikian faktanya. Lautan terjauh
yang kita lihat seolah-olah bertemu dengan ujung dunia, padahal realitanya
tidaklah demikian.
Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala
penglihatan itu dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (QS. Al
An’am, 6: 103).
Lanjut...
 Ad dalil al ‘aqli (dalil akal)
Akal memiliki keistimewaan berupa kemampuan membuat kesimpulan
dari data-data yang tertangkap panca indra kita. Kesimpulan inilah yang
akan menghadirkan berbagai hakikat penting yang sangat dibutuhkan
manusia dalam beragama. (QS. Ali Imron, 3: 190-191).
 Ad dalil al wahyu (dalil wahyu)
Pendekatan dalili akal hanya sampai pada kesimpulan aan adanya dzat
ghaib yang berada di balik alam semesta ini. Namun siapakah dia ? Nash
(teks) wahyu Al Quran memperkenalkannya dengan sangat jelas. Ayat-
ayat Al Quran telah menunjukkan kepada kita akan keberadaan Sang
Maha Pencipta. Ayat-ayat yang terangkai dalam Al Quran merupakan
untaian mukjizat untuk menunjukkan keberadaan-Nya. (QS. Al Araf, 7:
54).
 Ad dalil at tarikhi (dalil sejarah)
Peninggalan situs-situs sejarah yang masih dapat kita saksikan hingga
kini, menunjukkan adanya kepercayaan umat manusia akan keberadaan
Tuhannya. Ritual haji di depan Ka’bah oleh musyrikin Arab, candi
Borobudur di Indonesia, Pagoda Songkla dan lainnya menunjukkan
pengakuan manusia akan adanya Sang Pencipta. (QS. Muhammad,47:
10).

Anda mungkin juga menyukai