Anda di halaman 1dari 47

DEFINISI KEJANG / BANGKITAN

EPILEPSI
BANGKITAN EPILEPSI (ILAE 2005)
sebagai suatu tanda dan atau gejala yang terjadi sementara sebagai
akibat aktivitas neuronal di otak yang abnormal dan berlebihan.

Kejang / bangkitan epilepsi


Dapat terjadi sebagai akibat berbagai kondisi yang mengganggu
keseimbangan eksitasi dan inhibisi pada neuron.

Kejang / bangkitan epilepsi dengan provokasi (provoked seizure)


a.k.a Acute symptomatic seizure
Kejang yang terjadi pada saat yang bersamaan atau berdekatan
waktu dengan jejas akut pada sistim saraf pusat, dapat berupa
gangguan metabolik, toksik, struktural, infeksi atau inflamasi
Acute symptomatic seizure
= provoked seizure
Terjadi dalam waktu 7 hari setelah :
• Serangan stroke
• Traumatic brain injury (TBI) dan operasi
intrakranial
• Infeksi SSP
• Hipoksia serebral

Terjadi dalam waktu 7 – 48 jam setelah minum


alkohol (pada alcohol withdrawal)
Epilepsia, 51(4):671–675, 2010
DEFINISI EPILEPSI (ILAE 2014)
praktis/operasional

Epilepsi adalah penyakit di otak yang


ditandai dengan beberapa kondisi :
– Sedikitnya 2 kejang tanpa provokasi atau kejang reflek,
dimana di antara kedua kejang berselang lebih dari 24
jam.
– Satu kali kejang tanpa provokasi atau kejang reflek
dengan kemungkinan terjadinya kejang berikutnya
sepuluh tahun mendatang sama dengan kemungkinan
poupulasi pada umumnya (minimal 60%) setelah
mengalami 2 kali kejang tanpa provokasi.
– Terdiagnosis sindroma epilepsi.
Klasifikasi ILAE 1981 untuk tipe bangkitan
epilepsi
Bangkitan parsial / lokal: Bangkitan umum
• Bangkitan parsial – Lena (absence)
sederhana – Mioklonik
– Dg gejala motorik – Klonik
– Dg gejala somatosensorik – Tonik
– Dg gejala otonom – Tonik-Klonik
– Dg gejala psikis – Atonik

• Bangkitan parsial Bangkitan tak tergolongkan


kompleks
– Bangkitan parsial sederhana
diikuti ggn kesadaran
– Bangkitan parsial sederhana
yg disertai gg kesadaran
sejak awal
• Bangkitan parsial yang
mejadi umum sekunder
Klasifikasi
Klasifikasi
Klasifikasi
Bentuk bangkitan
• Bangkitan fokal/parsial, tergantung
daerah kortek serebri mana yang
terganggu (paling sering lobus
frontalis dan lobus temporal)
• Manifestasi bangkitan parsial bisa
berupa : spasme, berkedut/
menyentak, membentuk posisi
tertentu, kepala menoleh ke sisi
tertentu, disartria.
Bentuk bangkitan
• Manifestasi somatosensoris atau
sensoris khusus pada bangkitan
parsial dapat berupa :
rasa geli, rasa baal/kebas, rasa spt
kesetrum, nyeri atau rasa panas, rasa
terbakar, sensasi tidak nyaman di ulu
hati, seolah melihat cahaya bekedip-
kedip, bahkan dapat berupa halusinasi
sederhana
Bentuk bangkitan
• Manifestasi autonomik berupa :
perubahan warna kulit, perubahan
tekanan darah, denyut jantung,
perubahan ukuran pupil
• Manifestasi psikis umumnya terjadi
jika bangkitan berasal dari lobus
temporal, berupa : gangguan
berbahasa, gangguan memori,
keadaan spt bermimpi, depresi,
iritatif, ilusi, halusinasi
Bentuk bangkitan
• Bangkitan parsial kompleks yang
lengkap , mempunyai 3 komponen :
– Aura
– Gangguan kesadaran (bengong)
– Automatisasi (gerakan mengunyah
ngunyah, mengulang kata, gerakan
mengusap isap)
Bentuk bangkitan
• Bangkitan Lena (absence/ petit mal)
tipikal ditandai dengan penderita
tiba-tiba kehilangan kontak dgn
lingkungan disertai penghentian
aktifitas motorik, tampak
memandang dgn pandangan kosong
Etiologi

• Idiopatik : tidak terdapat lesi struktural di otak


atau defisit neurologis. Diperkirakan memponyai
predisposisi genetik dan umumnya berhubungan
dengan usia
• Kriptogenik : dianggap simptomatis tetapi
penyebabnya belum diketahui.
• Simptomatik : penyebabnya karena terdapat
kelainan/ lesi struktural pada otak (cedera kepala,
infeksi SSP, kelainan kongenital, lesi desak ruang,
ggn pembuluh darah otak, toxic
Etiologi
Etiologi

• Neonatal: intrauterine infection, inborn error


birth injury, hypoxia, CNS infection, hemorrhage
• Childhood to juvenile: Genetic epilepsy, CNS
infection
• Adult: Trauma, AVM, CNS infection, stroke,Drug
• Old age: Stroke, Tumor, Degenerative, Metabolic
Etiologi
Medical condition associated with
seizure
• Metabolic factors:
– Hypoglycemia, hyperglycemia
– Hyponatremia
– Hypocalcemia
– Hepatic encephalopathy
– Uremic encephalopathy
• Hypertensive encephalopathy
• Tumor: metastasis to the brain
• Intracerebral hemorrhage, SAH
• Infection
Diagnosis
Anamnesis (auto dan alloanamnesis):
• Gejala dan tanda sebelum, selama dan pascabangkitan
• Faktor pencetus
• Usia awitan (onset), durasi bangkitan, frekuensi, stres
psikologis
• Riwayat terapi sebelumnya
• Penyakit yang diderita
• Riwayat epilepsi dan penyakit dalam keluarga
• Riwayat saat dalam kandungan / kehamilan, kelahiran
• Riwayat bangkitan neonatal, kejang demam
• Riwayat trauma kepala, stroke, infeksi SSP
Diagnosis
Pemeriksaan fisik:
(Mencari gangguan yang berkaitan dengan epilepsi)
– Trauma kepala
– Tanda-tanda infeksi
– Kelainan kongenital
– Kecanduan alkohol, narkoba
– Tanda-tanda keganasan
Diagnosis
Pemeriksaan penunjang
• Elektro-ensefalografi (EEG)
– Membantu menunjang diagnosis
– Membantu penentuan jenis bangkitan
maupun sindroma epilepsi
– Membantu menentukan prognosis
– Membantu penentuan pemberian OAE
Diagnosis
Pemeriksaan penunjang
• Pemeriksaan pencitraan (Imaging)
– Mendeteksi lesi epileptogenik :
temporal sclerosis, glioma, ganglioma,
tumor, tuberous sclerosis, malformasi
kavernosis
– Diindikasikan pada kejang unprovoked
pertama kali pada usia dewasa
– Pada kasus kegawat daruratan
Terapi-1
Prinsip terapi
• OAE diberikan bila:
– Diagnosis epilepsi sudah dipastikan
– Terdapat minimum 2 bangkitan dalam
setahun
– Sudah menerima penjelasan tentang
kemungkinan efek samping dari OAE
– Bangkitan terjadi berulang ulang walau
faktor pencetus sudah dihindari
Terapi-2
Prinsip terapi
• Terapi mulai dengan monoterapi
• Pemberian dimulai dosis rendah dan
dinaikkan secara bertahapsampai dosis
efektif atau timbul efek samping
• Bila dg OAE pertama belum teratasi dapat
diberikan OAE kedua
• OAE kedua harus memiliki mekanisme
kerja yang berbeda dg pertama
Terapi-3
• Penyandang bangkitan tunggal direkomendasikan
untuk dimulai terapi bila kemungkinan
kekambuhan tinggi, bila :
– Ada fokus epilepsi pada gambaran EEG
– Pada head CT scan dan MRI dijumpai lesi
– Dijumpai kelainan neurologis ysng mrngarah pada
keruakan otak
– Terdapat riwayat epilepsi pada saudara kandung
– Riwayat bangkitan simptomatis
– Terdapat sindrome epilepsi dengan risiko kekambuhan
tinggi
– Riwayat trauma kepala
– Bangkitan pertama status epileptikus
Terapi-4
Drug before 1990 Drug After 1990
• Phenobarbital • Topiramat
• Ethosuximide • Gabapentin
• Phenytoin • Lamotrigine
• Carbamazepin • Vigabatrine
• Clonazepam
• Valproate
Terapi-5
Penghentian OAE
Syarat penghentian OAE:
– Setelah minimal 3 tahun bebas
bangkitan dan gambaran EEG normal
– Disetujui oleh penderita dan keluarga
– Dilakukan secara bertahap : 25% dari
dosis semula setiap bulan selama 3 – 6
bulan
– Bila digunakan lebih dari satu OAE,
maka penghentian dimulai dari OAE
yang bukan utama
Kekambuhan
• Kekambuhan setelah penghentian OAE
besar kemungkinan pada keadaan sbb:
– Usia semakin tua
– Epilepsi simptomatis
– Gambaran EEG abnormal
– Tergantung sindrome epilepsi penderita
– Penggunaan lebih dari satu OAE
– Kekambuhan lebih kecil pada penyandang
yang telah bebas bangkitan lebih dari 5 tahun
Intractable Epilepsy
• Istilah pharmacoresistant atau
medically refractory : bilamana
epilepsi tidak dapat dikontrol oleh
dua atau tiga macam obat.
• Intractatable epilepsy = ‘Epilepsi
membandel’ (?).
Pengenalan Dini Epilepsi
yang Intractable
Prediktor epilepsi yang”membandel”
1. Awitan kejang pada usia muda (<1-2th)
2. Kejang umum yang sering terjadi
3. Kegagalan utk mengontrol kejang yg.terjadi
4. Adanya kerusakan otak
5. Dijumpai penyebab spesifik
6. Kelainan EEG yg.hebat
7. IQ rendah
8. Kejang atonik, absans atipik
Status Epileptikus

• SE adalah bangkitan yang berlangsung lebih


dari 30 menit, atau adanya dua bangkitan
atau lebih dan diantara bangkitan2 tersebut
tidak terdapat pemulihan kesadaran
• Tetapi dalam penanganan bangkitan
konvulsif harus diberikan bila bangkitan
berlangsung 5-10 menit atau ada 2
bangkitan tanpa pulih kesadaran diantaranya
Status Epileptikus
Klasifikasi
1. status epileptikus general dan status
epileptikus parsial.
2. status epileptikus yang konvulsif
dan status epileptikus nonkonvulsif
(parsial simpleks, parsial kompleks,
absens).
Status Epileptikus
Etiologi
• Penyebab terbanyak bangkitan yang
dirawat ICU adalah sepsis dan penyakit
kardiovaskuler.
• Penyebab bangkitan lainnya dengan angka
kejadian yang tinggi adalah akibat
gangguan metabolik dan intoksikasi akut
akibat obat-obatan ( antibiotik, gagal
ginjal, hepar, CHF, obat-obat anestesi, atau
akibat penghentian obat psikotropik,
alkohol).
Status Epileptikus
• Pada level neurokimia : bangkitan terjadi akibat
ketidakseimbangan antara eksitasi berlebihan dan
kurangnya inhibisi.
• Neurotransmiter eksitasi yang terbanyak
ditemukan adalah glutamate dan juga turut
dilibatkan disini adalah reseptor subtype NMDA
(N-methyl-D-aspartate).
• Neurotransmiter inhibisi yang terbanyak
ditemukan adalah gamma-aminobutyric acid
(GABA). Kegagalan proses inhibisi merupakan
mekanisme utama pada status epileptikus
Status Epileptikus
Status epileptikus terbagi dalam dua fase :
• Fase pertama ditandai bangkitan tonik-klonik umum
yang berhubungan dengan peningkatan aktivitias
otonom sehingga bisa ditemukan hipertensi,
hiperglikemia, berkeringat, salivasi, dan hiperpireksia.
Selama fase ini, terjadi peningkatan aliran darah otak
oleh karena adanya peningkatan kebutuhan metabolik
otak.
• Sekitar 30 menit sesudahnya, penderita memasuki
fase kedua, yang ditandai dengan kegagalan
autoregulasi otak, penurunan aliran darah otak,
peningkatan tekanan intrakranial, dan hipotensi
sistemik.
Status Epileptikus
Prinsip penatalaksanaan SE di ruang perawatan intensif :
• Perhatikan ABC (airway, breathing, and circulation).
• Hentikan kejang.
• Tentukan penyebab kejang
• Koreksi faktor penyebab kejang

Faktor-faktor yang menentukan keberhasilan terapi SE :


• Pemberian OAE yang efektif pada 10 menit pertama penting untuk
menentukan keberlanjutan SE dan mencegah kerusakan neuronal
dan jejas otak yang permanen.
• Efikasi OAE sangat tinggi apabila terapi diberikan dalam 30 menit
pertama, efektifitas OAE akan berkurang seiring dengan waktu
keterlambatan pemerian OAE
• Semakin awal waktu penatalaksanaan kejang akan menghasilkan
outcome semakin baik
Status Epileptikus
Status Epileptikus
Post Traumatic Epilepsy
• Post Traumatic Epilepsy (PTE) adalah
sindroma klinik dimana seseorang
menderita bangkitan berulang
setelah trauma akibat dari cedera
otak traumatik /traumatic brain
injury (TBI) atau kerusakan otak yang
disebabkan trauma fisik.
Post Traumatic Epilepsy
• Mekanisme yang melatarbelakangi
penyebab serangan kronik setelah
trauma kapitis.
• Diantaranya adalah :
– pembentukan radikal bebas yang
merusak parenkim otak,
– peningkatan pada aktifitas eksitasi
setelah trauma,
– perubahan pada fungsi inhibisi dari
otak
Post Traumatic Epilepsy
• Perdarahan intracerebral  sel darah merah 
lisis dengan kemudian melepaskan hemoglobin
yang akan dipecah menjadi hemin dan besi.
• Kedua bahan hasil pemecahan tersebut telah
terbukti mempengaruhi fungsi fisiologis pada
transmisi di sinaps yang dapat menyebabkan
penbentukan serangan PTE.
• Darah dalam jaringan otak setelah trauma 
merusak jaringan otak  epilepsi.
• Produk hasil-hasil dari penguraian hemoglobin
dari darah bersifat toksik terhadap jaringan otak
Post Traumatic Epilepsy
Eksitotoksistas
• TBI  neurotransmitter glutamat dan aspartat
banyak dilepaskan  timbulnya bangkitan.
• Pelepasan neurotransmitter inhibisi seperti GABA
dapat berkurang.
• Overaktivasi dari reseptor biokimiawi dan respon
terhadap neurotransmitter eksitasi seperti
glutamat menyebabkan pembentukan radikal
bebas dan hal ini menyebabkan eksitotoksisitas
Post Traumatic Epilepsy
Faktor Risiko
1. Genetik (alel ApoE-ε4 , Alel
haptoglobin Hp2-2)
2. Beratnya Trauma
3. Perdarahan intrakranial (subdural
hematom lebih sering daripada
epidural)
FAKTOR RISIKO REKURENSI EPILEPSI

 Lamanya waktu sebelum kejang terkontrol


 Tingginya frekuensi kejang sebelum terkontrol
 Abnormalitas neurologi
 Mental retardasi
 Komplek partial
 EEG abnormal
Dosis obat antiepilepsi
Phenytoin 100-200 mg/hr 5 mg/kgBB

Fenobarbital 30 mg/hari 3-4 mg/hari

Carbamazepine 100 mg 10-40 mg/kg/hari

Clonazepam 0,25 mg/hari

Sodium Valproat 400-500 mg/hr 20 mg/kgBB/hari

Gabapentin 300 mg/hari 15-30 mg/kg/hr

Oxcarbazepin 600mg/hari
Lamotrigin 12,5-25mg/hr 0,5 mg/kg/hr
Topiramat 25-50mg/hr 0,5-1 mg/kg/hr

Anda mungkin juga menyukai