Anda di halaman 1dari 38

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2017


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

KERATITIS PUNGTATA SUPERFISIALIS

DISUSUN OLEH :
SUDARMINI (111 2015 2251)
PEMBIMBING:
Dr. Sri Irmandha, Sp.M, M.Kes.

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
RS IBNU SINA

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2017
BAB I - PENDAHULUAN

 Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan merupakan jaringan transparan


yang dilalui oleh berkas cahaya saat menuju retina. Infiltrasi sel radang pada kornea
akan menyebabkan keratitis, hal ini mengakibatkan kornea menjadi keruh dan
menimbulkan gejala mata merah dan tajam penglihatan akan menurun.

 Insidensi tahunan dari keratitis di negara maju telah meningkat karena angka
penggunaan lensa kontak yang tinggi yaitu 2 sampai 11 per 100.000 orang per tahun.
Menurut Lam (2002), penggunaan lensa kontak merupakan penyebab keratitis
Acanthamoeba yang dikenal pada tahun 1973, sekarang diketahui berjumlah kira-kira
1% dari semua kasus.

 Insidensi dari keratitis di negara berkembang lebih tinggi dibandingkan negara maju.
Keratitis yang disebabkan oleh jamur terjadi sekitar 6% dari pasien yang berada di iklim
tropis. Keratitis yang disebabkan oleh infeksi mikroba akan mengganggu lapangan
pandang mata sehingga membutuhkan diagnosis segera dan pengobatan untuk
mencegah hasil yang semakin memburuk.
IDENTITAS PASIEN

 Nama : Ny. M

 Rumah sakit : Balai Kesehatan Mata Makassar

 No. RM : 06-77-31

 Tanggal lahir : 01 Mei 1948 (69 tahun)

 Jenis kelamin : Perempuan

 Pekerjaan : Pensiunan

 Alamat lengkap : Sungguminasa, Gowa

 No. Telepon : 0411 - 8221709

 Status perkawinan : Kawin

 Agama : Islam

 Tanggal pemeriksaan : Senin, 28 Agustus 2017


ANAMNESIS

Keluhan utama : Penglihatan kedua mata kabur

Riwayat penyakit sekarang

 Penglihatan kedua mata kabur dialami sejak ±5 hari yang lalu. Kedua mata terasa
berpasir, merah dan nyeri. Apabila melihat cahaya, penglihatan pasien silau sehingga
lebih sering berkedip. Pasien juga mengeluh mata sering berair. Kotoran berlebih pada
mata tidak ada. Demam tidak ada. Riwayat penggunaan lensa kontak tidak ada.
Riwayat masuknya benda asing ke mata tidak ada.

Riwayat penyakit dahulu

 Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya tidak ada. Riwayat diabetes
mellitus dan hipertensi tidak ada. Riwayat alergi tidak ada. Riwayat trauma dan operasi
pada mata tidak ada.

Riwayat penyakit keluarga

 Riwayat penyakit yang sama pada keluarga pasien tidak ada.

Riwayat pengobatan : Tidak ada.


PEMERIKSAAN FISIK

 PEMERIKSAAN INSPEKSI

INSPEKSI OD OS

Palpebra Edema (-) Edema (-)

Silia Normal, Sekret (-) Normal, Sekret (-)

Apparatus lakrimalis Lakrimasi (+) Lakrimasi (+)

Konjungtiva Hiperemis (+) Hiperemis (+)

Bola mata Normal Normal

Kornea Sedikit keruh Sedikit keruh

BMD Normal Normal

Iris Coklat, Kripte (+) Coklat, Kripte (+)

Pupil Bulat, Sentral, RC + Bulat, Sentral, RC +

Lensa Jernih Jernih

Mekanisme muscular Ke segala arah Ke segala arah


PEMERIKSAAN FISIK

 PEMERIKSAAN PALPASI
PALPASI OD OS

Tekanan intraokuler Tekanan normal Tekanan normal

Nyeri tekan (-) (-)

Massa tumor (-) (-)

Glandula preaurikuler Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran

 Tonometri : TOD 13 mmHg TOS 16 mmHg

 Visus : VOD 20/200 VOS 20/60

 Pemeriksaan Slit Lamp : Pemeriksaan fluorosein ODS: (+) / tampak bintik-bintik


warna hijau pada permukaan kornea.

 Pemeriksaan Laboratorium : GDS 126 mmHg

 Pemeriksaan Oftalmoskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan.


FOTO KLINIS
RESUME

 Pasien wanita, umur 69 tahun, datang dengan keluhan penglihatan kedua mata kabur
dialami sejak ±5 hari yang lalu. Kedua mata terasa berpasir, merah dan nyeri. Apabila
melihat cahaya, penglihatan pasien silau sehingga lebih sering berkedip. Pasien juga
mengeluh mata sering berair. Kotoran berlebih pada mata tidak ada. Demam tidak ada.
Riwayat penggunaan lensa kontak tidak ada. Riwayat masuknya benda asing ke mata
tidak ada.

 Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya (-). DM (-). HT (-). Alergi (-).
Trauma dan operasi pada mata (-). Riwayat penyakit yang sama pada keluarga pasien
(-). Riwayat pengobatan (-).

 Pada pemeriksaan inspeksi ditemukan ODS lakrimasi (+), konjungtiva hiperemis dan
kornea sedikit keruh. Pemeriksaan visus VOD: 20/200 dan VOS: 20/60. Pemeriksaan
fluorosein ODS: (+) / tampak bintik-bintik warna hijau pada permukaan kornea.
DIAGNOSIS

 DIAGNOSIS KERJA

Keratitis pungtata superfisisalis oculus dextra et sinistra

 DIAGNOSIS BANDING

Keratitis profunda

Ulkus kornea
PENATALAKSANAAN

 Cendo LFX ED 5 ml 4 dd 1 gtt ODS

 Cendo Repithel ED 5 ml 6 dd 1 gtt ODS

 Cendo Polygran ED 5 ml 4 dd 1 gtt ODS

PROGNOSIS

 Quo ad visam : Dubia ad bonam

 Quo ad sanam : Bonam

 Quo ad cosmeticam : Dubia ad bonam

 Quo ad vitam : Bonam


PEMBAHASAN

 Berdasarkan hasil anamnesis, didapatkan keluhan pasien berupa penglihatan kedua

mata kabur, disertai nyeri, mata merah dan terasa berpasir, penglihatan silau, mata

berair, dan lebih sering berkedip. Keluhan ini sesuai dengan gejala subjektif keratitis

yaitu: nyeri, trias keratitis (fotofobia, lakrimasi, dan blefarospasme) dan gangguan

visus.

 Pada pemeriksaan inspeksi ditemukan ODS lakrimasi (+), konjungtiva hiperemis dan

kornea sedikit keruh. Pemeriksaan visus VOD: 20/200 dan VOS: 20/60 F. Pemeriksaan

fluorosein ODS: (+) / tampak bintik-bintik warna hijau pada permukaan kornea.

 Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik inspeksi dan hasil pemeriksaan slit

lamp dengan fluorosein yang memberikan gambaran bintik-bintik warna hijau pada

permukaan kornea, dapat ditegakkan diagnosis keratitis pungtata superfisialis.


PEMBAHASAN

 Pasien diberikan terapi berupa Cendo LFX ED yang mengandung levofloxacin sebagai
antibiotic golongan fluorokuinolon yang berspektrum luas utamanya untuk bakteri gram
positif; Cendo Repithel ED yang mengandung Vitamin A 1000 IU, aneurin hydrocloride
0.5 mg, calcium pantothenate 5.0 mg untuk memperbaiki epitelisasi kornea; dan Cendo
Polygran ED yang mengandung 3 antibiotik yaitu: neomycin sulphate setara dengan
neomycin base 1,5 mg (golongan aminoglikosida untuk bakteri gram negatif), polymixin
B sulfate 10.000 IU (golongan peptida basa untuk bakteri gram negatif), dan gramicidin
0,025 mg (antibiotik lokal untuk bakteri gram positif, negatif, dan jamur).
ANATOMI KORNEA

 Kornea (Latin Cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata yang merupakan
salah satu media refraksi.

 Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan, berukuran 11-12 mm


horizontal dan 10-11 mm vertikal, kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 µm.
Kornea memiliki indeks refraksi 1,37 serta memberikan kontribusi 74% atau setara
dengan 43,25 D dari total 58,60 kekuatan dioptri mata manusia. Ini menjadikan kornea
sebagai pembias sinar terkuat pada mata.

 Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada difusi glukosa dari aqueus humor di COA
dengan cara difusi dari endotel dan oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata.
Sebagai tambahan, kornea perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus yaitu arteri
ciliaris anterior.

 Untuk persarafannya, saraf-saraf sensorik kornea didapat dari N. V1 (ophthalmichus)


yang merupakan cabang pertama dari nervus kranialis trigeminus. N. V1
(ophthalmichus) berfungsi untuk reflex berkedip jika ada sesuatu benda asing di
kornea.
HISTOLOGI KORNEA

1) Epitel (ketebalan 50 µm) Terdiri dari sel epitel squamos yang bertingkat, terdiri atas 5
lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; dapat beregenerasi dengan
cepat sehingga jika terdapat kerusakan pada epitel akan sembuh dengan sempurna.

2) Membran bowman (ketebalan 15 µm) Membran yang jernih dan aselular yang tidak
dapat beregenerasi sehingga jika terdapat kerusakan pada kornea yang sudah
mencapai lapisan ini maka tidak dapat sembuh sempurna dan menjadi sikatrik.

3) Stroma (ketebalan 500 µm) Lapisan ini mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea.
Merupakan lapisan tengah pada kornea yang juga tidak dapat beregenerasi.

4) Membran Descement (ketebalan 10 µm) Merupakan lapisan tipis, elastis dan kuat.
Jika terdapat kerusakan pada stroma yang sudah menembus sampai ke membrane
descement dapat terjadi descematokel oleh karena terjadi peningkatan TIO yang
selanjutnya dapat terjadi perforasi.

5) Endotel (ketebalan 5 µm) tidak mengalami regenerasi dan secara aktif memompa ion
natrium dan air dari stroma untuk mengontrol hidrasi dan transparansi kornea. Juga
berfungsi untuk menyerap humor aquous sebagai salah satu sumber nutrisi.
GAMBAR KORNEA
FISIOLOGI KORNEA

1) Kornea mempunyai kemampuan membiaskan cahaya yang paling kuat dibanding

dengan sistem optik refraktif lainnya.

2) Kubah kornea akan membiaskan sinar ke lubang pupil di depan lensa. Kubah kornea

yang semakin cembung akan memiliki daya bias yang semakin kuat.

3) Peran kornea sangat penting dalam menghantarkan cahaya masuk ke dalam mata

untuk menghasilkan penglihatan yang tajam, maka kornea memerlukan kejernihan,

kehalusan dan kelengkungan tertentu.


DEFINISI KERATITIS

 Keratitis adalah kelainan akibat


terjadinya infiltrasi sel radang pada
kornea yang akan mengakibatkan
kornea menjadi keruh. Akibat
terjadinya kekeruhan pada media
kornea ini, maka tajam penglihatan
akan menurun.
 Keratitis dapat terjadi pada anak-
anak maupun orang dewasa.
Bakteri umumnya tidak dapat
menyerang kornea yang sehat,
namun beberapa kondisi dapat
menyebabkan kornea terinfeksi.
Mata yang sangat kering juga dapat
menurunkan mekanisme
pertahanan kornea.
EPIDEMIOLOGI KERATITIS

 Frekuensi keratitis di Amerika Serikat sebesar 5% di antara seluruh kasus kelainan


mata. Di negara-negara berkembang insidensi keratitis berkisar antara 5,9-20,7 per
100.000 orang tiap tahun. Insidensi keratitis pada tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000
penduduk di Indonesia, perbandingan laki-laki dan perempuan tidak begitu bermakna
pada angka kejadian keratitis. Sedangkan predisposisi terjadinya keratitis antara lain
terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak dan perawatan lensa kontak yang
buruk, penggunaan lensa kontak yang berlebihan, herpes genital atau infeksi virus
lain, kekebalan tubuh yang menurun karena penyakit lain, serta higienis dan nutrisi
yang tidak baik, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.
KLASIFIKASI KERATITIS
KERATITIS SUPERFISIAL

1) KERATITIS EPITELIAL
 Keratitis pungtata. Merupakan keratitis yang terkumpul di daerah membran
bowman dengan infiltrat berbentuk bercak-bercak halus.
 Keratitis herpetik. Disebabkan oleh herpes simpleks dan herpes zoster. Y
 Infeksi Herpes Zoster. Bila telah terdapat vesikel di ujung hidung, berarti
N.Nasosiliaris terkena, maka biasanya timbul kelainan di kornea, di mana
sensibilitasnya menurun tetapi penderita menderita sakit. Keadaan ini disebut
anestesia dolorosa.
2) KERATITIS SUBEPITELIAL
 Keratitis numularis, dari Dimmer. Keratitis ini diduga oleh virus. Klinis tanda-tanda
radang tidak jelas, di kornea terdapat infiltrat bulat-bulat subepitelial, dimana di
tengahnya lebih jernih, disebut halo.
 Keratitis disiformis dari Westhoff. Keratitis ini awalnya banyak ditemukan pada
petani di pulau jawa. Penyebabnya adalah virus yang berasal dari sayuran dan
binatang. Di kornea tampak infiltrat bulat-bulat, yang ditengahnya lebih padat dari
pada dipinggir. Umumnya menyarang usia 15-30 tahun.
3) KERATITIS STROMA
 Keratitis neuroparalitik, Keratitis et causa lagoftalmus. Terjadi akibat mata tidak
menutup sempurna yang dapat terjadi pada ektropion palpebra, protrusio bola mata
atau pada penderita koma di mana mata tidak terdapat reflek mengedip. Umumnya
bagian yang terkena adalah kornea bagian bawah
KERATITIS PROFUNDA

1. Keratitis interstisial. Biasanya mengenai umur 5-15 tahun. Merupakan manifestasi


lambat dari lues kongenital. Tanda klinis : injeksi silier, infiltrat di stroma bagian
dalam. Kekeruhan bertambah dengan cepat disertai pembentukan pembuluh darah di
lapisan dalam yang berjalan dari limbus ke sentral.

2. Keratitis sklerotikans. Keluhan dari kertatitis ini : mata sakit, fotofobia dan di mata
timbul skleritis.

3. Keratitis disiformis. Penyebabnya herpes simpleks. Biasanya unilateral. Biasanya


timbul bila pada kerusakan primer yang diberikan pengobatan dengan Iodium atau
dalam pengobatan dahulu pernah diberi kortikosteroid. Kekeruhan kornea tampak di
lapisan dalam kornea, di pinggirnya lebih tipis daripada bagian tengah. Sensibilitas
kornea menurun. Hampir tidak pernah disertai neovasklarisasi.
KERATITIS BAKTERI KERATITIS JAMUR KERATITIS VIRUS

ETIOLOGI Stafilokokus aureus, Candida, Aspergilin, Herpes simpleks,


Streptokokus pneumonia, Nocardia Herpes zoster,
Pseudomonas Adenovirus

RIWAYAT Riwayat trauma Riwayat trauma Riwayat penyakit


TRAUMA sebelumnya yang bukan dengan agen yang kulit sebelumnya
dari tumbuhan, contoh berasal dari jenis seperti adanya
seperti besi. tumbuhan seperti vesikel pada wajah
padi. baik itu di sekitar
mulut ataupun mata.

GAMBARAN Batas ulkus lebih sering Tepi meninggi, Ada


KLINIS tidak tegas, biasanya elevated, dikerok infiltrate/dendritic,
warnanya hijau kekuningan, seperti ada sensasi ulkus
lembek, paling sering gritty (parut kelapa), geografika/bentuk
kelihatan seperti berbatas tegas, pulau. Sensitivitas
meleleh/melting. disertai juga adanya saraf menurun.
lesi satelit. Jika ingin
diterapi harus
dikerok atau dibuang
hifa atau
pseudohifanya.

TANDA Lebih hebat Lebih sedikit/lebih Hebat


INFLAMASI ringan
FAKTOR RISIKO KERATITIS

 Blefaritis

 Infeksi pada organ asesoria bulbi (seperti infeksi pada aparatus lakrimalis)

 Perubahan pada barrier epitel kornea (seperti dry eyes syndrom)

 Pemakaian lensa kontak

 Lagoftalmos

 Gangguan Neuroparalitik

 Trauma

 Pemakaian imunosupresan topikal maupun sistemik


ETIOLOGI KERATITIS

 Bakteri

 Diplokok pneumonia √ Stafilokokus aureus

 Streptokok hemolotikus √ Streptokokus pneumonia

 Pseudomonas aerogenosa √ Pseudomonas

 Moraxella liquefaciens √ Klebsiela pneumoniae

 Virus

 Herpes simpleks, Herpes zoster, Adenovirus

 Jamur

 Candida , Aspergilin, Nocardia

 Alergi

 Alergi terhadap stafilokokus, Terhadap tuberkuloprotein

 Defisiensi vitamin, misalnya : avitaminosis A

 Idiopatik, misalnya : ulkus Moorens


PATOFISIOLOGI KERATITIS
FASE INFILTRASI

• Ditandai dengan adanya infiltrasi dari sel PMN dan atau limfosit ke epitel dari sirkulasi sehingga terjadi edema
dan nekrosis lokal.

FASE AKTIF ULKUS

• Adanya nekrosis dan pengelupasan dari epitel, membran bowman, dan stroma yang terlibat. Pada fase ini
akan terlihat lebih hiperemis (injeksi perikornea) karena terjadi vasodilatasi pembuluh darah sekitarnya dan
hasilnya adalah pembentukan dari eksudat purulent. Hal yang sama dapat juga terjadi pada iris yang juga
mengalami peradangan akibat toksin dari kuman penyebab ulkus tersebut sehingga dapat mencetuskan
terjadinya hipopion.

FASE REGRESI

• Diinduksi oleh adanya mekanisme pertahanan tubuh. Vaskularisasi meningkat oleh karena makrofag
membersihkan sel-sel yang nekrosis. Pada fase ini mulai terjadi penyembuhan ulkus yang dimulai dari tepi.

FASE SIKATRISASI

• Ulkus menutup dan terbentuk sikatrik.


KERATITIS PUNGTATA SUPERFISIALIS

 Penyakit ini ditandai kekerutan epitel yang meninggi berbentuk lonjong dan jelas, yang
menampakkan bintik-bintik pada pemulasan dengan fluoresin, terutama di daerah
pupil. Kekeruhan ini tidak tampak dengan mata telanjang, namun mudah dilihat dengan
slit-lamp atau kaca pembesar.
GEJALA KLINIK KPS

 Fotofobia: karena kornea keruh akibat adanya infiltrasi sel radang sehingga cahaya yang
masuk ke mata dipantulkan dan terlihat silau oleh mata.

 Lakrimasi: tubuh akan selalu berusaha untuk membersihkan benda-benda asing yang ada di
kornea sehingga merangsang kelenjar air mata untuk meningkatkan produksinya.

 Blefarospasme: akibat dari penglihatan selalu silau (fotofobia) maka tubuh akan
meminimalisir cahaya yang masuk dengan menutup kelopak mata. Selain itu mata sering
menutup untuk meminimalisir nyeri pada kornea.

 Nyeri: karena kornea dipersarafi oleh N. oftalmikus sehingga jika terjadi kerusakan jaringan
pada kornea maka akan merangsang sensoris nervus tersebut sehinggu menimbulkan
sensasi nyeri.

 Visus menurun: pada kornea terjadi peradangan sehingga kejernihan kornea terganggu. Hal
ini menyebabkan fungsi kornea sebagai media refraksi menjadi terganggu dan visus pun
menurun.

 Mata merah: injeksi perikorneal.

 Rasa mengganjal: di kornea banyak saraf sensibel


PEMERIKSAAN FISIK KPS

 Adanya infiltrat. Infiltrat sel radang pada kornea membuat kejernihan kornea berkurang
dan ada ulkus.

 Neovaskularisasi.

 Injeksi siliaris/perikornea

 Kongesti jaringan yang lebih dalam.


PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI

 Pemeriksaan visus

 Pemeriksaan dengan Slit Lamp: Untuk melihat

secara pasti bentukan lesi.

 Tes Fluoresin: Pada tempat ulkus tampak berwarna

hijau.

 Sensibilitas kornea: Uji sensibilitas kornea adalah uji

untuk menilai fungsi saraf trigeminus kornea.

Pemeriksaan sensibilitas kornea menggunakan dua

alat ukur yaitu kapas lilin dan estesiometer.

 Tes Placido: Bila bayangan di kornea gambaran

sirkulernya tidak teratur, disebut Placido (+), berarti

permukaan kornea tidak baik, mungkin ada infiltrat.


PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI

 Tes Fistel / Siedel Test

Pada pemeriksaan adanya fistel pada ulkus kornea,


setelah pemberian fluoresin, bola mata harus ditekan
sedikit untuk melepaskan fibrinnya dari fistel, sehingga
cairan COA dapat mengalir keluar melalui fistel, seperti
air mancur pada tempat ulkus dengan fistel tersebut.

 Pemeriksaan bakteriologik

Dari usapan pada ulkus kornea harus dilakukan


pemeriksaan hapusan langsung, pembiakan, dan tes
resistensi. Dari pemeriksaan apusan langsung dapat
diketahui macam kuman penyebabnya.
PENATALAKSANAAN

 Pengobatan diberikan tergantung organisme penyebab, misalnya antibiotik, antijamur,


dan anti virus.

 Antibiotik spektrum luas dapat digunakan secepatnya, tapi bila hasil laboratorium
sudah menentukan organisme penyebab, pengobatan dapat diganti.

 Jika penyebabnya virus: antivirus → idoxuridine, trifluridin atau acyclovir.

 Bakteri gram positif: pilihan pertama adalah cafazolin, penisilin G atau vancomisin.

 Bakteri gram negatif: tobramisin, gentamisin atau polimixin B.

 Jika penyebabnya jamur: natamisin, amfoterisin atau fluconazol.

 Selain itu obat yang dapat membantu epitelisasi dapat diberikan.

 Untuk melindungi mata dari cahaya terang, benda asing dan bahan iritatif lainnya,
maka pasien dapat menggunakan kacamata.

 Terapi bedah laser terkadang dilakukan untuk menghancurkan sel yang tidak sehat,
dan infeksi berat membutuhkan transplantasi kornea.
KOMPLIKASI

 Sikatrik: jika kerusakan kornea sampai ke stroma umumnya akan menjadi skar karena
pada stroma tidak ada reepitelisasi. Sikatrik dibagi menjadi nebula, makula, dan
leukoma.

 Nebula : sikatrik yang hanya tampak pada pemeriksaan slit lamp.

 Makula : tampak dengan pemeriksaan sinar oblik.

 Leukoma : sikatrik lebih dalam terjadi dan tampak dengan mata biasa.

 Iritis/iridosiklitis: infeksi pada iris yang disebabkan oleh toksin dari kuman penyebab
keratitis.

 Descematokel: penonjolan dari membrane descement akibat dari TIO meningkat serta
hilangnya lapisan kornea akibat dari ulkus yang sudah menembus stroma sampai ke
membrane desciment.

 Perforasi: akibat dari TIO yang meninggi pada descematokel sehingga dapat terjadi
perforasi misalnya jika terjadi vagal reflex (seperti batuk)
PROGNOSIS

 Quo ad vitam: bonam

 Quo ad fungsionam: sangat tergantung pada jenis keratitis itu sendiri.

Jika lesi pada keratitis superficial berlanjut hingga menjadi ulkus kornea dan jika lesi
pada keratitis tersebut telah melebihi dari epitel dan membran bowman maka
prognosis fungsionam akan semakin buruk. Hal ini biasanya terjadi jika pengobatan
yang diberikan sebelumnya kurang adekuat, kurangnya kepatuhan pasien dalam
menjalankan terapi yang sudah dianjurkan, terdapat penyakit sistemik lain yang dapat
menghambat proses penyembuhan seperti pada pasien diabetes mellitus, ataupun
dapat juga karena mata pasien tersebut masih terpapar secara berlebihan oleh
lingkungan luar, misalnya karena sinar matahari ataupun debu.
PENCEGAHAN

 Pemakaian lensa kontak:

 Harus menggunakan cairan desinfektan pembersih yang steril untuk membersihkan


lensa kontak.

 Air keran tidak steril dan tidak boleh digunakan untuk membersihkan lensa kontak.

 Jangan terlalu sering memakai lensa kontak.

 Lepas lensa kontak bila mata menjadi merah dan timbul iritasi.

 Ganti lensa kontak bila sudah waktunya diganti.

 Cuci tempat lensa kontak dengan air panas.

 Ganti tempat lensa kontak tiap 3 bulan karena organisme dapat terbentuk di
tempat kontak lensa itu.

 Memakai kacamata pelindung ketika bekerja atau bermain di tempat yang potensial
berbahaya bagi mata. Kacamata dengan lapisan anti ultraviolet dapat membantu
mengurangi pajanan.
DAFTAR PUSTAKA

1) Ilyas, Sidarta : ”Anatomi dan Fisiologi mata” dalam ”Ilmu Penyakit Mata”. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI, Edisi 3, 2008. Hal 1-12.

2) Ilyas, Sidarta : ”Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata”. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2009.

3) Riordan Paul – Eva, et al : ”Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum”. Jakarta : EGC,
edisi 17, 2009 : hal 126-143.

4) Kanski JJ. Retinal Vascular Disorders in Clinical Ophthalmology: A Systematic


Approach. 3rd Edition. Oxford: Butterworth-Heinemann Ltd, 1994. Hal 152-200.

5) Vaughan, Daniel G et al. 2002. Oftalmologi Umum edisi-14. Jakarta: Widya Medika.
Hal: 129 – 152

6) Vaughan & Asbury's (2008) General Ophthalmology, 17th edn., United States of
America: McGraw-Hill.

7) Kaye SB, Lynas C, Patterson A, Risk JM, McCarthy K, Hart CA. Evidence for herpes
simplex viral latency in the human cornea, Bri Ophthalmol 1991; 75: 195200

8) Suhardjo (1995) Diagnosis dan Penatalaksanaan Keratitis Herpes Simpleks


SEKIAN

Anda mungkin juga menyukai