DISUSUN OLEH :
SUDARMINI (111 2015 2251)
PEMBIMBING:
Dr. Sri Irmandha, Sp.M, M.Kes.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2017
BAB I - PENDAHULUAN
Insidensi tahunan dari keratitis di negara maju telah meningkat karena angka
penggunaan lensa kontak yang tinggi yaitu 2 sampai 11 per 100.000 orang per tahun.
Menurut Lam (2002), penggunaan lensa kontak merupakan penyebab keratitis
Acanthamoeba yang dikenal pada tahun 1973, sekarang diketahui berjumlah kira-kira
1% dari semua kasus.
Insidensi dari keratitis di negara berkembang lebih tinggi dibandingkan negara maju.
Keratitis yang disebabkan oleh jamur terjadi sekitar 6% dari pasien yang berada di iklim
tropis. Keratitis yang disebabkan oleh infeksi mikroba akan mengganggu lapangan
pandang mata sehingga membutuhkan diagnosis segera dan pengobatan untuk
mencegah hasil yang semakin memburuk.
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
No. RM : 06-77-31
Pekerjaan : Pensiunan
Agama : Islam
Penglihatan kedua mata kabur dialami sejak ±5 hari yang lalu. Kedua mata terasa
berpasir, merah dan nyeri. Apabila melihat cahaya, penglihatan pasien silau sehingga
lebih sering berkedip. Pasien juga mengeluh mata sering berair. Kotoran berlebih pada
mata tidak ada. Demam tidak ada. Riwayat penggunaan lensa kontak tidak ada.
Riwayat masuknya benda asing ke mata tidak ada.
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya tidak ada. Riwayat diabetes
mellitus dan hipertensi tidak ada. Riwayat alergi tidak ada. Riwayat trauma dan operasi
pada mata tidak ada.
PEMERIKSAAN INSPEKSI
INSPEKSI OD OS
PEMERIKSAAN PALPASI
PALPASI OD OS
Pasien wanita, umur 69 tahun, datang dengan keluhan penglihatan kedua mata kabur
dialami sejak ±5 hari yang lalu. Kedua mata terasa berpasir, merah dan nyeri. Apabila
melihat cahaya, penglihatan pasien silau sehingga lebih sering berkedip. Pasien juga
mengeluh mata sering berair. Kotoran berlebih pada mata tidak ada. Demam tidak ada.
Riwayat penggunaan lensa kontak tidak ada. Riwayat masuknya benda asing ke mata
tidak ada.
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya (-). DM (-). HT (-). Alergi (-).
Trauma dan operasi pada mata (-). Riwayat penyakit yang sama pada keluarga pasien
(-). Riwayat pengobatan (-).
Pada pemeriksaan inspeksi ditemukan ODS lakrimasi (+), konjungtiva hiperemis dan
kornea sedikit keruh. Pemeriksaan visus VOD: 20/200 dan VOS: 20/60. Pemeriksaan
fluorosein ODS: (+) / tampak bintik-bintik warna hijau pada permukaan kornea.
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS KERJA
DIAGNOSIS BANDING
Keratitis profunda
Ulkus kornea
PENATALAKSANAAN
PROGNOSIS
mata kabur, disertai nyeri, mata merah dan terasa berpasir, penglihatan silau, mata
berair, dan lebih sering berkedip. Keluhan ini sesuai dengan gejala subjektif keratitis
yaitu: nyeri, trias keratitis (fotofobia, lakrimasi, dan blefarospasme) dan gangguan
visus.
Pada pemeriksaan inspeksi ditemukan ODS lakrimasi (+), konjungtiva hiperemis dan
kornea sedikit keruh. Pemeriksaan visus VOD: 20/200 dan VOS: 20/60 F. Pemeriksaan
fluorosein ODS: (+) / tampak bintik-bintik warna hijau pada permukaan kornea.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik inspeksi dan hasil pemeriksaan slit
lamp dengan fluorosein yang memberikan gambaran bintik-bintik warna hijau pada
Pasien diberikan terapi berupa Cendo LFX ED yang mengandung levofloxacin sebagai
antibiotic golongan fluorokuinolon yang berspektrum luas utamanya untuk bakteri gram
positif; Cendo Repithel ED yang mengandung Vitamin A 1000 IU, aneurin hydrocloride
0.5 mg, calcium pantothenate 5.0 mg untuk memperbaiki epitelisasi kornea; dan Cendo
Polygran ED yang mengandung 3 antibiotik yaitu: neomycin sulphate setara dengan
neomycin base 1,5 mg (golongan aminoglikosida untuk bakteri gram negatif), polymixin
B sulfate 10.000 IU (golongan peptida basa untuk bakteri gram negatif), dan gramicidin
0,025 mg (antibiotik lokal untuk bakteri gram positif, negatif, dan jamur).
ANATOMI KORNEA
Kornea (Latin Cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata yang merupakan
salah satu media refraksi.
Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada difusi glukosa dari aqueus humor di COA
dengan cara difusi dari endotel dan oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata.
Sebagai tambahan, kornea perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus yaitu arteri
ciliaris anterior.
1) Epitel (ketebalan 50 µm) Terdiri dari sel epitel squamos yang bertingkat, terdiri atas 5
lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; dapat beregenerasi dengan
cepat sehingga jika terdapat kerusakan pada epitel akan sembuh dengan sempurna.
2) Membran bowman (ketebalan 15 µm) Membran yang jernih dan aselular yang tidak
dapat beregenerasi sehingga jika terdapat kerusakan pada kornea yang sudah
mencapai lapisan ini maka tidak dapat sembuh sempurna dan menjadi sikatrik.
3) Stroma (ketebalan 500 µm) Lapisan ini mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea.
Merupakan lapisan tengah pada kornea yang juga tidak dapat beregenerasi.
4) Membran Descement (ketebalan 10 µm) Merupakan lapisan tipis, elastis dan kuat.
Jika terdapat kerusakan pada stroma yang sudah menembus sampai ke membrane
descement dapat terjadi descematokel oleh karena terjadi peningkatan TIO yang
selanjutnya dapat terjadi perforasi.
5) Endotel (ketebalan 5 µm) tidak mengalami regenerasi dan secara aktif memompa ion
natrium dan air dari stroma untuk mengontrol hidrasi dan transparansi kornea. Juga
berfungsi untuk menyerap humor aquous sebagai salah satu sumber nutrisi.
GAMBAR KORNEA
FISIOLOGI KORNEA
2) Kubah kornea akan membiaskan sinar ke lubang pupil di depan lensa. Kubah kornea
yang semakin cembung akan memiliki daya bias yang semakin kuat.
3) Peran kornea sangat penting dalam menghantarkan cahaya masuk ke dalam mata
1) KERATITIS EPITELIAL
Keratitis pungtata. Merupakan keratitis yang terkumpul di daerah membran
bowman dengan infiltrat berbentuk bercak-bercak halus.
Keratitis herpetik. Disebabkan oleh herpes simpleks dan herpes zoster. Y
Infeksi Herpes Zoster. Bila telah terdapat vesikel di ujung hidung, berarti
N.Nasosiliaris terkena, maka biasanya timbul kelainan di kornea, di mana
sensibilitasnya menurun tetapi penderita menderita sakit. Keadaan ini disebut
anestesia dolorosa.
2) KERATITIS SUBEPITELIAL
Keratitis numularis, dari Dimmer. Keratitis ini diduga oleh virus. Klinis tanda-tanda
radang tidak jelas, di kornea terdapat infiltrat bulat-bulat subepitelial, dimana di
tengahnya lebih jernih, disebut halo.
Keratitis disiformis dari Westhoff. Keratitis ini awalnya banyak ditemukan pada
petani di pulau jawa. Penyebabnya adalah virus yang berasal dari sayuran dan
binatang. Di kornea tampak infiltrat bulat-bulat, yang ditengahnya lebih padat dari
pada dipinggir. Umumnya menyarang usia 15-30 tahun.
3) KERATITIS STROMA
Keratitis neuroparalitik, Keratitis et causa lagoftalmus. Terjadi akibat mata tidak
menutup sempurna yang dapat terjadi pada ektropion palpebra, protrusio bola mata
atau pada penderita koma di mana mata tidak terdapat reflek mengedip. Umumnya
bagian yang terkena adalah kornea bagian bawah
KERATITIS PROFUNDA
2. Keratitis sklerotikans. Keluhan dari kertatitis ini : mata sakit, fotofobia dan di mata
timbul skleritis.
Blefaritis
Infeksi pada organ asesoria bulbi (seperti infeksi pada aparatus lakrimalis)
Lagoftalmos
Gangguan Neuroparalitik
Trauma
Bakteri
Virus
Jamur
Alergi
• Ditandai dengan adanya infiltrasi dari sel PMN dan atau limfosit ke epitel dari sirkulasi sehingga terjadi edema
dan nekrosis lokal.
• Adanya nekrosis dan pengelupasan dari epitel, membran bowman, dan stroma yang terlibat. Pada fase ini
akan terlihat lebih hiperemis (injeksi perikornea) karena terjadi vasodilatasi pembuluh darah sekitarnya dan
hasilnya adalah pembentukan dari eksudat purulent. Hal yang sama dapat juga terjadi pada iris yang juga
mengalami peradangan akibat toksin dari kuman penyebab ulkus tersebut sehingga dapat mencetuskan
terjadinya hipopion.
FASE REGRESI
• Diinduksi oleh adanya mekanisme pertahanan tubuh. Vaskularisasi meningkat oleh karena makrofag
membersihkan sel-sel yang nekrosis. Pada fase ini mulai terjadi penyembuhan ulkus yang dimulai dari tepi.
FASE SIKATRISASI
Penyakit ini ditandai kekerutan epitel yang meninggi berbentuk lonjong dan jelas, yang
menampakkan bintik-bintik pada pemulasan dengan fluoresin, terutama di daerah
pupil. Kekeruhan ini tidak tampak dengan mata telanjang, namun mudah dilihat dengan
slit-lamp atau kaca pembesar.
GEJALA KLINIK KPS
Fotofobia: karena kornea keruh akibat adanya infiltrasi sel radang sehingga cahaya yang
masuk ke mata dipantulkan dan terlihat silau oleh mata.
Lakrimasi: tubuh akan selalu berusaha untuk membersihkan benda-benda asing yang ada di
kornea sehingga merangsang kelenjar air mata untuk meningkatkan produksinya.
Blefarospasme: akibat dari penglihatan selalu silau (fotofobia) maka tubuh akan
meminimalisir cahaya yang masuk dengan menutup kelopak mata. Selain itu mata sering
menutup untuk meminimalisir nyeri pada kornea.
Nyeri: karena kornea dipersarafi oleh N. oftalmikus sehingga jika terjadi kerusakan jaringan
pada kornea maka akan merangsang sensoris nervus tersebut sehinggu menimbulkan
sensasi nyeri.
Visus menurun: pada kornea terjadi peradangan sehingga kejernihan kornea terganggu. Hal
ini menyebabkan fungsi kornea sebagai media refraksi menjadi terganggu dan visus pun
menurun.
Adanya infiltrat. Infiltrat sel radang pada kornea membuat kejernihan kornea berkurang
dan ada ulkus.
Neovaskularisasi.
Injeksi siliaris/perikornea
Pemeriksaan visus
hijau.
Pemeriksaan bakteriologik
Antibiotik spektrum luas dapat digunakan secepatnya, tapi bila hasil laboratorium
sudah menentukan organisme penyebab, pengobatan dapat diganti.
Bakteri gram positif: pilihan pertama adalah cafazolin, penisilin G atau vancomisin.
Untuk melindungi mata dari cahaya terang, benda asing dan bahan iritatif lainnya,
maka pasien dapat menggunakan kacamata.
Terapi bedah laser terkadang dilakukan untuk menghancurkan sel yang tidak sehat,
dan infeksi berat membutuhkan transplantasi kornea.
KOMPLIKASI
Sikatrik: jika kerusakan kornea sampai ke stroma umumnya akan menjadi skar karena
pada stroma tidak ada reepitelisasi. Sikatrik dibagi menjadi nebula, makula, dan
leukoma.
Leukoma : sikatrik lebih dalam terjadi dan tampak dengan mata biasa.
Iritis/iridosiklitis: infeksi pada iris yang disebabkan oleh toksin dari kuman penyebab
keratitis.
Descematokel: penonjolan dari membrane descement akibat dari TIO meningkat serta
hilangnya lapisan kornea akibat dari ulkus yang sudah menembus stroma sampai ke
membrane desciment.
Perforasi: akibat dari TIO yang meninggi pada descematokel sehingga dapat terjadi
perforasi misalnya jika terjadi vagal reflex (seperti batuk)
PROGNOSIS
Jika lesi pada keratitis superficial berlanjut hingga menjadi ulkus kornea dan jika lesi
pada keratitis tersebut telah melebihi dari epitel dan membran bowman maka
prognosis fungsionam akan semakin buruk. Hal ini biasanya terjadi jika pengobatan
yang diberikan sebelumnya kurang adekuat, kurangnya kepatuhan pasien dalam
menjalankan terapi yang sudah dianjurkan, terdapat penyakit sistemik lain yang dapat
menghambat proses penyembuhan seperti pada pasien diabetes mellitus, ataupun
dapat juga karena mata pasien tersebut masih terpapar secara berlebihan oleh
lingkungan luar, misalnya karena sinar matahari ataupun debu.
PENCEGAHAN
Air keran tidak steril dan tidak boleh digunakan untuk membersihkan lensa kontak.
Lepas lensa kontak bila mata menjadi merah dan timbul iritasi.
Ganti tempat lensa kontak tiap 3 bulan karena organisme dapat terbentuk di
tempat kontak lensa itu.
Memakai kacamata pelindung ketika bekerja atau bermain di tempat yang potensial
berbahaya bagi mata. Kacamata dengan lapisan anti ultraviolet dapat membantu
mengurangi pajanan.
DAFTAR PUSTAKA
1) Ilyas, Sidarta : ”Anatomi dan Fisiologi mata” dalam ”Ilmu Penyakit Mata”. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI, Edisi 3, 2008. Hal 1-12.
2) Ilyas, Sidarta : ”Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata”. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2009.
3) Riordan Paul – Eva, et al : ”Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum”. Jakarta : EGC,
edisi 17, 2009 : hal 126-143.
5) Vaughan, Daniel G et al. 2002. Oftalmologi Umum edisi-14. Jakarta: Widya Medika.
Hal: 129 – 152
6) Vaughan & Asbury's (2008) General Ophthalmology, 17th edn., United States of
America: McGraw-Hill.
7) Kaye SB, Lynas C, Patterson A, Risk JM, McCarthy K, Hart CA. Evidence for herpes
simplex viral latency in the human cornea, Bri Ophthalmol 1991; 75: 195200