Anda di halaman 1dari 24

Illegal fishing

YENI EKASARI ( 190513435 )

GARNETTO WISANG C ( 1900513442 )

KARL DAIVA GUILBERT ( 190513432 )

KHARISMA BIANCA ELDI A ( 190513425 )

AURELIA ELMA ADRIANA SURYA W ( 190513467 )


Latar belakang

 Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak potensi


kelautan mengingat status Indonesia sebagai negara maritim dengan
potensi sumber daya hayati yang besar.
 Bidang kelautan dan perikanan dapat menjadi salah satu sumber
pertumbuhan ekonomi yang sangat penting karena kapasitas suplai
yang sangat besar. Sumber daya lokal dapat menjadi pembangkit
industry hulu dan hilir yang besar.
 Hal ini mengakibatkan Indonesia mengalami permasalahan kelautan
seperti illegal fishing. Illegal fishing adalah kegiatan perikanan yang
tidak sah, kegiatan perikanan yang tidak diatur oleh peraturan yang
berlaku, aktivitasnya tidak dilaporkan kepada suatu institusi atau
lembaga perikanan yang berwenang, penggunan alat tangkap yang
dapat mengeksploitasi perikanan di zona jurisdiksi nasional maupun
internasional.
Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas tadi , maka dapat
diambil rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah penyebab terjadinya Illegal Fishing beserta dampak kegiatan IUU
Fishing bagi negara Indonesia?
2. Apa saja dasar-dasar hukum Indonesia dan Internasional yang mengatur
tentang illegal fishing?
3. Sejauh manakah peran aparatur negara/pemerintah dalam upaya
menindak
pelaku tindak pidana illegal fishing?
4. Apa saja Kendala PenangananAwak Kapal Pelaku Tindak Pidana
Perikanan?
Tujuan

Tujuan dari dibuatnya paper ini adalah tentang Hukum


Internasional di
Indonesia khususnya yang mengatur tentang illegal fishing,
dengan memberikan
analisa kasus nyata yang terjadi.
Pembahasan

LANDASAN TEORI:
HUKUM INTERNASIONAL
Hukum internasional dapat didefinisikan sebagai keseluruhan hukum
yang
untuk sebagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah
perilaku yang
terhadapnya negara-negara merasa dirinya terikat untuk menaati,
dan karenanya,
benar-benar ditaati secara umum dalam hubungan-hubungan
mereka satu sama
lain .
a. Hukum Perdata Internasional, yakni hukum yang mengatur hubungan hukum
antar warganegara-warganegara suatu negara dengan warganegara-negara dari
negara lain dalam hubungan internasional (hubungan antar-bangsa).
b. Hukum Publik Internasional (Hukum Antar Negara), ialah hukum yang
mengatur hubungan antara negara-negara yang lain dalam hubungan
internasional.

Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwasanya hukum


internasional adalah kumpulan ketentuan hukum yang berlakunya dipertahankan
oleh masyarakat internasional. Sebagai bagian dari hukum, hukum internasional
memenuhi unsur-unsur yang menetapkan pengertian hukum, yakni kumpulan
ketentuan yang mengatur tingkah laku dalam bermasyarakat yang berlakunya
dipertahankan oleh "external power" masyarakat yang bersangkutan.
HUKUM KELAUTAN
Hukum laut internasional yang merupakan norma hukum yang
mengatur
hubungan antar negara pantai atau yang berhubungan dengan
pantai. Konvensi
perserikatan bangsa-bangsa tentang hukum laut internasional atau
United Nations
Convention on the Law of the Sea (UNCLOS III) merupakan perjanjian
internasional l dari konferensi PBB tentang hukum laut internasional
yang ketiga,
berlangsung dari tahun 1973 sampai 1982. Konvensi hukum laut ini
mendefinisikan hak dan tanggung jawab negara dalam penggunaan
lautan di dunia
serta menetapkan pedoman untuk bisnis, lingkungan, dan
pengelolahan sumber
daya alam laut. Konvensi UNCLOS III disimpulkan pada tahun 1982
menggantikan perjanjian internasional menganai laut tahun 1952.
A. Tinjauan Umum Mengenai
Illegal Fishing dan Zona Ekonomi
1. Illegal Fishing
Eksklusif
Illegal fishing atau penangkapan ikan secara ilegal menurut International

Indonesia
Plan Of Action-Illegal, Unreported and Unregulated Fishing (IPOA-IUU
Fishing) adalah kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh suatu negara
tertentu atau kapal asing di perairan yang bukan merupakan yurisdiksi atau
kegiatan penangkapan ikan tersebut bertentangan dengan hukum dan peraturan
negara itu.
Penyebab Illegal Fishing yang dilakukan pada umumnya adalah:
a. Meningkat dan tingginya permintaan ikan
b. Berkurang/Habisnya Sumber Daya Ikan di negara lain
c. Lemahnya armada perikanan sosial
d. Izin/dokumen pendukung dikeluarkan lebih dari satu instansi dsb.
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia:
Definisi ZEE terdapat dalam ketentuan Pasal 55 dan 57 Konvensi Hukum
Laut tahun 1982 sebagai suatu wilayah di luar dan berdampingan
dengan laut
teritorial, yang tidak melebihi jarak 200 mil laut yang tidak diukur dari
batas laut
terluar dari laut teritorial. 9
Definisi mengenai Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia terdapat dalam
ketentuan pasal 2 UU No. 5 Tahun 1983 yaitu: 10
"Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan
berbatasan dengan
laut wilayah Indonesia sebagaimana yang ditetapkan berasarkan
Undang-Undang
yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut,
tanah di
bawahnya dan air di atasnya dengan batas terluar 200mil laut diukur
dari garis
B. Kasus Illegal Fishing dan
Penghalangan Penangkapan
1. Kasus Illegal Fishing di Kawasan Laut Natuna Utara oleh Vietnam
Insiden ditabraknya kapal perang KRI Tjiptadi-381 oleh kapal
Pengawas
Perikanan Vietnam yang tengah mengawal kapal pencari ikan ilegal
dengan
nomor lambung BD 979. Kapal tersebut terpergok sedang mencuri ikan
di
perairan Natuna di Laut Natuna Utara yang merupakan wilayah Zona
Ekonomi
Eksklusif (ZEE) Indonesia pada tanggal 27 April 2019.
C. Analisis Kasus
 Aturan mengenai pelanggaran di wilayah laut Indonesia
sebenarnya sudah
tertulis secara tegas dalam Undang-Undang Perikanan
Indonesia namun dalam
penerapannya masih lemah dan tidak konsisten sehingga
sering dipermainkan
oleh negara-negara tetangga.
 Hal ini sangat bertentangan dengan rencana aksi
nasional yang terdapat dalam Keputusan Menteri No.
KEP/50/MEN/2012 tentang rencana aksi nasional
pencegahan dan penanggulangan Illegal Unreported
And Unregulated Fishing (IUU Fishing). Dalam Kepmen
tersebut salah satunya menyebutkan bahwa Indonesia
akan meningkatkan konsistensi dalam menerapkan sanksi
bagi para pelaku IUU Fishing.
D. Dasar Hukum Nasional yang
Mengatur Kasus Illegal Fishing
1.UNDANG-UNDANG
1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Ekslusif
Indonesia;
2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United
Nations Convention On The Law Of The Sea (UNCLOS);
3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia
4) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 sebagaimana telah; diubah
dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
5) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
2. Peraturan Pemerintah

1)Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2002 tentang Hak dan


Kewajiban Kapal Asing Dalam Melaksanakan Lintas Damai Melalui
Perairan Indonesia;
2)Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2002 tentang Hak dan
Kewajiban Kapal Asing Dalam Melaksanakan Lintas Air Laut Kepulauan
Melalui Alur-Alur Laut Yang Ditetapkan;
3)Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat
Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia;
3. Peraturan Presiden

1)Peraturan Presiden Nomor 178 Tahun 2014 tentang Badan


Keamanan
Laut;
2)Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2015 tentang
Kementerian Kelautan dan Perikanan.
3)Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2015 tentang Satuan Tugas
Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal.
E. Dasar Hukum Internasional
Illegal fishing juga diatur dalam hukum internasional, hal ini
diatur dalamKonvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Hukum Laut atau biasa disebutdengan United Nations
Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) yang telah
ditandatangani pada tanggal 10 Desember 1982 oleh 117
Negara peserta termasuk Indonesia dan 2 satuan Negara di
Montego Bay, Jamaica.
Negara kepulauan adalah suatu negara yang seluruhnya terdiri
dari satu atau lebih kepulauan dan mencakup pulau-pulau
lainnya. pengertian kepulauan adalah suatu gugusan pulau,
termasuk bagian pulau, perairan diantaranya dan lain-lain
wujud alamiah yang hubungannya satu sama lain demikian
erat sehingga pulau-pulau, perairan dan wujud alamian lainnya
merupakan suatu kesatuan geografi, ekonomi, dan politik 12
F. Upaya Indonesia Kaitannya
dengan Masalah Illegal Fishing
1. Penetapan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
Dengan adanya penetapan keputusan menteri kelautan
dan perikanan nomor KEP/50MEN/2012 tentang Rencana
Aksi Nasional Pencegahan dan penanggulangan
Illegal,Unreported, and Unregulated Fishing (IUU Fishing)
merupakan bentuk penerapan dari the Code of Conduct for
Responsible Fisheries (CCRF) yang disepakati pada tahun
1995 oleh negara-negara Food and Agriculture Organization
(FAO) tentang pengelolaan dan pembangunan perikanan
yang tertib, bertanggung jawab, dan berkelanjutan serta
sebagai bentuk implementasi dari aksi internasional untuk
memerangi IUU Fishing yang dituangkan dalam International
Plan of Action to Prevent, Deter and Eliminate IUU Fishing
(IPOA-IUU Fishing) pada tahun 2001.
G. Peran Aparatur Negara
dalam Menindaklanjuti Pelaku
Illegalupaya
Berbagai Fishing
telah dilakukan oleh aparatur negara
dalam
menindaklanjuti pelaku Illegal Fishing. Bertepatan dengan
perayaan
kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 2018, Kementerian
Kelautan dan
Perikanan (KKP) melaksanakan penenggelaman kapal
pelaku IUUF sebanyak
125 unit.
I. Alur Penanganan Awak Kapal
Pelaku Tindak Pidana Perikanan
Untuk melaksanakan penanganan awak kapal pelaku tindak pidana
perikanan yang efektif dan efisien, Dirjen PSDKP KKP menerbitkan
Peraturan
Direktur Jenderal PSDKP Nomor 70 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis
Penanganan Awak Kapal Tindak Pidana Perikanan.
Skema
Penitipan Awak Kapal Pelaku TPP :
Pada proses penitipan awak kapal perikanan pelaku TPP, PPNS
Perikanan menyerahkan Berita Acara Penitipan kepada
Petugas paling lambat diselesaikan dalam waktu 1x24 jam
kemudian Petugas wajib menindaklanjuti dengan cara
melakukan pengecekan fisik, kondisi, dan identitas dari awak
kapal pelaku TPP, serta melakukan
pemotretan/mendokumentasikan setiap awak kapal pelaku
TPP.
Penampungan Awak Kapal :
Awak kapal pelaku TPP yang ditempatkan di rumah
penampungan sementara yaitu awak kapal tersangka
berkewarganegaraan asing yang ditetapkan sebagai
tersangka yang melakukan TPP di ZEE Indonesia atau awak
kapal tersangka yang tidak perlu dilakukan penahanan, dan
awak kapal non justitia yang sedang dalam tahap proses
pemulangan atau yang dijadikan saksi.
Perawatan Awak Kapal Pelaku TPP :
Bentuk perawatan awak kapal pelaku TPP antara lain
melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala yang
ditampung di rumah penampungan sementara, dan memberi
konsumsi selama tahap penyidikan.
Pengamanan Awak Kapal Pelaku TPP :
Pengamanan awak kapal pelaku TPP bertujuan untuk memberikan keamanan dan
keselamatan awak kapal pelaku TPP. Bentuk pengamanan terhadap Awak Kapal Pelaku TPP,
terdiri dari:
a. melakukan pengawasan selama 24 (dua puluh empat) jam dalam sehari terhadap awak
kapal pelaku TPP yang ditampung;
b. menjaga dan mencegah agar awak kapal pelaku TPP yang ditampung agar tidak
melakukan perbuatan onar/meresahkan lingkungan masyarakat atau tidak melarikan diri.

Pengeluaran Awak Kapal Pelaku TPP :


Pengeluaran awak kapal pelaku TPP dapat dilaksanakan untuk keperluan sebagai berikut :
penyidikan, dilakukan dengan berdasarkan permintaan dari PPNS Perikanan yang
menangani perkara;
penyerahan tahap kedua, dilakukan dengan cara Awak Kapal Tersangka dibawa dari
Petugas dengan melampirkan bukti Surat Perintah Pelimpahan Tahap Kedua, Surat
Penyerahan Tahap Kedua, dan Berita Acara Pelimpahan Tahap Kedua;

Pemulangan Awak Kapal Non Justitia Ke Daerah Asal :


Sesuai dengan ketentuan Pasal 83A ayat (1) UU Perikanan, disebutkan bahwa selain yang
ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana perikanan atau tindak pidana lainnya,
awak kapal lainnya dapat dipulangkan termasuk yang berkewarganegaraan asing.
H. Kendala Penanganan Awak Kapal
Pelaku Tindak Pidana Perikanan

 penanganan awak kapal pelaku tindak pidana


perikanan menghadapi beberapa kendala dalam
pelaksanannya, antara lain adanya keterbatasan sarana
dan prasarana tempat penampungan (Rumah
Penampungan Sementara dan Rudenim), kapasitas
tempat penampungan yang tidak mencukupi,
keterbatasan jumlah petugas untuk pengamanan, dan
keterbatasan penerjemah bahasa asing.
KESIMPULAN

 Belum adanya kejelasan Zona Eksklusif antara beberapa


negara tetangga dan Indonesia melalui perjanjian bilateral
antar negara menimbulkan banyaknya konflik kelautan di
Indonesia. Upaya Indonesia dalam menangani masalah
illegal fishing di zona ekonomi eksklusif Indonesia yaitu di
ranah internasional, Indonesia turut aktif dalam hal
pemberantasan IUU Fishing. Salah satunya yaitu dengan ikut
dalam kerjasama internasional Regional Fisheris
Management Organization (RFMO). Sementara diranah
nasional, Indonesia melalui Menteri Kelautan dan Perikanan
telah mengeluarkan KEPMEN Nomor KEP/50/MEN/2012
tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan
Penanggulangan Illegal, Ureported and Unregulated Fishing
(IUU Fishing).

Anda mungkin juga menyukai