selama kurun waktu sejarah pemerintahan di Indonesia, birokrasi tetap memegang peranan sentral dalam kehidupan masyarakat.
Baik dalam sistem politik sentralistik maupun
sistem politik yang demokratis sekalipun. Pada perkembangannya birokrasi menjadi sulit melepaskan diri dari jaring-jaring kepentingan politik praktis.
Birokrasi yang seharusnya merupakan
institusi pelaksana kebijakan politik, bergeser perannya menjadi instrumen politik yang terlibat dalam kegiatan politik praktis. Akibatnya ciri birokrasi modern yg digagas oleh Max Weber tentang rasionalisme birokrasi sulit diwujudkan.
Birokrasi bahkan telah mengubah dirinya
bagaikan “monster raksasa” (Leviathan) yang mengerikan sebagai perwujudan nyata dari kekuasaan negara. Sejarah perkembangan birokrasi di Indonesia mengalami tiga tahap menurut pengkajian Sinambela dalam Reformasi pelayanan Publik: 1. Masa Pra-Kolonial Pada masa pra-kolonial yang kekuasaan birokrasinya menonjol dari kerajaan-kerajaan lain adalah masa kerajaan Mataram. Raja merupakan pusat kekuasaan, karena kedudukannya ini maka pemerintahan raja dan semua keputusannya tidak dapat dibantah dan ia memiliki kekuasaan tak terbatas. Pola birokrasi yang terjadi pada masa ini kekuasaan dan wewenang yang dimiliki penguasa dijalankan dengan menguasai bidang-bidang kehidupan masyarakat baik dengan paksaan, kepatuhan terhadap segala tindakan dan kemauan penguasa, karena menganggap sumber kemampuan adalah sesuatu yang berada atau dimiliki raja, sehingga ukurannya adalah bagaimana bentuk pengabdian masyarakat pada rajanya. 2. Masa Kolonial Pada masa kolonial ini kehidupan masyarakat Indonesia dibagi berdasarkan lapisan-lapisan hierarkis yang berdampak pada diskriminasi dalam semua bidang kehidupan. Pada masa ini aparatur negara bukan sebagai pelayan masyarakat tetapi bagaimana pelayanan yang menguntungkan bagi penguasa. Untuk menghubungkan pihak kolonial dengan rakyat pribumi maka diangkatlah birokrat dari golongan priyayi yang merupakan cikal bakal lahirnya kelompok terpelajar yang terpengaruh dengan ethos feodal, yang cara kerjanya tidak mendasarkan pada orientasi pencapaian tujuan, yang mestinya dapat mengembangkan profesionalisme dan keahlian sebagai golongan elite modern tapi mereka malah mewakili bentuk birokrat feodal untuk kepentingan penguasa. 3. Birokrasi Pasca-Kolonial
Masa penjajahan yang terlalu lama
membuat kondisi tersebut mempengaruhi birokrasi pemerintahan di Indonesia. Hal ini tercermin dari seleksi kenaikan pangkat, penerimaan pegawai, sampai pelaksanaan tugas di mana yang diutamakan adalah loyalitas individu kepada pimpinan dan harus sesuai dengan pimpinan, bukan bagaimana kepentingan masyarakat diutamakan. Demikian pula pengaruh kerajaan yang pernah ada di mana aparatur negara, pejabat negara dianggap sebagai priyayi, serta ada budaya sungkan terhadap atasan walaupun atasan melakukan penyimpangan. Serta pembawaan dari birokrat sendiri yang tidak mau dikoreksi dan diganggu gugat keputusannya seperti halnya para raja dan penguasa pada masa kerajaan dulu serta birokrat pada masa penjajahan (Sinambela, 2005: 55-61). Carilah patologi birokrasi, jelaskan penyebab dan berikan solusinya ! Doc/Birokrasi/Bobby Rahman/2008