Anda di halaman 1dari 21

SILA KE-1

KETUHANAN YANG MAHA ESA


Nama Anggota Kelompok:
• Muhammad Adam Ghifari (D1A019374)
• Muhammad Abet Kadarusman (D1A019373)
• Muhamad Yazid Zidane Akbar (D1A019371)
• Muhamad Reza Ramadhan (D1A019368)
• M. zayid muzaki (D1A019372)
• Muhamad Sharil Gunawan (D1A019369)
• Muhammad Aditia Aulia Maladi (D1A019375)
• Muhammad Vandhika Trihartawan (D1A019370)
• Muhammad Maulana Zidane Ramadhan
(D1A019366)
• Muhamad Munawir Haris (D1A019367)
• Ni Ketut Sintia Lestari (D1A019425)
• Ni Luh Ayu Pastining (D1A019426)
1. Sejarah sila Ketuhanan Yang Maha
Esa
“Marilah kita di dalam Indonesia Merdeka yang kita susun ini,
sesuai dengan itu, menyatakan bahwa prinsip kelima daripada
negara ini ialah ke-Tuhanan yang berkebudayaan, ke-Tuhanan
yang berbudi pekerti luhur, ke-Tuhanan yang hormat-
menghormati satu sama lain”.
Begitulah bunyi pidato Sukarno ketika
menyampaikan prinsip terakhir dari lima dasar
negara dalam sidang Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), 1
Juni 1945. Prinsip kelima itu kini menjadi sila
pertama Pancasila.
• Setelah Sukarno menyampaikan pidatonya pada
1 Juni dengan begitu heroik, simpatik, dan
empatik, pembahasan philosofische grondslag
atau dasar falsafah menemukan titik terang.
• Ketuhanan menjadi prinsip yang diusulkan oleh
hampir semua anggota BPUPKI yang beragam,
khususnya golongan agama. Namun sila
ketuhanan ini mengandung sejarah perdebatan
yang cukup panjang
Lalu dari mana asal konsep ketuhanan yang dikemukakan
Sukarno?
Berdasarkan sejarah, terdapat cerita bahwa konsep
ketuhanan yang dikemukakan oleh Sukarno terinspirasi
dari pergaulannya dengan banyak ulama. Salahsatunya
adalah
Syekh Abbas Abdullah Padang Japan
, “Negara yang akan didirikan kelak haruslah berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Begitu kata syekh Abbas pada Sukarno , bagi Syeikh
Abbas, jika hal tersebut diabaikan, maka revolusi tidak
akan membawa hasil yang diharapkan.
2. Pengertian sila Ketuhanan Yang
Maha Esa
Pancasila sila pertama
Sila pertama dari Pancasila Dasar Negara NKRI adalah Ke
Tuhanan Yang Maha Esa. Kalimat pada sila pertama ini tidak
lain menggunakan istilah dalam bahasa Sansekerta ataupun
bahasa Pali. Jika kita membahasnya dalam bahasa Sansekerta
ataupun Pali, Ke Tuhanan Yang Maha Esa bukanlah Tuhan yang
bermakna satu.

Kata Maha berasal dari bahasa Sansekerta atau Pali yang bisa
berarti mulia atau besar( bukan dalam pengertian bentuk). Kata
Maha bukan berarti sangat. Kata “esa” juga berasal dari bahasa
Sansekerta atau Pali. Kata “esa” bukan berarti satu atau
tunggal dalam jumlah. Kata “esa” berasal dari kata “etad” yang
lebih mengacu pada pengertian keberadaan yang mutlak atau
mengacu pada kata “ini” (this- Inggris).
Sedangkan kata “satu” dalam pengertian jumlah
dalam bahasa Sansekerta atau bahasa Pali adalah
kata “eka”. Jika yang dimaksud dalam sila
pertama adalah jumlah Tuhan yang satu, maka
kata yang seharusnya digunakan adalah “eka”
bukan kata “esa”.

berarti Sifat-sifat Luhur atau Mulia Tuhan yang


mutlak harus ada. Jadi yang ditekankan pada sila
pertama dari Pancasila ini adalah sifat-sifat luhur
atau mulia, bukan Tuhannya.
3. Makna dari sila Ketuhanan Yang
Maha Esa
Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung makna adanya
keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Tunggal, yang
menciptakan alam semesta beserta isinya. Dan diantara
makhluk ciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang berkaitan
dengan sila ini ialah manusia. Sebagai Maha Pencipta,
kekuasaan Tuhan tidaklah terbatas, sedangkan selain-Nya
adalah terbatas.

Negara Indonesia didirikan atas landasan moral luhur, yaitu


berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang sebagai
konsekuensinya, maka negara menjamin kepada warga
negara dan penduduknya untuk memeluk dan untuk
beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya,
seperti pengertiannya terkandung dalam:
A .Pembukaan UUD 1945 aline ketiga, yang antara
lain berbunyi:
“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa …. “

Dari bunyi kalimat ini membuktikan bahwa negara


Indonesia tidak menganut paham maupun
mengandung sifat sebagai negara sekuler.
Sekaligus menunjukkan bahwa negara Indonesia
bukan merupakan negara agama, yaitu negara
yang didirikan atas landasan agama tertentu,
melainkan sebagai negara yang didirikan atas
landasan Pancasila atau negara Pancasila.
B. Pasal 29 UUD 1945

(1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan


Yang Maha Esa

(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap


penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadah
menurut agamanya dan/atau
kepercayaannya.
Tri kerukunan hidup tersebut merupakan salah satu faktor
perekat kesatuan bangsa.
Di dalam memahami sila 1 Ketuhanan Yang Maha Esa,
hendaknya para pemuka agama senantiasa berperan untuk
mendidik dan menganjurkan kepada pemeluk agama
masing-masing untuk menaati norma-norma kehidupan
beragama yang selaras dengan tujuan berbangsa dan
bernegara seperti terumuskan dalam Konstitusi
Untuk senantiasa memelihara dan mewujudkan 3
model hidup yang meliputi:

a. Kerukunan hidup antar umat seagama


b. Kerukunan hidup antar umat beragama
c. Kerukunan hidup antar umat beragama dan
Pemerintah
4. Pokok-pokok dari Sila Ketuhanan
Yang Maha Esa
A. Pernyataan pengakuan bangsa Indonesia
pada adanya dan kekuasaan Tuhan Yang
Maha Esa
Pernyataan ini tidak saja dapat terbaca dalam
pembukaan UUD 1945 dimana perumusan
Pancasila itu terdapat tetapi dijabarkan lagi
dalam tubuh UUD 1945 itu sendiri pasal 29
ayat 1, yang berbunyi sebagai berikut :

“ Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha


Esa ”
B. Negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk
beribadat menurut agama dan kepercayaan nya
( Pasal 29 Ayat 2 UUD 1945 ).
Jaminan kemerdekaan beragama yang secara yuridis
constitutional ini membawa konsekuensi pemerintah
sebagai berikut:

• Pemerintah wajib memberi dorongan dan kesempatan


terhadap
kehidupan keagamaan yang sehat.
• Pemerintah memberi perlindungan dan jaminan bagi usaha-
usaha penyebaran agama, baik penyebaran agama dalam
arti kwalitatif maupun kwantitatif.
• Pemerintah melarang adanya paksaan
memeluk/meninggalkan suatu agama.
• Pemerintah melarang kebebasan untuk tidak memilih
agama.
C. Sebagai sarana untuk mewujudkan kesatuan
dan persatuan bangsa, maka asas kebebasan
memeluk agama ini harus diikuti dengan asas
toleransi antar pemeluk agama, saling
menghargai dan menghormati antara pemeluk
agama yang satu dengan pemeluk agama yang
lain dalam menjalankan ibadah menurut
agama mereka masing masing.
D. Kehidupan beragama tidak bisa dipisahkan sama
sekali dari kehidupan duniawi/kemasyarakatan. Dua
duanya merupakan satu system sebagaimana satunya
jiwa dan raga dalam kehidupan manusia. Agama
sebagai alat untuk mengatur kehidupan di dunia,
sehingga dapat mencapai kehidupan akhirat yang
baik.
Kehipudan beragama tidak bisa lepas dari pembangunan
masyarakat itu sendiri, Bangsa dan Negara demi
terwujudnya keadilan dan kemakmuran materiil
maupun spiritual bagi rakyat Indonesia. Semakin kuat
keyakinan dalam agama, semakin besar kesadaran
tanggungjawabnya kepada Tuhan Bangsa dan
Negara, semakin besar pula kemungkinan
terwujudnya kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan
bagi bangsa itu sendiri.
5.Bentuk implementasi sila ketuhanan
yang maha esa

A. Percaya dan takwa kepada Tuhan yang


Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.

B. Hormati menghormati dan bekerja sama


antara pemeluk agama dan penganut
kepercayaan yang berbeda-beda sehingga
terbina kerukunan hidup.
C. Saling menghormati dan kebebasan
menjalankan ibadah sesuai dengan agama
dan kepercayaan.
D. Tidak memaksakan suatu agama dan
kepercayaan kepada orang lain.
Ketakwaan mengharuskan penerimaan
kebenaran Tuhan kepada umat manusia
sesuai agama dan kepercayaannya
6.Bentuk Pelanggaran Terhadap sila
Ketuhanan Yang Maha Esa
Mengenai pelanggaran sila pertama.
contoh pancasila sebagai ideologi terbuka juga wajib kita pahami.
• Tidak ada sikap toleransi kepada sesama : Seperti yang sudah tersirat
pada sila pertama jika Indonesia sendiri memiliki berbagai macam agama.
Salah satu contoh penyimpangannya adalah tidak adanya sikap toleransi
kepada agama lainnya, Sikap ini biasanya didasari karena keegoisan.
• Gerakan radikal kelompok tertentu yang mengatasnamakan
agama Tindakan kedua yang menyimpang dari sila pertama adalah
gerakan kelompok radikal yang mengatasnamakan kegiatan menyimpang
mereka dengan atas nama agama tertentu. Seperti misalnya saja terorisme
yang seringkalimengatasnamakan agama tertentu.
• Perusakan tempat ibadah : Yang ketiga adalah perusakan tempat ibadah
agama lain hanya karena merasa terganggu atau karena konflik dan
permasalahan lainnya.
• Fanatisme yang sifatnya anarki : Tidak hanya itu saja, namun sikap
fanatasime pada agama yang sifatnya bisa anarki dan merugikan orang lain
maka masuk ke dalam pelanggaran pancasila.
Contoh kasus penyimpangan sila pertama :

A. Bom Bali I :
Contoh kasus penyimpangan pada sila pertama ini
adalah aksi terorisme yang terkenal yang terjadi
pada tahun 2002 di Bali. Aksi terorisme yang
dijadikan sebagai peristiwa terorisme terbesar
sepanjang sejarah di Indonesia ini terjadi pada 3
peristiwa sekaligus. Membunuh sekitar ratusan
orang yang kebanyakan merupakan warga asing
yang sedang berlibur, dan bom bali itu
didasarkan pada agama sehingga menyalahi
pancasila.
B. Insiden Tanjungbalai :
salah satu contoh kasus penyimpangan kasus pada sila pertama adalah
adanya tragedi kerusuhan pembakaran rumah dan tempat ibadah
etnis tertentu di Tanjungbalai, Sumatera Utara.
Peristiwa ini disebabkan masyarakat telah kehilangan kultur toleransi
antar umat beragama. Tragedi kerusuhan yang awalnya dipicu oleh
protes seorang warga etnis tertentu atas berkumandangnya adzan
di masjid yang berada di depan rumahnya menyebabkan
ketersinggungan dan kemarahan umat Islam yang berujung terjadi
peristiwa pembakaran rumah dan vihara.
Aksi intoleransi di yogyakarta : salah satu contoh penyimpangan kasus
pada sila pertama yaitu ketika sedang khusyuk menjalankan misa
ekaristi, jemaat gereja Santa Lidwina di Bedog, Sleman, Yogyakarta
diserang oleh pria tak dikenal. Pengamat intelijen yang sedang
menempuh studi doktoral di Universitas Indonesia,
StanislausRiyanta menuturkan pembiaran atas kasus-kasus yang terjadi
selama ini, dan penanganan kasus yang cenderung tidak tuntas,
justru memberikan angin segar bagi kelompok intoleran dan radikal
untuk semakin bersemangat melakukan aksinya.

Anda mungkin juga menyukai