Anda di halaman 1dari 23

 Epilepsi adalah kejang berulang tanpa pencetus (provokasi)

≥ 2 dengan interval > 24 jam antara kejang pertama


dan berikutnya.

 Manifestasi klinis epilepsi dapat berupa gangguan kesadaran,


motorik, sensoris, autonom atau psikis
(Shorvon, 2007; Swaiman dan Ashwal, 2012)
 Kejang atau bangkitan epileptik adalah manifestasi
klinis disebabkan oleh lepasnya muatan listrik secara
sinkron dan berlebihan dari sekelompok neuron di otak
yang bersifat transien

 Aktivitas berlebihan tersebut dapat menyebabkan


disorganisasi paroksismal pada satu atau beberapa
fungsi otak yang dapat bermanifestasi eksitasi positif,
negatif atau gabungan keduanya
 Manifestasi bangkitan ditentukan oleh lokasi dimana
bangkitan dimulai, kecepatan dan luasnya penyebaran.
Bangkitan epileptik umumnya muncul secara tiba-tiba
dan menyebar dengan cepat dalam waktu beberapa
detik atau menit dan sebagian besar berlangsung
singkat
(Panayiotopoulos, 2005)
Epilepsi idiopatik

 Merupakan yang paling sering terjadi, kejadiannya


sekitar 40% diseluruh dunia. Penyebab abnormalitas
neuroanatomi maupun neuropatologi tidak diketahui.
Epilepsi idiopatik terjadi pada bayi, anak, remaja, dan
dewasa muda dengan MRI otak yang normal dan tidak
ada riwayat kelainan medis yang bermakna
sebelumnya. Terdapat predisposisi genetik, beberapa
sindrom epilepsi idiopatik memiliki distribusi
autosomal dominan yang mengakibatkan adanya
gangguan pada kanal ion
 Epilepsi simptomatik berhubungan dengan
abnormalitas struktur otak yang mengindikasikan
adanya penyakit atau kondisi yang mendasari. Yang
termasuk kategori ini adalah kelainan perkembangan
dan kongenital baik akibat genetik maupun didapat, dan
juga kondisi yang didapat. Sebagai contoh: cedera
kepala, infeksi SSP, lesi desak ruang, gangguan
peredaran daerah otak, toksik, metabolik, dan kelainan
neurodegeneratif
 Epilepsi yang diduga adanya penyebab yang mendasari
namun masih belum dapat diidentifikasi. Termasuk
disini adalah sindrom west, sindrom Lennox-Gaustat,
dan epilepsi mioklonik. Gambaran klinis sesuai dengan
ensefalopati difus.
 Pada tingkat selular, dua ciri khasi aktivitas
epileptiform adalah hipereksitabilitas dan
hipersinkronitas neural. Hipereksitabilitas merujuk
pada peningkatan respon neuron terhadap stimulasi,
sehingga sel mencetuskan beberapa potesial aksi
langsung. Hipersinkron yaitu peningkatan cetusan
neuron pada sebagian kecil atau besar regio di korteks
 Walaupun terdapat perbedaan pada mekanisme yang
mendasari kejang fokal dan umum, secara sederhana
bangkitan kejang terjadi karena adanya gangguan
keseimbangan antara inhibisi dan eksitasi pada satu
regio atau menyebar diseluruh otak.
Ketidakseimbangan ini karena kombinasi peningkatan
eksitasi dan penurunan inhibisi
 Pada anamnesis terutama dipasktikan lebih dulu
apakah suatu bangkitan epilepsi atau bukan.
Kemudian tentukan jenis bangkitan dan sindroma
epilepsi berdasarkan klasifikasi ILAE.

 Dalam praktik klinis, auto dan alloanamnesis dari


orang tua atau saksi mata harus mencakup pre-
iktal, iktal, dan post-iktal.
 Kondisi fisik dan psikis yang
mengindikasikan akan
terjadinya bangkitan, seperti
perubahan perilaku, perasaan
lapar, berkeringat, hipotermi,
mengantuk, menjadi sensitif,
dan lain-lain. Kemudian juga
ditanyakan ingatan terakhir
sebelum terjadi serangan,
untuk menentukan berapa
lama amnesia terjadi sebelum
serangan. Gejala neurologis
mungkin dapat menunjukan
lokasi fokal
 Ditanyakan apakah terdapat aura atau adanya gejala yang
dirasakan pada awal bangkitan. Serta bagaimana pola/
bentuk bangkitan, mulai dari deviasi mata, gerakan kepala,
gerakan tubuh, vokalisasi, automatisasi, gerakan pada salah
satu atau kedua lengan dan tungkai, bangkitan tonik/klonik,
inkontinensia, lidah tergigit, pucat, berkeringat, dan lain-
lain. Ditanyakan juga apakah terdapat lebih dari satu pola
bangkitan, dan adakah perubahan pola dari bangkitan
sebelumnya, serta aktivitas pasien saat terjadi bangkitan,
misalnya saat tidur, saat terjaga, bermain, dan lain-lain.
Serta berapa lama bangkitan terjadi
 Apakah pasien langsung sadar, bingung, nyeri kepala,
gaduh gelisah, Todd’s paresis.
 Faktor pencetus: kelelahan, hormonal, stress psikologi, dan
alkohol
 Riwayat epilepsi sebelumnya: Usia awitan, durasi
bangkitan, frekuensi bangkitan, interval terpanjang antar
bangkitan, dan kesadaran antar bangkitan.
 Terapi epilepsi sebelumnya dan respon terhadap obat anti
epilepsi (OAE) sebelumnya. Perlu ditanyakan jenis dan
dosis OAE, kepatuhan, serta kombinasi OAE.
 Penyakit yang diderita sekarang, riwayat penyakit
neurologis psikiatrik maupun sistemik yang mungkin
menjadi penyebab maupun komorbiditas.
 Riwayat epilepsi dan penyakit lain yang berhubungan
dalam keluarga
 Riwayat saat berada dalam kandungan, kelahiran, dan
tumbuh kembang
 Riwayat trauma kepala, stroke, infeksi SSP, dan lain-lain
 Electro-ensefalografi
Electro-ensefalografi adalah suatu metode studi aktivitas
listrik di korteks dengan menggunakan lead yang
terpasang di skalp. Elektroda-elektroda ini kemudian
menangkap aktivitas listrik otak yang paling tinggi.
Bangkitan umum bangkitan parsial
Pemeriksaan CT Scan kepala lebih ditujukan untuk
kasus kegawatdaruratan, karena teknik
pemeriksaannya lebih cepat. Di lain pihak MRI
kepala diutamakan untuk kasus elektif. Ditinjau dari
segi sensitivitas dalam menentukan lesi struktural,
maka MRI lebih sensitif dibanding CT scan kepala
 Pemeriksaan hematologis yang mencakup hemoglobin,
leukosit, dan hitung jenis, hematokrit, trombosit, apusan
darah tepi, elektrolit, kadar gula darah sewaktu, fungsi
hati (SGOT/SGPT), ureum, kreatinin, dan albumin.
 Pemeriksaan ini dilakukan pada:
 Awal pengobatan sebagai salah satu acuan dalam
menyingkirkan diagnosis banding dan pemilihan OAE
 Dua bulan setelah pemberin OAE untuk mendeteksi efek
samping OAE.
 Rutin diulang setiap tahun sekali untuk memonitor samping
OAE, atau bila timbul gejala klinis akibat efek samping
OAE.
 Pemeriksaan kadar OAE idealnya untuk melihat kadar OAE
dalam plasma saat bangkitan belum terkontrol, meskipun
sudah mencapai dosis terapi maksimal atau untuk
memonitor kepatuhan pasien.
 Pertolongan pertama
dipastikan pasien aman dari sekitarnya dengan
menjauhkan pasien dari benda-benda yang dapat melukai
pasien. Kemudian penolong jangan menahan gerakan
kejang pasien dan jangan memasukan benda apapun ke
mulut pasien karena akan menambah cedera.
Direkomendasikan untuk memiringkan posisi pasien
supaya mencegah obstruksi jalan napas dan aspirasi.
Jangan memberikan makanan atau minuman sampai
kesadaran pasien pulih.

Anda mungkin juga menyukai