• Jumlah Layanan IMS ? • Apakah personil memiliki tugas - kota bandung lebih banyak layanan IMS nya dibanding rangkap dan bagaimana jika kota lain personil cuti ? - sudah dilatih tetapi belum semua aktif - peronil terbatas hanya ada 1 tim - sudah banyak yang dilatih tetapi melalui pelatihan LKB , yang juga mengerjakan program tetapi petugas belum percaya diri krn jpl yang berbeda. Anggaran pelatihan belum ada. Pencatatan belum lain. sampai ke provinsi, SIHA masih offline. Kota kupang pencatatan belum baik. - petugas di mutasi - yang dilatih belum ada 50% dan tidak merata, yang - admin SIHA , laboratorium sudah dilatih dimutasi, setelah dilatih belum berjalan, kurang dan bebannya tinggi komitmen kepala puskesmas berbeda-beda terhadap karena tdk hanya IMS (tugas program IMS rangkap) semua puskesmas sdh bisa IMS, tapi mutasi - Keterlibatan LSM atau komunitas yang merujuk pasien - pasien lebih memilih ditemani, tetapi sebaiknya pasien ke faskes secara mandiri, karena keterbatasan penjangkau. - sebagian diantar LSM, sebagian tidak mau ditemani, tetapi peran LSM cukup baik - sebagian kecil masih tergantng LSM ketika awal2, selanjutnya pasien sudah lebih mandiri - LSM tidak konsisten dalam mendampingi pasien Apakah akses IMS mudah? adakah kendalanya? • lokasi puskesmas tidak strategis • sudah akses tapi obat tidak tersedia • penduduk sekitar tidak akses ke puskesmas, yang banyak akses dari wilayah lain. • Dulu melalui spesial akses, tapi sekarang beberapa puskesmas punya SOP sesuai standard akreditasi menyebabkan layanan lebih lama, sehingga pasien tidak mau menunggu terlalu lama. • adanya tarif untuk lab dan loket bagi yang tidak punya BPJS Pendekatan Diagnosis Dalam Tata Laksana IMS • Pendekatan Sindrom dan Pendekatan Lab (kasus yang seperti apa?) Di bebrapa kabuaten hampir semua pakai duh tubuh, alasannya belum mahir padahal sdh ada pelatihan. Pendekatan sindrom 2 kali, baru pendekatan lab krn keengganan petugas lab. DKI semua pakai lab, pemeriksaan dirujuk ke puskesmas kecamatan. Sebagian besar dengan pendekatan lab. Yang bermasalah adalah sistem perujukan dari puskesmas ke RS. Petugas pengambil sample hanya ada 1 perempuan, sehingga pasien laki-laki kadang tidak mau diambil sampelnya Komitmen dari petugas yang dilatih kurang dokter yang dilatih IMS terbatas, di layanan pengambilan sampel adalah dokter atau dibantu bidan. diusahakan pendekatan lab, selesai hari itu diobati hari itu. Jumlah dan Jenis Kasus IMS • Servicitis proktitis, kondiloma, BV dan kandidiasis • GO dan sifilis --> obat ED cepat jadi dirujuk RS atau pusk lain Ketersediaan obat dan sarana prasaran • Obat yang paling sering digunakan : kombipak --> ED dalam 1 paket berbeda • Kota malang SPKK ada jadwal kunjungan ke puskesmas (ada MoU antar dinkes dg RS Saiful Anwar), tetapi puskesmas tidak bisa mengadakan TCA karena tidak ada di e-catalog • di Jateng Podofilin Tinctura masih ada • Jabar tidak menerapi kondiloma, hanya sebatas diagnosis dan merujuk • Lombok Timur : Benzatin Penicilin kosong • DKI : Pengadaan Benzatin melalui puskesmas • Obat yang pernah kosong : BP, Kombipak, fluconazol (distribusi sudah mendekati ED) • Obat yang dipakai : Nistatin tablet, metrinidazol 250 (butuhnya yang 500) Pembiayaan : • Pembiayaan masih menjadi halangan terutama bagi pasien yang tidak memiliki BPJS. • Bali : pembiayaan IMS gratis baik punya BPJS atau tidak • Jakarta : Pasien tidak punya BPJS tetap bayar jika reagen dibeli oleh layanan, kalau reagen droping dr pemerintah tidak dipungut biaya • Jogja : Penduduk Kota pakai APBD, jika tdk punya BPJS dan KTP di luar kota tetap bayar pendaftaran • NTB : Kalau KTP lombok gratis, kalau orang luar harus dibawa LSM baru gratis • Banten : Beberapa faskes Non BPJS hanya bayar pendaftaran aja, pelayanan gratis. Beberapa faskes lain tetap bayar. • NTT : di Kota Kupang Jika punya BPJS dan e KTP gratis, kab kota lain belum Sistem Rujukan dan Jejaring • Pusk Dinoyo : SPKK ada jadwal kunjungan ke puskesmas (ada MoU antar dinkes dg RS Saiful Anwar), seminar terkait IMS. Sistem rujukan kasus kondiloma harus ke tipe B dulu, padahal pasien sudah nyaman ke RS saiful anwar, sehingga menyebabkan cost dan lost nya tinggi. • DKI : Banyak puskesmas kecamatan yang menjadi RS Daerah, padahal RS belum terlatih dan obat tidak tersedia di RS. • Jatim : RS tidak punya BP jadi pasien dirujuk lagi ke puskesmas. Di Soetomo melakukan permintaan tertulis ke dinkes kab/kota. Permasalahan Jejaring Rujukan • Rujukan balik yang tidak sampai kembali ke puskesmas • Rujukan untuk kunjungan berikutnya tidak sama dengan kunjungan awal berdasar aplikasi P-Care • Tempat rujukan RS P-Care tergantung kuota Pencatatan dan Pelaporan • Belum semua melakukan pencatatan dan pelaporan melalui SIHA secara online. • Komitmen dari semua pihak • Man --> apakah sudah dilatih? yang dilatih apakah sudah melaksanakan • Money --> anggaran • Method --> metode yang digunakan seperti apa? • Pencegahan agar terus diupayakan --> continu • Peningkatan kemitraan dengan lintas sektor • Distribusi dokter spesialis tidak merata • Perlu ada jejaring antar kabupaten/kota dan provinsi