Anda di halaman 1dari 21

Skenario 1

Blok Imunologi
Skenario
Seorang ibu rumah tangga usia 20 tahun datang
ke praktek umum dokter swasta dengan keluhan
bercak kemerahan berbatas tegas di
pergelangan tangan, muncul 4 hari yang lalu.
Bercak tersebut agak hangat pada perabaan,
terasa gatal dan tidak ada nyeri pada
penekanan. Keluhan ini sifatnya kambuhan
terutama setelah mencuci. Lokasi kelainannya
bisa di sela-sela jari tangan atau disela jari kaki.
LO
1. Patogenesis dermatitis kontak
2. Sistem Imun
3. Sistem imun yang berperan pada kasus dan mekanismenya
4. Bagaimana reaksi hipersensitifitas yang terjadi pada skenario
5. Definisi hipersensitifitas
6. Klasifikasi hipersensitifitas
7. Klasifikasi dermatitis kontak
8. Menjelaskan histopatologi pada kulit yang menyebabkan bercak merah akibat reaksi
hipersensitifitas
9. Menjelaskan berbagai faktor resiko penyakit pada skenario dengan gejala dan tanda yang
ditemukan pada reaksi hipersensitifitas
10. Jelaskan perbedaan antara reaksi inflamasi yang terjadi pada infeksi dan alergi
11. Alergen dan antibodi dan komplemen
12. Anamnesis terpimpin / APD
13. Penatalaksanaan kasus
14. Menentukan urutan pilihan pengobatan pada hipersensitifitas yang menyebabkan bercak merah
pada kulit
15. Jelaskan cara pengobatan imunologi dan imunoterapi dan desensitasi
Definisi
Reaksi-reaksi dari sistem kekebalan yang terjadi
ketika jaringan tubuh yang normal mengalami
cedera/terluka. Karena itu reaksi alergi juga
melibatkan antibodi, limfosit dan sel-sel lainnya
yang merupakan komponen dalam system imun
yang berfungsi sebagai pelindung yang normal
pada sistem kekebalan.
REAKSI HIPERSENTIVITAS
MENURUT WAKTU
• Reaksi cepat.
Terjadi dalam hitungan detik, menghilang
dalam 2 jam. Antigen yang diikat IgE pada
permukaan sel mast menginduksi
pelepasan mediator vasoaktif.
Manifestasi reaksi cepat berupa anafilaxis
sistemik atau anafilaxis lokal seperti asma,
pilek-bersin, urtikaria dan eksim.
* Reaksi intermediat
Terjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24
jam. Reaksi ini melibatkan pembentukan kompleks imun
IgG dan kerusakan jaringan melalui aktivasi komplemen.
Manifestasinya dapat berupa :
1. Reaksi transfusi darah, eritroblastosis
foetalis dan anemia hemolitik autoimun.
2. Reaksi Arthus lokal dan reaksi sistemik yaitu
serum sickness, vaskulitis nekrotis, glomerulonefritis,
artritis rematoid dan LES (lupus eritematosis sistemik)
• Reaksi lambat
Reaksi lambat terlihat sampai sekitar 48
jam setelah pajanan dengan antigen.
Pada DTH yang berperan adalah sitokin
yang dilepas sel T yang mengaktifkan
makrofag dan menimbulkan kerusakan
jaringan. Contoh : dermatitis kontak, reaksi
Mycobacterium tuberculosis dan reaksi
penolakan graft.
PEMBAGIAN REAKSI
HIPERSENSITIVITAS MENURUT
MEKANISME
Reaksi hipersensitivitas oleh Robert Coombs dan Philip Gell
(1963) dibagi dalam 4 tipe reaksi berdasarkan kecepatan
dan mekanisme imun yang terjadi yaitu tipe I, II, III dan IV.
Tipe I : Hipersensitivitas cepat (Anafilaktik)
Tipe II : Hipersensitivitas sitotoksik

Tipe III : Hipersensitivias kompleks imun


Tipe IV : Hipersensitivitas lambat (berperantara sel)
Catatan : Tipe I, II, III berperantara antibodi
Tipe I : Hipersensitivitas cepat
(anafilaktik)
• Hipersensitivitas cepat timbul sebagai reaksi
jaringan yang terjadi dalam beberapa menit
setelah antigen (alergen) bergabung dengan
antibodi yang sesuai. Pada reaksi tipe I alergen
yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan
respons imun berupa produksi IgE dan penyakit
alergi seperti rinitis alergi, asma dan dermatitis
atopi.
Urutan kejadian reaksi tipe I
• a
Fse sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan IgE
sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada
permukaan sel mast dan basofil.
• F
ase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara
pajanan ulang dengan antigen yang spesifik
• F
ase efektor yaitu waktu terjadinya respons
yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek
mediator-mediator yang dilepas sel mast
dengan aktivitas farmakologik.
Langkah mekanisme umum pada
hipersensitivitas cepat
• Antigen menginduksi sel B untuk membentuk
antibodi IgE yang mengikat erat dengan bagian
Fc-nya pada sel mast dan basofil.
• Beberapa minggu kemudian, apabila tubuh
terpajan ulang dengan antigen yang sama,
maka antigen akan diikat oleh IgE yang sudah
ada pada permukaan sel mast dan basofil.
• Akibat ikatan antigen-IgE, sel mast dan basofil
mengalami degranulasi dan melepas mediator
dalam waktu beberapa menit.
Mediator penting pada
hipersensitivitas anafilaktik
• Histamin
Pelepasan histamin menyebabkan :
- vasodilatasi
- peningkatan permeabilitas kapiler
- kontraksi otot polos
Secara klinis ada gangguan seperti rinitis alergi
(hay fever), urtikaria dan angioedem
Pada anafilaksis akut gejala yang menonjol yaitu bronko-
spasme karena pelepasan histamin.
Obat antihistamin dapat memblokir tempat reseptor hista
min dan relatif efektif pada rinitis alergi, tidak pada asma
• SRS-A (Slow reacting substance of anaphylaxis)
Terdiri dari leukotrien yang timbul waktu terjadi
reaksi anafilaksis. Leukotrien dibentuk dari
asam arachidonat dan menyebabkan
peningkatan permeabilitas vaskuler serta kon-
traksi otot polos. Ini adalah mediator utama ter-
jadinya bronkokonstriksi pada asma dan tidak
dapat dipengaruhi oleh antihistamin.
• ECF-A (Eosinophil chemotactic factor of
anaphylaxis)
Merupakan tetrapeptida yang berada di dalam
granula sel mast.
Ketika dilepaskan pada waktu anafilaksis, ia
menarik eosinofil yang sangat prominen pada
reaksi alergi tipe cepat. Peranan eosinofil tidak
tentu, tetapi dapat melepas histaminase dan
arylsulfatase yang menimbulkan degradasi 2
mediator penting yaitu histamin dan SRS-A.
• Serotonin (hydroxytryptamine) yang
preformed pada sel mast dan blood
platelets.
Pelepasan waktu anafilaksis menyebab-
kan dilatasi kapiler, peningkatan permea-
bilitas kapiler dan kontraksi otot polos.
(peranannya kecil pada manusia)
• Prostaglandin dan tromboksan
Kedua zat ini berhubungan dengan leuko-
trien, dan diturunkan dari asam arakidonat
lewat jalur siklooksigenase.
Prostaglandin menyebabkan bronkokons-
triksi dan dilatasi serta peningkatan per-
meabilitas kapiler.
Tromboksan menggumpalkan trombosit.
Manifestasi klinis
hipersensitivitas tipe I
Dapat timbul dalam berbagai bentuk yaitu urticaria,eczema,
rhinitis, conjunctivitis dan asthma
Bila individu terpajan tepung sari melalui udara akan timbul
hay fever. Dan bila menelan alergen dalam makanan akan
timbul diare.
Lebih lanjut, seseorang yang respons terhadap alergen
dengan urtikaria mempunyai ikatan alergen-IgE pada sel
mast di kulit,sedangkan yang respons dengan rhinitis mem-
punyai alergen spesifik sel mast di dalam hidung.
Yang paling berat adalah anafilaksis sistemik, pada mana
bronkokonstriksi berat dan hipotensi (shok) dapat menim-
bukan kematian.
Mekanisme anafilaksis berbeda diantara
spesies, karena ada perbedaan di dalam
shok organ.
Misalnya, saluran napas (bronkospasme,
edema larynx) adalah shok organ utama
pada manusia, tetapi hepar (vena hepatica)
memegang peranan pada anjing dengan
gejala yaitu gelisah, muntah,diare kemudian
kolaps.
Terapi & pencegahan reaksi
anafilaksis
• Tujuan terapi ialah melawan daya kerja mediator
dengan mempertahankan saluran napas,
ventilasi & fungsi jantung
• Satu atau lebih dari obat berikut dapat diberikan
yaitu epinefrin, antihistamin, kortikosteroid atau
natrium kromolin. Yang terakhir ini mencegah
pelepasan mediator (misalnya histamin) dari
granula sel mast.
• Pencegahan dilakukan dengan mengenali
alergen (dengan uji kulit) lalu menghindari
antigen itu.
• Ada beberapa pendekatan pada terapi asthma. Dapat
diberikan inhalasi beta-adrenergik bronkhodilator seperti
albuterol. Kortikosteroid seperti prednison juga efektif.
Bronkhodilator seperti aminofilin juga efektif tetapi tidak
umum diberikan.
• Monoclonal anti-IgE antibody (omalizumab, Xolair) indikasi
untuk penderita asma berat yang gejalanya tidak bisa
dikendalikan dengan kortikosteroid.
• Untuk pencegahan asthma , leukotriene receptor
inhibitor seperti montelukast (Singulair), dan natrium
kromolin adalah efektif.
• Terapi rhinitis alergika termasuk antihista-
min bersama nasal dekongestan.
• Untuk allergic conjunctivitis, tetes mata
mengandung antihistamin atau vasokons-
triktor adalah efektif.
• Hindari alergen seperti tepung sari (pollen)
untuk profilaksis. Juga dapat dilakukan
desensitisasi.

Anda mungkin juga menyukai